AUSTIN, KOMPAS.com — Seorang hakim federal di Texas memutuskan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melanggar hukum karena menggunakan undang-undang era perang untuk mendeportasi imigran.
Ironisnya, keputusan ini berasal dari hakim yang dulunya ditunjuk secara langsung oleh Trump, Fernando Rodriguez.
Menurut Rodriguez, penggunaan undang-undang Alien Enemies Act (AEA) oleh Trump untuk menahan dan mendeportasi anggota geng Venezuela Tren de Aragua (TdA) melampaui batas kewenangan hukum.
Trump diketahui mulai menggunakan undang-undang langka dari tahun 1798 tersebut pada 15 Maret lalu.
Ia juga mengirim dua pesawat berisi para tersangka ke penjara di El Salvador.
Dalam pernyataan resminya, Trump menyebut geng TdA sebagai ancaman nyata dan telah melakukan hal yang sebanding dengan “invasi” terhadap wilayah AS.
Trump juga menuduh Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai dalang di balik kegiatan geng tersebut.
Namun, Hakim Rodriguez menegaskan bahwa seorang presiden tidak bisa secara sepihak menyatakan adanya invasi atau ancaman dari negara asing untuk mengaktifkan AEA.
“Membiarkan presiden mendefinisikan sendiri kondisi untuk menggunakan AEA, lalu menyatakan kondisi itu telah terpenuhi, berarti memberikan kekuasaan tanpa batas pada cabang eksekutif,” tulis Rodriguez dalam putusan setebal 36 halaman itu.
Ia juga menambahkan, pemerintahan Trump tidak memiliki dasar hukum untuk menahan, memindahkan, ataupun mendeportasi warga Venezuela berdasarkan AEA.
Keputusan hakim federal ini disambut baik oleh American Civil Liberties Union (ACLU), organisasi hak sipil yang mengajukan gugatan untuk menghentikan deportasi.
“Pengadilan menegaskan bahwa presiden tidak bisa sembarangan mendeklarasikan invasi dan menggunakan hukum perang di masa damai,” kata Lee Gelernt, pengacara ACLU.
“Undang-undang dari abad ke-18 ini tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan seperti ini. Ini adalah keputusan yang sangat penting,” imbuhnya.
ACLU turut mengkritik pengiriman para tersangka ke penjara El Salvador, yang dikenal memiliki kondisi yang keras dan penuh pelanggaran HAM.
Selain itu, para pengacara menyebut bahwa beberapa warga Venezuela yang telah dideportasi ditangkap hanya berdasarkan penampilan fisik, seperti tato, tanpa bukti keanggotaan geng yang jelas.
Kasus yang paling disorot adalah Kilmar Abrego Garcia, warga negara bagian Maryland, yang dideportasi ke penjara El Salvador.
Hingga kini, ia belum dibebaskan meskipun pemerintah telah mengakui penangkapan tersebut sebagai kesalahan administratif.