KOMPAS.com - Kasus pembunuhan tragis yang menimpa Juwita (23), seorang jurnalis muda di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, penyelidikannya masih berlangsung dan memunculkan sejumlah fakta baru yang mengejutkan.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah dugaan bahwa pembunuhan ini tidak dilakukan oleh satu pelaku saja.
Tim kuasa hukum keluarga korban, yang dipimpin oleh M Pazri, menyampaikan keyakinannya bahwa tindakan pembunuhan terhadap Juwita terlalu kompleks untuk dilakukan oleh satu orang.
"Kami menduga aksi pembunuhan ini tidak hanya dilakukan oleh pelaku tunggal," kata Pazri, Kamis (3/4/2025).
Dugaan ini didasarkan pada sejumlah bukti di lapangan yang menunjukkan adanya kemungkinan keterlibatan pihak lain.
Pazri juga meminta agar proses penyidikan dikembangkan lebih lanjut, termasuk dengan pemeriksaan menyeluruh terhadap rekaman CCTV di sepanjang rute lokasi penemuan korban.
"Proses penyidikan harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan DNA, karena diduga terjadi tindak kekerasan seksual di sana," tegasnya.
Apa Bukti yang Telah Diamankan?
Pihak penyidik telah mengamankan 14 alat bukti yang berpotensi menguatkan proses penyelidikan.
Di antaranya adalah dua kendaraan bermotor yang diduga digunakan oleh terduga pelaku, yaitu sebuah mobil Daihatsu Xenia warna hitam dengan pelat nomor DA 1256 PC, serta sebuah sepeda motor hitam.
Mobil tersebut diketahui merupakan kendaraan sewaan dari kawasan Jalan Golf, Landasan Ulin.
"Ada sewa mobil, dan dalam mobil eksekusinya," ungkap Pazri, yang menduga bahwa pembunuhan terhadap Juwita terjadi di dalam mobil tersebut.
Bukti lain yang juga mencolok adalah upaya pelaku menghancurkan identitasnya, serta penggunaan nama orang lain untuk pembelian tiket, yang semakin memperkuat dugaan adanya perencanaan matang.
Menurut Pazri, indikasi pembunuhan berencana terlihat jelas dari beberapa temuan.
“Tadi kami sama-sama mendengar, baik dari keluarga maupun tim kuasa hukum, bahwa yang dituduhkan kepada terduga pelaku adalah pembunuhan berencana,” ucapnya.
Hasil otopsi juga menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan fisik berat, termasuk patah tulang pada bagian leher korban.
Hal itu menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami Juwita tidak terjadi secara spontan, melainkan disengaja dan terencana.
Mengapa Tes DNA Diperlukan?
Salah satu aspek penting dari kasus ini adalah adanya dugaan kekerasan seksual. Muhamad Pazri, menyatakan bahwa keluarga korban meminta dilakukan tes DNA terhadap sperma yang ditemukan di tubuh Juwita.
"Berdasarkan keterangan dari dokter forensik, sperma tersebut diketahui memiliki volume yang besar," katanya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai siapa pemilik dari DNA tersebut. Tes DNA menjadi krusial untuk mengungkap kebenaran dan mengidentifikasi pelaku sebenarnya.
Namun, fasilitas forensik di Kalimantan Selatan belum memadai untuk pemeriksaan DNA secara lengkap.
"Kami mengusulkan agar tes DNA dilakukan di luar daerah, seperti di Surabaya atau Jakarta, agar hasilnya lebih akurat dan tidak menimbulkan keraguan," jelas Pazri.
Pazri menyampaikan harapan agar penyidik dapat menggali lebih dalam setiap petunjuk baru yang ditemukan, serta menjadikan kasus ini sebagai prioritas penyelesaian.
"Saya berharap langkah-langkah penyelesaian kasus ini dapat membantu mempercepat proses penyidikan dan membawa kejelasan lebih lanjut dalam mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini," ujarnya.
Saat ini, terduga pelaku J, yang merupakan anggota TNI AL Lanal Balikpapan, masih dalam proses penyidikan.
Belum ada penetapan status tersangka secara resmi, meski banyak bukti telah mengarah kepadanya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ditemukan Sperma di Jasad Jurnalis Juwita, Keluarga Minta Tes DNA".