
Ketua MK Bingung Kuasa Hukum Salah Tulis Papua Tengah Jadi Kotawaringin Barat
Ketua MK bingung lantaran kuasa hukum salah menulis kalimat Provinsi Papua Tengah menjadi Kotawaringin Barat di dalam petitum (surat gugatan). [410] url asal
#phpu #sidang-sengketa-pilkada-2024 #kotawaringin-barat #papua-tengah #pilkada-2024 #iya #gedung-mk #papua #pilgub #willem-wandik-aloisius-giyai #tulis #provinsi-papua #komisi-pemilihan #pilgub-papua #mulia #komisi

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo bingung lantaran kuasa hukum salah menulis kalimat Provinsi Papua Tengah menjadi Kotawaringin Barat di dalam petitum (surat gugatan). Suhartoyo mengingatkan kuasa hukum untuk lebih teliti.
Hal itu disampaikan Suhartoyo saat memimpin sidang panel 1, di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2025). Mulanya, kuasa hukum perkara 309/PHPU.GUB-XXIII/2025 membacakan petitum permohonan.
Diketahui, perkara itu diajukan oleh pasangan cagub-cawagub Papua Tengah, Wempi Wetipo-Agustinus Anggaibak. Total terdapat empat pasangan calon di Pilgub Papua Tengah.
"Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata kuasa hukum.
"Membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Tengah Nomor 461 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tengah tahun 2024," sambungnya.
Namun, saat sampai di poin ketiga, kuasa hukum meminta renvoi kepada majelis hakim. Sebab, kuasa hukum salah menuliskan kalimat Papua Tengah menjadi Kota Waringin Barat.
"Mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 3 Meki Nawipa-Deinas Geley dan pasangan calon nomor urut 4 Willem Wandik-Aloisius Giyai, sebagai pasangan calon, ada renvoi (perbaikan) Yang Mulia Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tengah," ujarnya.
"Kalimat pada pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kotawaringin Barat, saya coret Yang Mulia," sambungnya.
"Petitum 3 dicoret?" tanya Suhartoyo.
"Iya ada renvoi," kata kuasa hukum.
Dia lalu kembali melanjutkan membaca petitum. Dalam petitumnya, pemohon juga meminta untuk ditetapkan sebagai pemenang.
"Menetapkan pasangan calon nomor urut 1 selaku pemenang pemilihan Gubernur Provinsi Papua Tengah dengan perolehan suara 122.246 suara," ujar kuasa hukum.
Suhartoyo menanyakan perihal renvoi yang diajukan kuasa hukum. Suhartoyo pun meminta kuasa hukum kembali membacakan poin ketiga dalam petitum.
"Diulang, Pak, yang dicoret tadi yang mana? Angka 3 ya?" tanya Suhartoyo.
"Angka 3, Yang Mulia," jawab kuasa hukum.
"Coba dibaca ulang," kata Suhartoyo.
"Mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 3 dan pasangan calon nomor urut 4 sebagai pasangan calon, ini yang kalimat pada pemilihan umum Kepala Daerah Kota Waringin Barat dicoret Yang Mulia diganti dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah 2024," jelas kuasa hukum.
Suhartoyo pun mengaku heran lantaran kuasa hukum salah menuliskan petitum. Suhartoyo mengingatkan kuasa hukum untuk lebih teliti dalam bekerja.
"Bapak kok bisa sampai ke Kota Waringin itu seperti apa? Kerja itu yang teliti pak. Bapak dapat prinsipal dari sana juga Kota Waringin?" tanya Suhartoyo
"Tidak, Yang Mulia," jawab kuasa hukum.
"Kok bisa nyasar gini," kata Suhartoyo.
Simak juga Video: MK Heran CawalkotJayapura Justru Minta Paslon Kalah Didiskualifikasi

Tukang Ojek Jadi Kurir Sabu di Mimika, Dikontrol Anak-Istri dari Lapas
Tukang ojek AR ditangkap di Mimika sebagai kurir sabu. Usut punya usut, pelaku dikendalikan istri dan anak tirinya yang merupakan warga binaan Lapas. [526] url asal
#peredaran-sabu #kasus-sabu-di-lapas #lapas-timika #polres-mimika #mimika #papua-tengah #kabupaten-mimika #ojek #paket-sabu #makassar #sabu #narkotika #narkoba #polres #lapas #andi-basuki-rahmat #aparat #rutan-polres

Tukang ojek asal Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), AR (46) ditangkap polisi usai menjadi kurir sabu di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Pelaku menjalankan aksinya dikendalikan istri, IR (40) dan anak tirinya, TI (23) yang merupakan warga binaan Lapas Kelas IIB Timika.
Kasus ini terungkap bermula dari penangkapan AR di seputaran SP 4, Jalur 4, Kabupaten Mimika pada Minggu (5/12/2024). Polisi yang melakukan penggeledahan mengamankan 25,04 gram sabu dari tangan pelaku.
"Tersangka AR ditangkap karena terlibat tindak pidana narkotika ketika tersangka dihubungi dan ditawari oleh anak tirinya berinisial TI yang merupakan warga binaan Lapas Kelas IIB Timika," kata Kapolres Mimika AKBP I Komang Budiartha dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).
Dari hasil pengembangan, polisi kemudian menangkap IR dan TI di Lapas Kelas IIB Timika. Aparat turut mengamankan pelaku inisial F (42) yang juga merupakan warga binaan dari lapas tersebut.
Komang membeberkan pelaku F merupakan pemilik sabu yang peredarannya dikendalikan dari dalam lapas. Sabu milik F diedarkan oleh AR atas perantara IR dan TI.
"(Pelaku AR) Ditawari untuk bekerja sebagai kurir atau perantara dalam jual beli paketan narkotika jenis sabu kepada tersangka F yang juga merupakan warga binaan Lapas kelas II B Timika," tuturnya.
Pelaku AR bertugas mengambil sabu milik F di jasa pengiriman barang. Aksi ini dilakukan atas koordinasi istrinya sendiri, IR. Tukang ojek tersebut dijanji diberi upah setiap mengantar paket sabu kepada pemesan.
"Upah atau gaji yang didapat oleh tersangka (AR) dalam sekali mengedarkan atau menempel paketan narkotika jenis sabu kepada konsumen sebesar Rp 150.000 per paket," ujarnya.
"Barang bukti narkotika jenis sabu keseluruhan dengan berat netto 25,04 gram. Bila terjual akan mendapatkan uang sekitar Rp 47.500.000," tambah Komang.
Sementara itu, Kasat Narkoba Polres Mimika AKP Andi Basuki Rahmat menjelaskan, pelaku F memesan sabu dari Makassar. Pelaku F bekerja atas koordinasi dengan istri dan anak tiri dari AR.
"Pelaku F kenal dengan AR melalui perantara IR dan mengedarkan sabu dengan cara menyuruh TI untuk memerintahkan AR melakukan peredaran sabu di Timika," papar Basuki.
Ketiga warga binaan tersebut kini masih diperiksa. Namun penyidik tidak dilakukan penahanan di rutan Polres Mimika karena statusnya masih warga binaan.
"Tetapi jika ketiganya sudah selesai menjalani hukumannya di lapas untuk kasus yang pertama maka dilanjutkan dengan perkara yang baru ini," jelasnya.
(sar/hmw)

Reformasi Kebijakan Guru di Era Otonomi Daerah
Indonesia harus membenahi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kualitas sumber daya manusia yang jadi kunci peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi. [1,680] url asal
#kolom #guru #indef #universitas #pengelolaan-pendidik #kompetensi-guru #pendidikan-profesi-guru #apbn #pendidikan #sistem-pendidikan #papua-tengah #kementerian-pendidikan-dan-kebudayaan #ariyo-dp-irhamna #politik

RPJPN 2025-2045 telah menetapkan target untuk menjadi negara maju dan negara dengan pengaruh besar dalam kancah ekonomi global. Untuk mewujudkan target tersebut, Indonesia harus membenahi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menjadi kunci peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi.
Bahkan, hasil penelitian yang dilakukan oleh peraih Nobel Ekonomi pada tahun 2000, James J. Heckman, menunjukkan bahwa investasi pada pendidikan, terutama pendidikan usia dini, memberikan manfaat jangka panjang yang signifikan bagi individu dan masyarakat.
Sayangnya, di Indonesia, pendidikan, utamanya pendidikan anak usia dini masih dianggap tidak penting. Bahkan banyak orang tua lebih menginginkan anaknya untuk mengikuti kursus calistung (baca, tulis, dan berhitung) dibandingkan mengikuti pendidikan anak usia dini.
Di sisi lain, pendidikan anak usia dini baru menjadi perhatian pemerintah yang tertuang pada dokumen RPJPM 2024-2029.
Sejak 2009, pendidikan telah menjadi prioritas pembangunan melalui mandat alokasi untuk pendidikan minimal 20% dari APBN. Namun masih banyak tantangan mendasar dalam isu pembangunan manusia, salah satunya terkait kualitas, distribusi dan kesejahteraan guru. Guru memiliki peran krusial dalam pembangunan manusia. Jika pendidikan adalah fondasi pembangunan manusia, maka guru adalah pilar utama yang menopang fondasi tersebut.
Peran guru dalam proses pembangunan manusia sangatlah krusial, bukan hanya sebagai pengajar di ruang kelas, tetapi juga sebagai pembimbing yang mempersiapkan anak-anak bangsa untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sehingga, mereka adalah agen perubahan yang mempengaruhi kualitas dan arah peradaban bangsa.
Ironisnya, meskipun guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia, kondisi guru di Indonesia masih jauh dari ideal.
Dalam banyak kasus, para guru bekerja dengan penuh dedikasi, namun kerap kali menghadapi tantangan besar seperti rendahnya kesejahteraan, beban kerja yang tidak proporsional, serta ketimpangan distribusi guru antar wilayah yang sangat mencolok.
Kondisi Guru di Indonesia
Guru di daerah-daerah terpencil sering kali harus bekerja dengan sumber daya yang terbatas, dengan fasilitas yang tidak memadai dan dalam kondisi yang penuh tantangan. Ketidakmerataan distribusi guru yang berkualitas semakin memperburuk kondisi ini, di mana beberapa daerah menghadapi kekurangan guru yang cukup parah, sementara daerah lain mengalami kelebihan guru. Tidak jarang pula, banyak guru yang terjebak dalam status honorer, dengan penghasilan yang jauh dari memadai dan tanpa jaminan masa depan yang jelas.
Di sisi kuantitas, saat ini, Indonesia memiliki sekitar 3,4 juta guru, jumlah yang sekilas tampak besar dengan jumlah sekitar 53 juta peserta didik dari tingkat pendidikan PAUD hingga SMA pada semester ganjil tahun ajaran 2024/2025. Namun, masih ada daerah yang kekurangan guru.
Di pulau Jawa, Provinsi Banten saja rasio guru siswa sudah mencapai 1:22, jauh di atas angka nasional 1:16. Yang paling parah di Papua Tengah rasio guru siswa 1:31, Papua Selatan rasio guru siswa 1:24, dan Papua Pegunungan rasio guru siswa 1:40.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan guru tidak menjadi prioritas pemerintah pusat dan pemerintah daerah di provinsi tersebut yang baru terbentuk pada 2022. Seharusnya pemerintah menjadikan ketersediaan guru sebagai hal yang sangat prioritas di awal pembangunan provinsi baru tersebut.
Kondisi tersebut diperparah dengan rata-rata sekitar 60 ribu guru yang akan pensiun dalam 5 tahun mendatang.
Padahal, program studi pendidikan merupakan program studi terbanyak, sebanyak 6994 program studi, dibandingkan program studi lain. Selain itu, terdapat 1,1 juta mahasiswa yang terdaftar di program studi Pendidikan.
Jika melihat jumlah program studi dan mahasiswa di bidang pendidikan, seharusnya ketersediaan guru tidak akan menjadi masalah. Justru, seharusnya kita mengalami oversupply guru, bukan kekurangan guru di beberapa daerah. Hal tersebut menunjukkan terdapat salah tata kelola dalam kebijakan guru di Indonesia.
Sedangkan dari sisi kualitas, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2023, guru yang memiliki sertifikat hanya 33,5% untuk SD, 35,3% untuk SMP, 39,9% untuk SMA, dan yang paling parah guru PAUD hanya 5,3% yang memiliki sertifikasi.
Sertifikasi guru selain berdampak pada kompetensi guru, berdampak juga terhadap kesejahteraan guru. Guru yang sudah tersertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG), yang besarannya senilai 1 kali gaji pokok per bulan.
Tentu kondisi kuantitas, distribusi, dan kualitas guru tersebut akan sangat mempengaruhi pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia di masa datang.
Profesi guru dianggap kurang menarik karena gaji yang rendah, tunjangan minim, dan jenjang karier yang stagnan. Hal ini menciptakan lingkaran setan: profesi guru tidak menarik sehingga kualitas calon guru menurun, dan akibatnya kualitas pendidikan secara keseluruhan juga terpuruk.
Pemerintah harus mulai memandang guru sebagai investasi strategis untuk pembangunan manusia dan ekonomi. Investasi pada guru adalah investasi jangka panjang dengan multiplier effect yang besar. Guru yang berkualitas dan sejahtera akan melahirkan generasi muda yang kompeten, inovatif, dan produktif, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Pengelolaan Guru di Era Otonomi Daerah
Melihat kompleksitas permasalahan ini, langkah-langkah strategis diperlukan untuk memperkuat pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia. Salah satu solusi yang dapat diambil adalah restrukturisasi kewenangan pengelolaan guru dari daerah ke pemerintah pusat.
Permasalahan pengelolaan guru oleh pemerintah daerah menjadi salah satu hambatan utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Desentralisasi yang diterapkan sejak awal era reformasi memberikan kewenangan besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya manusia di sektor pendidikan, termasuk rekrutmen, pengangkatan, distribusi, dan pembinaan guru. Sayangnya, pengelolaan ini sering kali tidak berjalan optimal karena berbagai kendala, baik struktural maupun politik.
Salah satu persoalan mendasar adalah adanya politisasi dalam pengelolaan guru termasuk penunjukkan kepala sekolah, yang sering dicap sebagai jabatan politis. Di banyak daerah, pengangkatan guru honorer atau distribusi guru dan kepala sekolah sering kali tidak didasarkan pada kebutuhan riil pendidikan, melainkan pada kepentingan politik kepala daerah.
Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan dalam distribusi guru, di mana daerah-daerah terpencil atau tertinggal sering kali kekurangan guru berkualitas, sementara di daerah perkotaan terjadi surplus guru.
Ketimpangan ini memperlebar jurang kualitas pendidikan antarwilayah, yang seharusnya bisa diatasi dengan manajemen yang lebih terpusat dan berbasis data kebutuhan.
Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga sering mengalami hambatan. Pemerintah pusat, memiliki program-program strategis untuk meningkatkan kompetensi guru, seperti sertifikasi dan pelatihan profesional. Namun, implementasi di tingkat daerah sering kali tidak sesuai harapan.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan prioritas antara pusat dan daerah, keterbatasan anggaran di level daerah, serta kurangnya mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan program berjalan sesuai tujuan.
Masalah lain yang tidak kalah penting adalah rendahnya kualitas tata kelola administratif di tingkat daerah. Dalam banyak kasus, data guru sering kali tidak terintegrasi dengan baik, yang menyebabkan ketidaktepatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Sebagai contoh, dalam pengangkatan guru honorer, beberapa daerah tidak memiliki basis data yang akurat tentang kebutuhan guru berdasarkan jumlah siswa dan distribusi sekolah. Akibatnya, pengangkatan guru menjadi tidak efisien, dan sering kali justru membebani anggaran daerah tanpa memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Kesejahteraan guru juga menjadi isu penting dalam pengelolaan oleh pemerintah daerah. Banyak guru honorer di daerah-daerah hanya menerima gaji yang jauh di bawah upah minimum, tanpa jaminan kesejahteraan atau peluang pengangkatan menjadi pegawai tetap.
Hal tersebut diperparah dengan korupsi di daerah, contoh yang terbaru adalah kasus Gubernur Bengkulu yang baru saja ditangkap operasi tangkap tangan oleh KPK karena menggunakan honor guru tetap dan guru tidak tetap se-provinsi Bengkulu.
Ketergantungan pada pemerintah daerah dalam pengelolaan guru juga menimbulkan fragmentasi kebijakan. Beberapa daerah yang memiliki anggaran besar dapat memberikan tunjangan atau insentif tambahan kepada guru, sementara daerah dengan anggaran terbatas tidak mampu melakukan hal yang sama.
Akibatnya, terdapat kesenjangan kesejahteraan guru antar wilayah yang semakin memperburuk ketidakmerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam konteks ini, sudah saatnya pemerintah pusat mempertimbangkan restrukturisasi kewenangan pengelolaan guru. Kewenangan yang terlalu terdesentralisasi perlu diimbangi dengan pengawasan lebih ketat dan kuat dari pemerintah pusat untuk memastikan pengelolaan guru berjalan sesuai standar nasional.
Pemerintah pusat dapat mengambil alih fungsi-fungsi strategis seperti rekrutmen, distribusi, dan pengembangan kompetensi guru, sementara pemerintah daerah fokus pada implementasi kebijakan di lapangan.
Dengan pendekatan ini, diharapkan tidak hanya ketimpangan distribusi dan kesejahteraan guru dapat diatasi, tetapi juga kualitas pendidikan di seluruh Indonesia dapat ditingkatkan secara merata.
Dengan pengaturan ulang kewenangan terkait kebijakan guru ini, pengelolaan guru dapat lebih terkoordinasi dan bebas dari pengaruh politik lokal. Pemerintah pusat dapat mengadopsi pendekatan berbasis kebutuhan, di mana distribusi guru dilakukan secara proporsional berdasarkan rasio siswa-guru di setiap wilayah.
Selain itu, kebijakan ini memungkinkan adanya standardisasi dalam pengelolaan kesejahteraan guru, memastikan bahwa semua guru, baik di kota maupun di daerah terpencil, menerima gaji dan tunjangan yang layak. Sedangkan pemerintah daerah tetap berperan untuk memastikan pemahaman guru terkait muatan lokal tetap terjaga serta program rutin terhadap pengembangan guru.
Reformasi pendidikan keguruan juga harus menjadi prioritas. Pemerintah perlu memperkuat Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dengan memastikan kurikulum yang mereka gunakan relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan teknologi.
Selain itu, Pendidikan Profesi Guru (PPG) harus direvitalisasi, baik dari segi akses maupun isi kurikulum. Pemerintah dapat memperkenalkan skema beasiswa khusus bagi calon guru yang berprestasi, serta memberikan insentif bagi lulusan terbaik untuk memilih profesi guru sebagai karier mereka.
Penguatan ekosistem pendampingan bagi pengembangan profesional berkelanjutan juga menjadi langkah yang tak kalah penting. Guru harus diberikan akses terhadap pelatihan berkala, workshop, dan kursus daring untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan organisasi masyarakat untuk menyediakan program pelatihan yang relevan dan mudah diakses. Selain itu, pengenalan mentor bagi guru pemula dapat membantu mereka beradaptasi dengan cepat dan mengembangkan keterampilan mengajar yang efektif.
Selain langkah-langkah tersebut, pemerintah juga perlu memperkuat citra profesi guru di mata masyarakat. Kampanye sosial yang mengangkat pentingnya peran guru dalam pembangunan bangsa dapat menjadi langkah awal untuk membentuk persepsi publik.
Penghargaan bagi guru berprestasi, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial, juga dapat membantu meningkatkan status sosial profesi ini.
Investasi pada jumlah, kualitas, dan kesejahteraan guru bukan hanya investasi dalam pendidikan, tetapi juga dalam pembangunan ekonomi.
Dengan memperkuat pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, kita tidak hanya menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik, tetapi juga menyiapkan fondasi yang kokoh untuk menjadi bangsa yang besar dan berdaya saing di dunia.
Guru adalah ujung tombak pembangunan manusia. Tanpa mereka, upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia hanya akan menjadi mimpi kosong. Sudah saatnya kita menempatkan guru di posisi yang semestinya: sebagai aktor utama dalam membangun masa depan Indonesia. Karena pada akhirnya, kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi dari kualitas manusia yang mampu membawa bangsa ini menuju kemajuan.
Ariyo DP Irhamna, Ekonom INDEF, Dosen Universitas Paramadina
(idn/idn)
Karantina Papua Tengah: Hari Lahir Pancasila pedoman ideologi bekerja
Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Provinsi Papua Tengah melaksanakan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila yang dipedomani sebagai ideologi bekerja, ... [236] url asal

“Tema yang diusung pada peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini yakni Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2024,"
Timika (ANTARA) - Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Provinsi Papua Tengah melaksanakan upacara peringatan Hari Lahir Pancasila yang dipedomani sebagai ideologi bekerja, guna memberi manfaat bagi seluruh tumpah darah Indonesia.
Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Provinsi Papua Tengah Ferdi melalui rilis di Timika, Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya menggelar upacara tersebut di Halaman Kantor Induk Karantina, pada Sabtu 1 Juni 2024.
“Tema yang diusung pada peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini yakni Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2024," katanya.
Menurut Ferdi, tema ini mengandung makna bahwa pancasila menyatukan dari segala perbedaan seperti suku, agama, budaya dan bahasa.
“Penyatuan perbedaan tersebut dalam rangka menyongsong 100 tahun Indonesia emas yang maju, mandiri dan berdaulat,” ujarnya.
Dia menjelaskan kerja sama dan kolaborasi dalam menjaga kerukunan dan keutuhan merupakan perwujudan dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila.
“Semoga peringatan Hari Lahir Pancasila ini dapat memompa semangat kita semua untuk terus mengamalkannya demi Indonesia maju, adil, makmur dan berwibawa di kancah dunia,” katanya lagi.
Dia menambahkan upacara tersebut dihadiri oleh seluruh pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PPNPN pada lingkup Karantina Provinsi Papua Tengah.
“Momen peringatan ini menjadi dasar bagi Karantina Provinsi Papua Tengah dalam menjunjung tinggi nilai-nilai ideologi bekerja,” ujarnya lagi.
Pewarta: Agustina Estevani Janggo
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024