MEDAN, KOMPAS.com -Polrestabes Medan mengklarifikasi bahwa dugaan penganiayaan terhadap tahanan bernama Salman Alfaris Siregar tidak terbukti.
"Kita sudah konfirmasi ke yang bersangkutan dan melakukan visum. Hasilnya, tidak ada tanda-tanda kekerasan," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan saat diwawancarai di Polrestabes Medan pada Kamis (27/2/2025).
Gidion menambahkan bahwa Salman telah mengklarifikasi bahwa tidak ada peristiwa penganiayaan yang terjadi di sel tahanan Polrestabes Medan.
"Dia (Salman) mengakui menyatakan hal itu dalam kondisi psikis yang tidak stabil," ujarnya.
Lebih lanjut, Gidion menjelaskan bahwa Salman kini sudah tidak ditahan karena telah berdamai dengan pihak yang melaporkannya terkait perkara penipuan dan penggelapan.
"Kasus utama dia sudah selesai karena berdamai. Jadi dia tak ditahan lagi," ucap Gidion.
Sebelumnya, Salman, yang merupakan warga Kabupaten Deli Serdang, diduga mengalami penyiksaan saat ditahan di Polrestabes Medan.
Tuseno, kuasa hukum Salman, mengungkapkan bahwa keluarga Salman menerima informasi dari petugas tahanan bahwa Salman dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan kritis pada 29 Januari 2025.
"Setelah dicek, keadaan korban ada luka lebam di tangan, kaki, dan hidung. Kemudian, ada darah keluar dari air seninya. Sewaktu siuman, korban juga mengalami ketakutan," jelas Tuseno kepada Kompas.com pada Senin (10/2/2025).
Tuseno menambahkan bahwa Salman mengaku telah mengalami penganiayaan sejak ditahan pada 21 Januari.
"Beberapa orang yang menganiaya sebelum tidur malam. Tapi bukan tahanan. Ya kami duga para pelaku ini orang suruhan dari pelapor," ujarnya.
Saat ini, Salman sempat dirawat di Rumah Sakit Columbia Asia Medan, namun kini telah dirujuk kembali ke RS Bhayangkara untuk menjalani perawatan psikologis.
Menanggapi peristiwa tersebut, istri korban telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumut dengan nomor laporan LP/B/114/I/2025 pada 30 Januari.
Mereka berharap Kapolda Sumut dapat mengungkap kasus ini. "Kami duga ini ada keterlibatan aparat. Karena kami dapati kabar CCTV di lokasi mati. Kita minta dia diproses dan apabila ada yang memerintahkan, juga diusut dan ditangkap," tegas Tuseno.
Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi terhadap Salman.
Tuseno, kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa keluarga Salman menerima kabar dari petugas tahanan bahwa Salman dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan kritis pada 29 Januari 2025.
"Setelah dicek, keadaan korban ada luka lebam di tangan, kaki, dan hidung. Kemudian, ada darah keluar dari air seninya. Sewaktu siuman, korban juga mengalami ketakutan," kata Tuseno kepada Kompas.com pada Senin (10/2/2025).
Tuseno menambahkan bahwa Salman mengaku telah mengalami penganiayaan sejak ditahan pada 21 Januari.
"Beberapa orang yang menganiaya sebelum tidur malam. Tapi bukan tahanan. Ya kami duga para pelaku ini orang suruhan dari pelapor," ujarnya.
Salman sempat dirawat di Rumah Sakit Columbia Asia Medan, namun kini telah dirujuk kembali ke RS Bhayangkara untuk menjalani perawatan psikologis.
Menanggapi peristiwa tersebut, istri korban telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumut dengan nomor laporan LP/B/114/I/2025 pada 30 Januari.
Mereka berharap Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto dapat mengungkap kasus ini.
"Kami duga ini ada keterlibatan aparat. Karena kami dapati kabar CCTV di lokasi mati. Kita minta dia diproses dan apabila ada yang memerintahkan, juga diusut dan ditangkap," tegas Tuseno.
Salman sendiri ditahan sebagai tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan.
Menurut Tuseno, Salman adalah seorang pengusaha toko bangunan yang terlibat kerja sama dengan distributor keramik.
"Klien kami ini pernah menjalin kerja sama dengan distributor keramik. Sistemnya, barang laku baru dibayar. Namun, seiring berjalannya waktu, korban belum bisa melunasi utang senilai Rp 168 juta karena kondisi tokonya yang pasang surut," jelas Tuseno.
"Salman berjanji akan membayar Rp 4 juta per bulan, tetapi pelapor menginginkan pembayaran secara tunai. Hal ini menyebabkan ketidaksepakatan dan pelapor akhirnya melaporkan Salman ke Polrestabes Medan," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Polrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan menyatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi terkait peristiwa yang dialami Salman dan saat ini masih mendalami situasi tersebut.
"Saya lebih cenderung menunggu yang bersangkutan sehat dan memberikan keterangan sebenarnya. Kita berdoa yang terbaik untuk beliau," ungkap Gidion saat diwawancarai di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Polda Sumatera Utara menjatuhi hukuman berat kepada tujuh orang polisi dalam kasus pembunuhan tahanan Polrestabes Medan, Budianto Sitepu di akhir Desember 2024.... | Halaman Lengkap [558] url asal
MEDAN - Polda Sumatera Utara menjatuhi hukuman berat kepada tujuh orang polisi dalam kasus pembunuhan terhadap seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) pada akhir Desember 2024 lalu.
Tiga dari tujuh personel polisi yang dihukum itu bahkan menerima hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat. Sementara sisanya mendapat hukuman demosi dan penundaan kenaikan pangkat.
Hukuman itu diputus lewat Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), Senin (3/2/2025).
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP-A/501/XII/2024/Bidpropam yang dilaporkan oleh AKP Rahmadani.
Tiga personel yang dipecat adalah Ipda ID, Brigpol FY dan Briptu DA. Ketiganya juga harus menjalani penempatan khusus (patsus)selama 20 hari.
Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan PTDH tersebut.
Sementara itu, empat anggota lainnya, yakni Aiptu RS, Aipda BA, Bripka TS, dan Brigpol BP dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara dua hingga enam tahun.
Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi. Dia menyampaikan bahwa setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
?Pimpinan Polri berkomitmen untuk menjaga integritas dan memastikan bahwa setiap anggota yang melanggar etik san disiplin akan menerima konsekuensi sesuai ketentuan,? tegas Kasubbid Penmas, Kompol Siti Rohani Tampubolon.
Lebih lanjut, Kompol Siti Rohani menambahkan bahwa putusan sidang ini adalah bukti nyata bahwa Polda Sumut tidak akan menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.
?kami ingin memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat,? jelasnya.
Dengan adanya sanksi tegas ini, Polda Sumut berharap dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya agar tetap profesional dan berintegritas dalam menjalankan tugas.
Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa Polri tidak akan memberikan ruang bagi anggota yang menyalahgunakan wewenang.
"Polda Sumut memastikan bahwa reformasi kepolisian terus berjalan dan setiap oknum yang melanggar akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku," tegasnya.
Diketahui, Budianto Sitepu (42) dinyatakan meninggal dunia saat dirawat di RS Bhayangkara Medan pada Kamis, 26 Desember 2024. Sebelum meninggal Budianto sempat ditahan di ruang tahanan Polrestabes Medan sejak Selasa, 24 Desember 2024.
Selain Budianto, dua warga lainnya, berinisial D dan G, juga menjadi korban penganiayaan. Namun keduanya selamat.
Peristiwa bermula pada Selasa, 24 Desember 2024 mala. Saat itu Ipda ID bersama enam personel lainnya mendatangi sebuah warung tuak di Kecamatan Sunggal, Deliserdang. Warung tersebut diketahui berada tepat di depan rumah mertua Ipda ID.
Meski tidak ada laporan resmi, mereka menangkap Budianto bersama D dan G dengan dalih tertangkap tangan. Penganiayaan diduga terjadi saat proses penangkapan.
Setelah ditangkap, korban dibawa ke Polrestabes Medan dan kembali mendapat perlakuan kasar.
Berdasarkan hasil otopsi, Budianto mengalami pendarahan pada batang otak, kepala, serta luka-luka di pipi, rahang, dan mata akibat kekerasan benda tumpul.
Pengakuan salah korban yang berhasil selamat, D, menyebut Ipda ID awalnya mereka yang sedang mabuk di warung tuak. Lalu terjadi adu mulut yang berujung kekerasan. D bersama korban lain kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan terus dipukuli.
Setibanya di Polrestabes Medan, Budianto sudah dalam kondisi babak belur akibat dianiaya petugas. Dua hari kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.
Tiga polisi dipecat dalam kasus penganiayaan menewaskan tahanan Polrestabes Medan. Selain itu empat anggota Polri lainnya diberikan sanksi demosi. - Bagian all [563] url asal
MEDAN, iNews.id - Polda Sumatra Utara menjatuhkan hukuman berat kepada tujuh anggota Polri di kasus pembunuhan seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) akhir Desember 2024. Tiga di antaranya menerima hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan.
Hukuman itu diputus lewat Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), Senin (3/2/2025). Empat polisi lainnya mendapat hukuman demosi dan penundaan kenaikan pangkat.
Sidang ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP-A/501/XII/2024/Bidpropam yang dilaporkan oleh AKP Dr Rahmadani.
Identitas ketiga polisi dipecat yakni Ipda ID, Brigpol FY dan Briptu DA. Selain dipecat, mereka juga menjalani penempatan khusus (patsus) selama 20 hari. Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan tersebut.
Sementara empat anggota lainnya yakni Aiptu RS, Aipda BA, Bripka TS dan Brigpol BP dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara 2 hingga 6 tahun. Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban.
Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan, tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi. Hal ini disampaikannya melalui Kasubbid Penmas Kompol Siti Rohani Tampubolon.
"Setiap pelanggaran, sekecil apa pun akan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Pimpinan Polri berkomitmen untuk menjaga integritas dan memastikan bahwa setiap anggota yang melanggar etik san disiplin akan menerima konsekuensi sesuai ketentuan,” ujar Kompol Siti mengutip pernyataan Kapolda, Senin (3/2/2025).
Lebih lanjut, Kompol Siti Rohani menambahkan putusan sidang ini bukti nyata Polda Sumut tidak akan menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.
“Kami ingin memastikan Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat,” katanya.
Dengan adanya sanksi tegas ini, Polda Sumut berharap dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya agar tetap profesional dan berintegritas dalam menjalankan tugas. Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa Polri tidak akan memberikan ruang bagi anggota yang menyalahgunakan wewenang.
"Polda Sumut memastikan reformasi kepolisian terus berjalan dan setiap oknum yang melanggar akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku," ucapnya.
Diketahui, Budianto Sitepu (42) dinyatakan meninggal dunia saat dirawat di RS Bhayangkara Medan pada Kamis 26 Desember 2024. Sebelum meninggal, Budianto sempat ditahan di ruang tahanan Polrestabes Medan sejak Selasa 24 Desember 2024.
Selain Budianto, dua warga lainnya berinisial D dan G juga menjadi korban penganiayaan. Namun keduanya masih selamat.
Peristiwa bermula pada Selasa, 24 Desember 2024 malam. Saat itu Ipda ID bersama enam personel lainnya mendatangi sebuah warung tuak di Kecamatan Sunggal, Deliserdang. Warung tersebut diketahui berada tepat di depan rumah mertua Ipda ID.
Meski tidak ada laporan resmi, mereka menangkap Budianto bersama D dan G dengan dalih tertangkap tangan. Penganiayaan diduga terjadi saat proses penangkapan. Setelah ditangkap, korban dibawa ke Polrestabes Medan dan kembali mendapat perlakuan kasar.
Berdasarkan hasil autopsi, Budianto mengalami pendarahan pada batang otak, kepala serta luka-luka di pipi, rahang dan mata akibat kekerasan benda tumpul.
Pengakuan salah korban yang berhasil selamat D menyebut, awalnya mereka yang sedang mabuk di warung tuak lalu Ipda ID datang hingga terjadi adu mulut yang berujung kekerasan. Korban D bersama dua orang lainnya kemudian dimasukkan ke dalam mobil dan terus dipukuli.
Setiba di Polrestabes Medan, Budianto sudah dalam kondisi babak belur akibat dianiaya petugas. Dua hari kemudian, dia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.
Polda Sumut menjatuhkan sanksi berat kepada tujuh personel yang terlibat dalam kematian Budianto, seorang tahanan yang ditahan di RTP Polrestabes Medan. [434] url asal
Kematian Budianto setelah dua hari ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes berbuntut panjang. Polda Sumut menjatuhkan sanksi berat kepada tujuh personel yang terlibat dalam kematian Budianto.
"Dalam Sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), Polda Sumut menjatuhkan sanksi berat kepada tujuh personel yang terlibat dalam kasus meninggalnya Budianto," ujar Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, Senin (3/2)
Whisnu menyebutkan dari hasil sidang, tiga anggota polisi, yakni Ipda ID, Brigpol FY, dan Briptu DA dijatuhi sanksi terberat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
"Selain itu, mereka juga harus menjalani penempatan khusus selama 20 hari. Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan tersebut," jelasnya.
Sementara itu, empat anggota lainnya, yakni Aiptu RS, Aipda BA, Bripka TS, dan Brigpol BP dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara dua hingga enam tahun.
"Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban," terangnya.
Whisnu menambahkan sidang ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Polisi Nomor LP-A/501/XII/2024/Bidpropam yang dilaporkan oleh AKP Dr. Rahmadani.
"Tidak ada toleransi bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi. Setiap pelanggaran, sekecil apa pun, akan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku," tegasnya.
Sementara itu, Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon menyampaikan putusan sidang ini adalah bukti nyata bahwa Polda Sumut tidak akan menutup mata terhadap kesalahan anggotanya.
"Kami ingin memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat," jelasnya.
Dengan adanya sanksi tegas ini, Polda Sumut berharap dapat menjadi contoh bagi anggota lainnya agar tetap profesional dan berintegritas dalam menjalankan tugas.
"Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian. Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa Polri tidak akan memberikan ruang bagi anggota yang menyalahgunakan wewenang," sebutnya.
Diketahui, Budianto meninggal dunia setelah dua hari ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan. Budianto dibawa ke RS Bhayangkara Medan pada Rabu (25/12/2024) pukul 15.05 WIB. Setelah mendapatkan perawatan, nyawa Budianto tak tertolong.
Budianto bersama dua temannya G dan D ditangkap di warung tuak di Gang Horas, Desa Sei Semayang, Deliserdang pada Rabu (25/12/2024) sekitar pukul 00.20 WIB. Ketiganya ditangkap karena dugaan pengancaman. Dalam penangkapan itu, polisi juga mengamankan satu bilah parang.
Personel yang melakukan penangkapan sempat bersitegang dengan Budianto di warung tuak tersebut. Warung tuak itu sendiri berada tak jauh dari rumah mertua salah satu anggota Polrestabes Medan yang melakukan penangkapan.
Namun Budianto mengalami kekerasan saat proses penangkapan. Dari hasil visum ada kekerasan yang dialami Budianto yakni luka di kepala dan rahang.
Kasus guru hukum siswa SD (Sekolah Dasar) Yayasan Abdi Sukma Medan duduk di lantai gara-gara menunggak pembayaran SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) berlanjut. Ibu dari siswa SD tersebut melaporkan sang guru ke Polrestabes Medan karena tak terima anaknya dipermalukan.
AM didampingi tim pengacaranya membuat Laporan Pengaduan (LP) ke Polrestabes Medan pada Selasa (14/1/2025) malam dengan nomor laporan LP/B/132/I/2025/POLRESTABES MEDAN.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan membenarkan bahwa AM ibu dari IM telah membuat laporan polisi.
"Benar, nanti akan kita tindaklanjuti," kata Gidion kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/1).
Gidion menyebutkan AM melaporkan guru tersebut terkait dugaan kekerasan terhadap anak karena menghukum anaknya duduk di lantai.
"Dilaporkan terkait kekerasan terhadap anak. Untuk saat ini laporannya masih pendalaman," urainya.
Sementara itu, AM saat dihubungi CNNIndonesia.com belum memberikan jawaban atas laporan yang dibuat ke Polrestabes Medan.
Video seorang siswa Sekolah Dasar (SD) Yayasan Abdi Sukma di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut) berinisial MI dihukum mengikuti pembelajaran dengan duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) viral di media sosial.
Dalam video yang beredar, AM yang tak lain ibu dari MI mendatangi guru SD Yayasan Abdi Sukma. Dia mempertanyakan sikap guru yang mengasingkan anaknya dengan cara duduk di lantai hanya gara gara belum membayar uang SPP.
"Begini loh Bu dia ini disoraki dari tadi di luar saya datang. Bu ambil rapor, Mesia duduk di bawah, dia nangis loh bu," ujar AM sambil menangis bertemu dengan guru yang menghukum anaknya tersebut.
AM mengaku terkejut saat mendengar cerita anaknya yang masih kelas IV SD itu mendapat hukuman sejak tanggal 6 Januari 2025. Bahkan MI juga sempat menolak masuk sekolah karena tak sanggup menanggung malu akibat mendapatkan hukuman disaksikan teman satu kelasnya.
"Dia nangis mau pergi sekolah, dia nangis. Dia bilang Mamak, MI malu duduk di bawah. Dia sempat enggak mau sekolah karena malu. Di mana sih perasaan ibu anak kayak gini itu harus menanggung malu bu," ujarnya kepada sang guru.
Ibu siswa SD yang viral duduk di lantai melaporkan guru ke polisi, menyusul dugaan kekerasan terhadap anak. Polisi masih mendalami kasus ini. Halaman all [353] url asal
MEDAN, KOMPAS.com - Kamelia, ibu dari siswa SD yang dihukum belajar di lantai karena tunggak SPP, melaporkan guru yang menghukum anaknya, Hariati, ke Mapolrestabes Medan.
Kepala Polrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, Kamelia membuat laporan itu pada Selasa (14/1/2025).
Hal itu ditandai dengan laporan nomor: LP/B/132/I/2025/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut.
"Laporannya terkait dugaan kekerasan terhadap anak. Terlapor guru yang menghukum korban duduk di lantai," kata Gidion kepada Kompas.com saat dihubungi melalui saluran telepon pada Rabu (15/1/2025).
Di dalam laporan itu, Kamelia menyampaikan, mulanya mendapati cerita anaknya, MA, malu datang ke sekolah pada Rabu (8/1/2025) pagi.
Sebab, MA dihukum oleh terlapor untuk duduk di lantai saat proses belajar karena belum mengambil rapor dan membayar SPP sejak Senin (6/1/2025).
Sekitar pukul 10.00 WIB, Kamelia datang ke sekolah anaknya, yakni sekolah milik Yayasan Abdi Sukma, di Kota Medan.
Dia ingin memeriksa apakah apa yang disampaikan anaknya benar atau tidak.
Setibanya di lokasi, Kamelia melihat MA memang duduk di lantai ruang kelas 4 SD saat jam pelajaran.
Kamelia mengaku sempat mempertanyakan hal itu kepada Hariati.
Hariati menyampaikan bahwa siswa yang tidak membayar SPP dan belum menerima rapor tidak dibenarkan mengikuti pelajaran.
Atas kejadian itu, Kamelia membuat laporan ke Mapolrestabes Medan.
Gidion menyampaikan, kini penyidik masih bekerja untuk mendalami kasus tersebut.
Berbagai peristiwa dan kasus kriminal terjadi di wilayah Sumatera Utara (Sumut) dalam sepekan ini. Peristiwa itu menyita perhatian publik. Simak di sini. [1,526] url asal
Berbagai peristiwa dan kasus kriminal terjadi di wilayah Sumatera Utara (Sumut) dalam sepekan ini. Peristiwa itu menyita perhatian publik.
Misalnya, soal kasus seorang kakek di Deli Serdang yang menganiaya istrinya hingga tewas lalu bunuh diri hingga kasus tahanan Polrestabes Medan yang tewas usai dua hari ditangkap petugas kepolisian.
Berikut detikSumut rangkum peristiwa dan kasus kriminal yang terjadi dalam sepekan terakhir:
1. Kakek Hajar Istri Pakai Kapak Lalu Bunuh Diri
Seorang kakek di Kabupaten Deli Serdang bernama Sulaiman Ginting (56) menghajar istrinya, Sulastri Sinulingga (44) menggunakan kapak hingga tewas. Setelah itu, pelaku membunuh dirinya sendiri.
"Pelaku dan korban satu tahun yang lalu menikah secara siri," kata Kapolsek Kutalimbaru AKP Banuara Manurung, Senin (23/12/2024).
Banuara menyebut peristiwa itu terjadi di rumah orang tua korban di Dusun IV Namo, Desa Pasar X, Kecamatan Kutalimbaru, Jumat (20/12). Korban kabur ke ruang orang tuanya usai terlibat cekcok dengan pelaku pada Minggu (15/11).
Lalu, pada saat kejadian, pelaku mendatangi rumah orang tua korban sambil memegang pisau dan kapak. Setelah itu, pelaku mencari korban dan menemukannya di dapur.
Kemudian pelaku menyeret korban dan menghajarnya menggunakan kapak dan pisau hingga tewas. Usai membunuh korban, pelaku berupaya bunuh diri dengan menyayat perutnya. Akibatnya, korban dilaporkan tewas di lokasi kejadian.
Pembunuhan itu diduga dipicu karena pelaku cemburu dan menduga korban memiliki hubungan dengan laki-laki lain.
2. Kadis PUTR Toba Diculik Saat Antar Anak Sekolah
Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Toba Sofian Sitorus diduga diculik saat tengah mengantar anaknya sekolah. Saat ini, pihak kepolisian telah menangkap tiga orang pelaku.
"Sudah, ada tiga orang sudah kita amankan," kata Kasi Humas Polres Toba AKP Bungaran Samosir saat dikonfirmasi detikSumut, Selasa (24/12).
Bungaran menyebut peristiwa itu terjadi saat Sofian tengah mengantarkan anaknya ke sekolah TK Mutiara, Kecamatan Balige, Kamis (5/12). Usai mengantar anaknya, korban tiba-tiba dipepet sejumlah orang dan dipaksa turun dari mobil dinasnya.
Lalu, korban dibawa paksa ke dalam mobil milik para pelaku. Sementara, mobil korban saat itu tertinggal di depan sekolah tersebut.
Setelah itu, kata Bungaran, korban dibawa ke arah Parapat. Di dalam mobil, para pelaku memukul dan mengancam korban.
Lalu, pada sore harinya para pelaku memulangkan korban. Atas kejadian itu korban membuat laporan ke Polres Toba pada 9 Desember 2024
Pihak kepolisian yang menerima laporan itu lalu menyelidiki kasus tersebut hingga akhirnya menangkap ketiga pelaku yang terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki secara bertahap sejak 21-23 Desember. Ketiganya, yakni MS, WSS dan JWS.
Bungaran belum memerinci motif penculikan itu. Dia menyebut penyidik masih mendalaminya. Termasuk mendalami apakah ada pelaku lain dalam peristiwa itu.
3. Dokter Muda Aniaya Penjual Roti Bakar
Mahasiswa kedokteran berinisial F viral karena menganiaya penjual roti bakar di Kota Medan bernama Fitra Samosir (26). Fitra menyebut peristiwa itu terjadi di tempatnya bekerja di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Medan Timur, Kamis (19/12) sekira pukul 19.00 WIB.
Sebelum kejadian itu, dokter muda itu memang membeli roti bakar rasa cokelat keju pada sore harinya.
"Kakak itu dari sore memang sudah belanja kemari. Pesan roti bakar Bandung coklat keju," kata Fitra, Selasa (24/12).
Lalu, pada malam harinya, FFdatang dan tiba-tiba melempar dua potong roti sisa yang dibelinya ke korban. Fitra menyebut pada saat dokter muda itu pergi, dia sempat menanyakan alasannya mengamuk. Pada saat itu, F menyebut bahwa dirinya mempermasalahkan soal toping roti yang menurutnya terlalu sedikit.
Atas kejadian itu, Fitra mengaku mengalami luka cakar di tangan dan kening. Dia menyebut telah membuat laporan ke Polrestabes Medan dengan nomor STTLP/B/3609/XII/2024/SPKT Polrestabes Medan/Polda Sumut tertanggal 19 Desember 2024.
FFmerupakan mahasiswa kedokteran yang sempat menjalani koas di RSUD Pirngadi Medan. Namun, belakangan, pihak rumah sakit mengembalikan F ke kampusnya sejak Juli 2024.
"Sudah diserahkan kembali ke kampusnya sejak Juli kemarin," kata Kepala Humas RSUD Pirngadi Medan Gibson Girsang saat dikonfirmasi detikSumut, Kamis (26/12).
Gibson mengatakan F dikembalikan ke kampusnya karena hubungannya dengan rekan-rekannya tidak harmonis. Namun, Gibson belum memerinci lebih lanjut terkait hal itu.
Saat menjalani koas di RSUD Pirngadi, FFjuga sempat viral karena mengamuk ke pasangan suami istri (pasutri) di parkiran RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2023. Adu mulut tersebut disebabkan oleh masalah parkir. Namun, pada akhirnya kasus itu diselesaikan dengan perdamaian usai dimediasi oleh Polsek Medan Timur.
Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan pihaknya tengah menyelidiki laporan itu. Polisi juga akan segera memeriksa F.
"Hari Senin rencana akan kami panggil," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan saat mengunjungi korban Fitra Samosir di tempat jualannya di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kamis (26/12).
Gidion mengatakan penyidik telah memeriksa tiga saksi atas kejadian itu. Rencananya, pihak kepolisian juga akan memberikan pendampingan psikologi kepada terlapor karena sudah dua kali viral.
"Kami juga akan memberikan pendampingan psikologi terhadap yang bersangkutan karena berulang. Meskipun tidak ada korelasinya antara pendampingan dan proses hukumnya secara langsung dan itu jadi pertimbangan," ujarnya.
4. Pria di Taput Panjat Pohon Natal Setinggi 15 Meter Gegara Depresi
Satu video yang menunjukkan seorang pria nekat memanjat pohon natal setinggi 15 meter, viral di media sosial (medsos). Peristiwa itu terjadi di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).
Kasi Humas Polres Taput Aiptu Walpon Baringbing menyebut peristiwa itu terjadi di depan gedung Sopo Partukkoan Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Tarutung, Minggu (22/12) malam. Pria yang memanjat pohon natal setinggi 15 meter itu adalah Reynaldo Sihite (29).
"Pemuda itu memanjat pohon natal setinggi 15 meter di depan gedung Sopo Partukkoan Jalan Sisingamangaraja Tarutung," kata Walpon, Kamis (26/12).
Walpon menyebut pria itu tiba-tiba memanjat pohon natal tersebut hingga ke puncaknya. Setelah pihak kepolisian mendapat informasi tersebut, petugas langsung menghubungi pihak PLN Tarutung untuk membawa tangga.
Selang beberapa waktu, petugas PLN pun tiba di lokasi. Tak lama, Abang pria tersebut juga tiba di lokasi dan naik ke atas pohon natal untuk membujuk korban. Berdasarkan pengakuan abangnya, korban mengalami depresi berat selama dua tahun terakhir.
5. Tahanan Tewas Usai 2 Hari Ditangkap
Seorang pria bernama Budianto Sitepu (42) tewas dengan luka lebam di tubuh dua hari setelah ditangkap anggota Polrestabes Medan di Deli Serdang.
Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan jika sesuai keterangan keluarga Budianto Sitepu, ada keributan saat minum minuman keras. Warung minuman keras itu bertetangga dengan mertua Ipda ID yang saat ini dilakukan penempatan khusus (Patsus) terkait peristiwa ini.
"Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, ini saya merujuk kepada keluarga korban yang mengatakan bahwa ada minum-minum tuak di sebuah kedai yang kebetulan bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda ID)," kata Kombes Gidion Arif Setyawan, Jumat (27/12).
Pada Senin (23/12) malam, sudah mulai ada persoalan di lokasi kejadian. Saat itu, atap warung tempat minum korban dilempar batu.
"Lalu terjadi persoalan, dilempar batu seng-nya itu dilempar batu di kedai ini, ter tanggal 23 (Desember), 23 (Desember) sudah mulai," ucapnya.
Kemudian besok malamnya, Budianto bersama teman-temannya kembali minum-minuman keras di warung dekat rumah mertua Ipda ID tersebut dan terjadi persoalan. Ipda ID kemudian memanggil personel Polrestabes Medan yang saat itu sedang patroli pengamanan malam Natal.
Gidion tidak merinci persoalan apa yang terjadi sehingga Ipda ID memanggil personel Polrestabes Medan lainnya. Pihaknya bakal mendalami apakah ada persoalan pribadi terkait hal itu.
Kekerasan diduga dialami Budianto saat penangkapan yang dilakukan oleh personel Polrestabes Medan. Hal itu sejalan dengan keterangan saksi yang berada di lokasi.
Berdasarkan visum et repertum, Gidion menjelaskan jika terdapat sejumlah luka akibat benda tumpul di tubuh Budianto. Seperti pendarahan otak, luka menganga di rahang, hingga luka di bagian mata.
Dalam perjalanan dari lokasi ke Polrestabes Medan, Budianto juga diduga mengalami kekerasan. Budianto kemudian ditempatkan di ruang tahanan sementara karena belum 1x24 jam.
Budianto kemudian mengeluh muntah-muntah saat berada di ruang tahanan sementara tersebut. Budianto kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan meninggal pada Kamis (26/12) pagi.
"Di ruang penitipan sementara tadi yang bersangkutan muntah-muntah kemudian menyampaikan tidak kuat karena muntah-muntah tadi, kemudian dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia di rumah sakit pada hari Kamis sekira pukul 10.30 WIB," tutupnya.
Awalnya Gidion menyampaikan ada 6 personel yang dilakukan pemeriksaan. Namun, jumlah tersebut bertambah menjadi tujuh.
7 personel Polrestabes Medan itu kemudian dipatsus. Gidion mengaku jika Patsus merupakan proses yang cukup extraordinary dalam tahap pemeriksaan internal.
Gidion menjelaskan jika 1 dari 7 orang itu merupakan perwira yakni Ipda ID yang bertugas sebagai Panit Resmob Satreskrim Polrestabes Medan. Sedangkan 6 orang lainnya adalah personel dari Unit Resmob dan Unit Pidum.
Polrestabes Medan memulangkan G dan D usai sempat ditahan. G dan D merupakan teman Budianto Sitepu (42) yang tewas usai ditangkap Polrestabes Medan. [729] url asal
Polrestabes Medan memulangkan G dan D usai sempat ditahan. G dan D merupakan teman Budianto Sitepu (42) yang tewas usai ditangkap Polrestabes Medan.
"Sudah kita lakukan pemeriksaan dan tadi malam sudah kita pulangkan kepada keluarganya, tadi juga saya ke keluarga korban, termasuk juga bertemu dengan 2 orang lainnya," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan, Jumat (27/12/2024).
Kedua teman Budianto itu ditetapkan sebagai saksi. Awalnya keduanya dibawa bersama Budianto terkait kepemilikan senjata tajam.
"Sebagai saksi, jadi si salah satu orang itu kan diduga membawa senjata tajam pada saat itu, karena awalnya sudah ada persoalan, maka saling mencurigai, waktu itu ditangkap melintas membawa senjata tajam ditangkap sama anggota," ucapnya.
Namun setelah dilakukan pemeriksaan, senjata tajam itu ternyata milik Budianto. Budianto disebut menitipkan senjata tajam itu ke G dan D.
"Tapi ceritanya senjata tajam dari mana? Senjata tajam dari Pak BS, hanya dititipin, jadi saya rasa kita juga harus fair kalau itu kita pulangkan," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) tewas usai dua hari ditangkap pihak kepolisian. Polisi menegaskan bahwa korban tidak tewas di tahanan.
"Sebelumnya saya mengucapkan dukacita dan belasungkawa kami atas meninggalnya salah seorang yang kemarin kita amankan, BS. Yang ingin saya tegaskan bahwa beliau tidak meninggal di dalam tahanan atau di kantor polisi," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan saat konferensi pers, Kamis (26/12) malam.
Gidion menyebut kejadian itu berawal saat korban dan sejumlah temannya tengah memutar musik dengan volume yang kencang sambil mabuk di salah satu kedai tuak di Desa Sei Semayang, Selasa (24/12) malam.
Lalu, saat itu seorang petugas kepolisian inisial Ipda ID yang kebetulan tengah berada di rumah mertuanya menegur korban. Rumah mertua ID ini berdekatan dengan warung tuak tersebut.
"Awalnya seperti yang disampaikan keluarga korban juga, bahwa yang bersangkutan (korban) mabuk. Memang pada waktu itu, anggota saya itu ada di depan rumah mertuanya, kebetulan di depannya ada kedai tuak," jelasnya.
"Dari keterangan yang disampaikan oleh keluarga korban, memang dalam kondisi mabuk, terus musiknya dalam kondisi kencang dan tetangganya mungkin sudah sepuh dan waktu itu malam Natal," sambung Gidion.
Kesal ditegur, korban dan dua rekannya mengancam akan membawa massa. Merasa terancam, lalu anggota polisi tersebut pun menghubungi teman-temannya yang juga anggota polisi.
Pada saat itu, kata Gidion, korban dan teman-temanya juga mengancam menggunakan parang. Pengancaman itu juga telah dilaporkan anggota polisi tersebut setelah petugas menangkap ketiganya.
"Iya, ada laporan polisinya juga, ada pengancaman karena yang bersangkutan (BS) merasa punya massa mungkin, mengundang teman-temannya. Kemudian beberapa temannya datang dengan menggunakan senjata tajam," ujarnya.
Pihak kepolisian pun berupaya mengamankan Budianto dan teman-temanya atas pengancaman itu. Pada saat proses penangkapan itu, sempat terjadi pergulatan antara korban dan petugas kepolisian.
Pada akhirnya, ada tiga orang yang ditangkap oleh petugas kepolisian sekira pukul 00.20 WIB. Ketiganya, yakni Budianto, G dan D.
Untuk diketahui, Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan awalnya ada 6 personel yang dilakukan pemeriksaan. Namun hari ini terdapat 7 personel yang dilakukan pendalaman pemeriksaan.
"Kemarin kami menyampaikan bahwa kami telah melakukan pemeriksaan terhadap anggota secara internal, personel yang melakukan penangkapan pada saat itu yaitu 6 orang kami sampaikan di awal dan hari ini kita sampaikan ada 7 personel yang kami lakukan pendalaman pemeriksaan secara internal," kata Kombes Gidion Arif Setyawan di Mapolrestabes Medan, Jumat (27/12).
Gidion menjelaskan jika 1 dari 7 orang itu merupakan perwira yakni Ipda ID yang bertugas sebagai Panit Resmob Satreskrim Polrestabes Medan. Sedangkan 6 orang lainnya adalah personel dari Unit Resmob dan Unit Pidum.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menceritakan kronologi penangkapan terhadap Budianto Sitepu (BS), tahanan yang diduga tewas dianiaya. [375] url asal
MEDAN, iNewsMedan.id - Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menceritakan kronologi penangkapan terhadap Budianto Sitepu (BS), tahanan Polrestabes Medan yang diduga tewas karena penganiayaan dalam kasus dugaan pengancaman dan mengganggu ketertiban.
"Sebelumnya saya mengucapkan dukacita dan bela sungkawa dari Polrestabes Medan atas meninggalnya salah seorang yang kemarin kita amankan atas nama BS," kata Kapolrestabes Medan kepada wartawan, Kamis (26/12/2024) malam.
Kasus ini, berawal dari seorang anggota polisi dari Polrestabes Medan berinsial ID sedang mengunjungi rumah keluarganya, di Desa Semayang pada Selasa (24/12/2024) malam. Kemudian, ID menegur BS yang sedang minum-minum di warung tuak sambil mendengarkan musik terlalu keras, diduga mengganggu ketertiban masyarakat. Antara ID dan BS sempat terjadi cekcok mulut.
"Pengancaman kemudian dengan kekerasan. Yang bersangkutan mabuk dan kita pada waktu itu anggota saya ini ada di depan rumah mertuanya. Kebetulan di depan ada kedai tuak," ujar Gidion.
Saat itu, malam Natal dan BS dan teman-temannya minum tuak sambil mendengarkan musik suara keras, yang dinilai sangat mengganggu masyarakat sekitar.
"Ya memang, dalam kondisi mabuk dan musiknya kencang mengganggu tetangganya. Kebetulan tetangganya sepuh, dan pada saat itu momen malam Natal, maka situasi dan dinamika pada malam itu mungkin kita gak merasakan," jelas Gidion.
Pada saat itu, kata Gidion, ID menegur BS tidak terima dan malah menggil kawan-kawannya."Karena tadi ditegur dan kemudian dia tidak senang, kemudian anggota menyampaikan tegurannya. Pak BS ini mengancam memanggil teman-temannya," terangnya.
Tidak lama berselang, pada Rabu (25/12/2024) dini hari, ID mengamankan BS bersama teman-temannya, yakni D dan G, kemudian di bawa ke Polrestabes untuk dimintai keterangan.
Kemudian, Rabu sorenya, BS dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan, untuk mendapatkan pertolongan medis. Gidion mengungkapkan hasil melihat rekaman CCTV di ruang titipan sementara dan bukan di sel tahanan. Terlihat BS sudah mengalami luka-luka.
"Dan yang ingin saya tegaskan adalah beliau (BS) tidak meninggal di dalam tahanan, di dalam sel, atau di kantor polisi. Beliau meninggal di rumah sakit pada hari Kamis pukul 10.34 WIB," ungkap Kapolrestabes Medan.
Gidion menegaskan pihaknya melalui Propam Polrestabes Medan, tengah melakukan penyidikan atas kematian BS. Kini, 6 personel polisi sudah dilakukan pemeriksaan, termasuk ID sendiri.
"6 orang sudah diperiksa saat ini. Dan masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut atas kasus ini," tandas Gideon.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menepis kabar terduga pelaku pengancaman dengan kekerasan, Budianto Sitepu (42), tewas di dalam sel tahanan.... | Halaman Lengkap [349] url asal
MEDAN - Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menepis kabar terduga pelaku pengancaman dengan kekerasan, Budianto Sitepu (42), tewas di dalam sel tahanan. Menurutnya, tahanan meninggal dunia di Rumah Sakit Bhayangkara Medan usai muntah-muntah saat berada di sel sementara.
Untuk diketahui, Budianto Sitepu, seorang warga Deliserdang, meninggal dunia setelah ditangkap oleh enam oknum polisi yang mengaku berasal dari Satuan Reskrim Polrestabes Medan. Penangkapan tersebut terjadi pada Rabu (25/12/2024) malam, bertepatan dengan hari pertama Natal, di Jalan Medan-Binjai, Gang Horas, Sunggal, Deliserdang.
"Yang ingin saya tegaskan, Budianto tidak meninggal di dalam sel atau di kantor polisi. Beliau meninggal di rumah sakit pada hari Kamis (26/12/2024), kurang lebih jam 10.34 WIB," katanya.
Menurut Kapolres, Budianto dilarikan ke rumah sakit pada Rabu (25/12/2024) pukul 15.05 WIB untuk perawatan medis. Budianto muntah-muntah di ruang penitipan sementara.
Dijelaskan, Budianto ditangkap bersama dua rekannya, P dan D, Rabu (25/12/2024) dini hari, karena melakukan pengancaman dengan kekerasan. Ketiganya lalu dibawa kantor polisi.
"Belum ada surat perintah (penangkapan) karena waktu itu dalam posisi tertangkap tangan," kata Gideon.
Ia mengakui hasil visum menunjukkan adanya kekerasan yang dialami oleh Budianto, yakni luka di kepala dan di bagian rahang. Ada dugaan kekerasan terjadi pada saat proses penangkapan. Enam personel Polrestabes Medan yang terlibat dalam penangkapan Budianto sedang diperiksa oleh Paminal Polrestabes Medan untuk mengungkap fakta penyebab kematian.
"Manakala memang ada dugaan pelanggaran kode etik maupun SOP dalam proses penangkapan, ya kita akan menyesuaikan ketetapan yang sudah dibuat secara internal," katanya.
Pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini, sementara jenazah Budianto telah dilakukan autopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Sebelumnya diberikan, dalam sebuah video amatir yang beredar, terlihat wajah Budianto lebam membiru, dan ada dugaan tanda-tanda penganiayaan di bagian dadanya. Keluarga yang mendengar kabar kematiannya langsung mendatangi Rumah Sakit Bhayangkara untuk melihat jenazahnya.
Suasana haru menyelimuti rumah sakit, terutama dari istri almarhum, Dumaria Simangunsong, yang menangis histeris melihat kondisi suaminya. Awalnya, sempat terjadi cekcok antara pihak keluarga dan dokter forensik, yang belum memberikan izin untuk melihat jenazah. Namun, izin akhirnya diberikan, dan keluarga bisa melihat kondisi Budianto.
Seorang pria bernama Budianto Simangunsong dilaporkan meninggal dunia setelah dua hari ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan [558] url asal
Seorang pria bernama Budianto Simangunsong dilaporkan meninggal dunia setelah dua hari ditahan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan. Keluarga mencurigai adanya tindakan kekerasan yang menyebabkan kematian Budianto.
Istri dari Budianto, Dumaria Simangunsong, mengaku mengetahui kematian suaminya setelah mencari tahu sendiri ke RS Bhayangkara Medan. Wanita tersebut langsung histeris saat melihat kondisi suaminya yang sudah terbujur kaku.
"Nggak ada dari kantor polisi yang ngasih tahu kalau suamiku meninggal. Setelah ku datangi ke rumah sakit, barulah aku tahu suami ku sudah meninggal," kata Dumaria menangis histeris di RS Bhayangkara, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan, Kamis (26/12).
Dumaria menceritakan peristiwa bermula pada Selasa (24/12/) malam. Saat itu sang suami bersama teman-temannya sedang minum-minum di sebuah warung di Gang Horas, Desa Sei Semayang, Deliserdang.
"Tanggal 24 Desember malam mereka minum minum di warung. Mungkin sudah mabuk la. Jadi tetangga dari warung itu keberatan karena sudah larut malam mereka menghidupkan musik dan mabuk-mabukan. Diperingatkan tapi gak dihiraukan mereka," jelasnya.
Keesokan malamnya, Budianto dan teman temannya kembali mabuk-mabukan diiringi musik yang kencang. Dumaria mengatakan salah seorang polisi yang merupakan menantu dari warga setempat bermarga Siagian mendatangi warung tersebut.
"Malam kedua begitu juga, sudah diperingatkan tapi mereka gak mau. Polisi yang merupakan menantu dari warga bermarga Siagian itu datang memperingatkan. Tapi kemudian terjadi pertengkaran," ucap Dumaria.
Setelah itu, Budianto bersama dua orang temannya ditangkap tanpa ada surat penangkapan. Dumaria baru mengetahui suaminya ditangkap pada pukul 24.00 WIB dari rekan sang suami.
"Setelah itu suami saya dan 2 temannya dibawa polisi tersebut tanpa adanya surat penangkapan. Saya pun tahu kejadian itu jam 24.00 malam diberitahu oleh teman suami. Saat itu saya tidak tahu ke mana suami saya dibawa. Saya sempat datangi Polsek Percut Sei Tuan, ternyata tidak ada di sana. Lalu saya datang ke Polrestabes Medan," paparnya.
Dumaria pun mendatangi Polrestabes Medan pada Kamis. Di sana, wanita tersebut tidak diizinkan bertemu dengan suaminya. Belakangan ia mendapat kabar bahwa Budianto sudah dibawa ke RS Bhayangkara. Namun saat itu Dumaria belum mengetahui sang suami sudah tak bernyawa.
"Saya lapor ke piket di Polrestabes Medan mau jumpai suami saya. Tidak dikasi sama sekali. Orang itu bilang pak Budianto sudah dibawa ke rumah sakit. Tapi tidak boleh menjenguk kalau tidak ada persetujuan Kanit. Saya telpon Kanit tak mau angkat. Mereka bilang gak bisa sembarangan kalau gak ada Kanit. Jadi saya langsung ke rumah sakit," urainya.
Saat tiba di RS Bhayangkara, betapa terkejutnya Dumaria mendapati suaminya sudah terbujur kaku. Ia pun sempat tak diizinkan melihat jasad suaminya.
"Tiba-tiba saya melihat jenazah suami sudah dibawa ke kamar jenazah. Saya tidak diberitahu apa pun," ungkapnya.
umaria mencurigai adanya tindakan kekerasan yang menyebabkan Budianto meninggal dunia. Apalagi ia mendapati wajah suaminya sudah lebam-lebam. Selain itu, bagian badannya juga telah membiru.
"Hanya lewat saja saya nampak suami saya digotong. Saya lihat wajahnya, sudah lebam-lebam, badan biru-biru, dadanya juga. Padahal suami saya selama ini sehat, tidak ada menderita penyakit apapun," ungkap Dumaria.
Dumaria mencurigai ada yang janggal dengan kematian suaminya. Untuk itu, dia meminta peristiwa tersebut diusut tuntas.
"Saya minta seadil-adilnya karena suami saya pas dibawa baik-baik saja, tidak ada sakit apapun . Tapi kenapa suami saya ternyata sudah meninggal dengan kondisi tubuhnya sudah lebam lebam," urainya.
Terpisah, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengaku belum bisa memberikan penjelasan secara detail terkait peristiwa itu.
"Nanti akan dijelaskan, mohon waktu," paparnya singkat.