JAKARTA, KOMPAS.com — Penyanyi sekaligus vokalis band GIGI, Armand Maulana, memberikan pandangannya mengenai skema royalti musikdirect license (DL) yang tengah ramai diperbincangkan.
Armand juga menanggapi revisi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang sedang dalam proses perubahan.
Armand Maulana mengaku tidak mempermasalahkan sistem pembayaran royalti direct license untuk performing rights, selama memiliki dasar hukum yang jelas.
Skema ini menjadi sorotan setelah Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) — yang diketuai oleh Piyu (Padi Reborn) dengan Ahmad Dhani sebagai dewan pembina — menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
“Ketika skema baru ditawarkan, itu sama seperti dalam kehidupan lain. Sesuatu yang sudah berjalan cukup lama, tiba-tiba ada skema baru, tentu harus ada penyesuaian,” kata Armand saat ditemui di daerah Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
Namun, menurutnya, sistem ini harus memiliki payung hukum yang jelas agar tidak menimbulkan kebingungan di industri musik.
“Permasalahannya, skema yang ditawarkan ini harus ada dasar hukumnya. Sejauh yang saya tahu, sejak dulu sampai sekarang, seluruh stakeholder di industri musik Indonesia berpegang pada Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014,” tutur Armand.
“(Harus) Ada mekanismenya, ada perhitungan yang jelas, karena kalau royalti kan harus ada pajaknya juga,” tambahnya.
Harap Pemerintah Segera Memutuskan Aturan Hukum
Pelantun “Nakal” ini berharap persoalan royalti musik bisa segera diselesaikan agar tidak memunculkan kebingungan di kalangan musisi.
Sebagai penyanyi, ia meminta pemerintah untuk segera memberikan keputusan yang jelas mengenai aturan royalti.
“Sebagai ujung tombak yang menyanyikan sebuah karya, kami merasa bingung. Ini harus segera diberikan jawaban oleh pemerintah,” ucap Armand.
“Pekerjaan performer, begitu juga pencipta lagu, itu kan dilakukan setiap hari. Kalau terus begini, semuanya jadi status quo. Sebenarnya kami hanya meminta kepada negara untuk segera memutuskan aturan mana yang harus dijalankan,” tambahnya.
Sebelumnya, Armand yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) telah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjelas aturan hukum bagi penyanyi.
“Makanya, kemarin VISI sebagai wadah penyanyi memohon uji materi ke MK. Seperti yang saya bilang tadi, penyanyi itu kan ujung tombak yang membawakan karya. Sekarang ada poin baru, makanya kami bertanya,” ungkapnya.
Salah satu hal yang dipertanyakan dalam uji materi ini adalah kewajiban penyanyi untuk meminta izin langsung kepada pencipta lagu sebelum membawakan sebuah karya.
“Yang dipertanyakan, apakah penyanyi harus izin dulu kepada pencipta? Sebenarnya bukan minta izin lagi, karena kita sudah punya izin melalui LMK. Jadi, bukan tiba-tiba serta-merta kita menyanyikan lagu tanpa adanya izin,” jelasnya.
Armand juga menanggapi rencana revisi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Ia mengaku setuju dengan perubahan tersebut karena hukum harus terus mengikuti perkembangan zaman, terutama di industri musik.
“Saya setuju revisi Undang-Undang Hak Cipta karena sebuah undang-undang harus selalu update dengan perkembangan zaman,” ucap Armand.
Ia menyoroti perubahan besar dalam industri hiburan, terutama dengan munculnya berbagai platform digital yang kini menjadi bagian dari ekosistem musik.
“Dulu, penyiaran hanya lewat TV dan radio. Sekarang ada YouTube, ada podcast, ada banyak platform lain. Kalau regulasinya enggak ikut berubah, ya susah,” katanya.
Menurut Armand Maulana, ketidakpastian hukum tentang royalti hingga perizinan lagu membuat posisi penyanyi dan pencipta lagu terkatung-katung. Halaman all [317] url asal
Sebagai penyanyi, ia meminta pemerintah untuk segera memberikan keputusan yang jelas mengenai aturan royalti.
Diketahui, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang diketuai oleh Piyu Padi Reborn dengan Ahmad Dhani sebagai dewan pembina, menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Karena itu, mereka mengajukan sistem baru bernama direct license (DL).
Selain itu, muncul pula persoalan terkait izin yang harus diminta penyanyi kepada pencipta lagu sebelum membawakan sebuah karya.
Armand mengungkap kebingungannya sebagai penyanyi dalam menghadapi polemik ini.
Ia menilai pemerintah harus segera mengambil keputusan agar tak ada lagi kebingungan di kalangan pelaku industri musik.
“Sebagai ujung tombak yang menyanyikan sebuah karya, kami merasa bingung. Ini harus segera diberikan jawaban oleh pemerintah,” kata Armand saat ditemui di daerah Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).
Menurut Armand, ketidakpastian hukum ini membuat posisi penyanyi terkatung-katung.
“Pekerjaan performer, begitu pun pencipta lagu, itu kan dilakukan setiap hari. Kalau terus begini, semuanya jadi status quo. Sebenarnya kami hanya meminta kepada negara untuk segera memutuskan aturan mana yang harus dijalankan,” tambah Armand.
Lebih lanjut, Armand yang tergabung dalam wadah Vibrasi Suara Indonesia (VISI) telah mempertanyakan aturan hukum yang berlaku bagi penyanyi kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
“Makanya, kemarin VISI sebagai wadah penyanyi memohon uji materi ke MK. Seperti yang saya bilang tadi, penyanyi itu kan ujung tombak yang membawakan karya. Sekarang ada poin baru, makanya kami bertanya,” ungkap Armand.
Salah satu hal yang dipertanyakan juga adalah kewajiban penyanyi untuk meminta izin langsung kepada pencipta lagu sebelum membawakan sebuah karya.
“Yang dipertanyakan, apakah penyanyi harus izin dulu kepada pencipta? Sebenarnya bukan minta izin lagi, karena kita sudah punya izin melalui LMK. Jadi, bukan tiba-tiba serta merta kita nyanyiin tanpa adanya izin,” tutur Armand.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gema Keadilan siap memberikan bantuan hukum bagi para pembeli tiket konser DAY6 yang merasa dirugikan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gema... | Halaman Lengkap [253] url asal
JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gema Keadilan siap memberikan bantuan hukum bagi para pembeli tiket konser DAY6 yang merasa dirugikan menyusul keputusan sepihak, yang memindahkan lokasi konser tanpa kejelasan yang memadai.
Langkah ini diambil setelah sejumlah penggemar melaporkan kekecewaan dan kebingungan terkait perubahan venue mendadak. Mereka menilai tindakan tersebut tidak hanya mengurangi kualitas pengalaman menonton, tetapi juga melanggar hak konsumen atas informasi dan layanan yang sesuai dengan yang dijanjikan.
"Kami sudah menerima beberapa laporan dari masyarakat yang merasa mengalami kerugian baik secara materi maupun emosional. Dalam hal ini, setiap konsumen berhak mendapatkan perlakuan yang adil, informasi yang transparan, serta kompensasi jika diperlukan," ujar Juru Bicara LBH Gema Keadilan Sanju Bayu, Senin (24/3/2025).
Menurut Sanju, konser yang sebelumnya dipromosikan dengan konsep stadium level ternyata dipindahkan ke venue yang lebih kecil tanpa pengumuman resmi yang menyeluruh. Perubahan ini dinilai sangat mengecewakan, khususnya bagi pemegang tiket kelas atas yang merasa fasilitas yang diterima tidak sebanding dengan harga yang dibayarkan.
Menanggapi situasi ini, LBH Gema Keadilan tengah menghimpun bukti dan keterangan dari para korban untuk dilakukan kajian hukum lebih lanjut. Pihaknya menekankan pentingnya perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Bila terbukti terjadi pelanggaran, kami tidak akan ragu menempuh jalur hukum. Konsumen tidak boleh diposisikan sebagai pihak yang lemah dalam industri ini. Transparansi dan akuntabilitas adalah keharusan," tegas Sanju.
Saat ini, kata Sanju, LBH Gema Keadilan telah membuka layanan pengaduan hukum bagi pembeli tiket yang terdampak. Layanan ini mencakup konsultasi daring hingga pendampingan hukum, tanpa dipungut biaya.
Saat bulan Ramadhan, umat Muslim berusaha menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, termasuk menjaga perilaku agar tidak mengurangi pahala. Salah satu ... [520] url asal
Jakarta (ANTARA) - Saat bulan Ramadhan, umat Muslim berusaha menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, termasuk menjaga perilaku agar tidak mengurangi pahala. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah mendengarkan musik saat berpuasa bisa mengurangi pahala atau bahkan membatalkan puasa?
Pandangan ulama mengenai hal ini cukup beragam. Sebagian berpendapat bahwa musik bisa mengalihkan seseorang dari ibadah, sementara yang lain menilai bahwa hukum mendengarkan musik tergantung pada isi dan pengaruhnya.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum mendengarkan musik saat berpuasa menurut ajaran Islam? Mari simak penjelasannya lebih lanjut.
Pandangan Islam saat mendengarkan musik saat puasa Ramadhan
Musik dalam Islam dianggap haram, baik di bulan Ramadhan maupun di waktu lainnya. Namun, larangan ini menjadi lebih ditekankan selama bulan suci karena dosanya dianggap lebih besar.
Puasa sendiri bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan serta rasa takut kepada Allah. Oleh karena itu, seluruh anggota tubuh harus dijaga dari perbuatan yang bertentangan dengan perintah-Nya. Allah berfirman (tafsir maknanya):
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah 2:183]
Dan Rasulullah SAW bersabda: “Puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi puasa itu menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan keji.” (HR. Al-Hakim, ia berkata: Hadits ini shahih menurut syarat Muslim).
Dalam hadis yang shahih, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan jelas menyebutkan bahwa mendengarkan alat musik hukumnya haram.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam sebuah riwayat mu’allaq bahwa Nabi SAW bersabda, "Akan muncul di tengah umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutra, daging babi, dan alat musik."
Sementara itu, Al-Tabarani dan Al-Baihaqi menyatakan bahwa hadis ini termasuk dalam kategori riwayat mausul.
Hukum mendengarkan musik saat puasa Ramadhan, apakah batal?
Jadi hukum mendengarkan musik saat berpuasa di bulan Ramadhan pada dasarnya adalah mubah, selama tidak disertai dengan perbuatan maksiat. Hal ini juga tidak termasuk dalam perkara yang membatalkan puasa maupun merusak keabsahannya. Dengan demikian, hukum mendengarkan musik selama Ramadhan sama seperti di hari-hari lainnya.
Namun, mendengarkan musik termasuk dosa karena dianggap sebagai perbuatan yang dilarang, sehingga akan mengurangi pahala puasa. Oleh karena itu, orang yang berpuasa tidak hanya menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan secara fisik, tetapi juga harus menjaga diri dari perbuatan yang dapat mengurangi pahalanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Bisa jadi ada seseorang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar. Dan bisa jadi ada seseorang yang melaksanakan qiyamullail, tetapi tidak mendapatkan apa pun dari qiyamnya selain begadang di malam hari.” (HR. Ibnu Majah, 1690; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Meskipun melakukan dosa, termasuk mendengarkan musik, tidak membatalkan puasa secara hukum, orang yang berpuasa tetap dianggap telah menunaikan kewajibannya dan tidak perlu mengganti puasanya. Namun, pahala yang seharusnya diperoleh bisa berkurang, bahkan hilang, akibat perbuatan yang tidak sesuai dengan ketakwaan.
Agnez Mo dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak cipta lagu 'Bilang Saja' dan dihukum membayar Rp 1,5 miliar. Dia berencana mengajukan kasasi. [1,016] url asal
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa Agnez Mo terbukti melakukan pelanggaran hak cipta atas lagu 'Bilang Saja' ciptaan Ari Bias. Putusan ini disampaikan pada 30 Januari 2025.
Kuasa hukum Ari Bias, Minola Sebayang, menyatakan bahwa Agnez Mo menggunakan lagu tersebut secara komersial tanpa izin pencipta dalam tiga konser.
"Intinya adalah menyatakan tergugat (Agnez Mo) telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan secara komersial lagu ciptaan penggugat (Ari Bias) 'Bilang Saja' pada tiga konser tanpa izin penggugat," kata Minola Sebayang, Senin (3/2) lalu, dikutip dari detikPop.
Berdasarkan putusan tersebut, majelis hakim menghukum Agnez Mo untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias.
"Menghukum tergugat menggunakan lagu ciptaan penggugat tersebut secara komersial tanpa izin sebesar Rp 1,5 miliar," ungkap Minola Sebayang.
Agnez Mo Ajukan Kasasi
Agnez Mo tak tinggal diam. Penyanyi itu berencana mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Namun, ia belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai langkah hukum yang akan diambil.
Setelah menghadiri pertemuan di Kementerian Hukum, Agnez Mo memilih untuk tidak memberikan komentar mendalam terkait kasus ini.
"(Kasasi) kan lagi on going case, nggak bisa dikasih tahu dong," ujar Agnez Mo di Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Perdebatan soal Hak Cipta
Kasus ini memicu diskusi lebih luas terkait penerapan Undang-Undang Hak Cipta, terutama mengenai performing rights. Agnez Mo sebelumnya sempat mengkritik adanya perbedaan interpretasi terhadap regulasi tersebut.
"Sayangnya, karena mungkin ada kasus yang teman-teman juga tahu, akhirnya membuat kebingungan bukan cuma untuk saya tapi juga untuk penyanyi-penyanyi lain atau pencipta lagu lain di Indonesia," kata Agnez Mo.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman yang lebih dalam mengenai hukum hak cipta agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Makanya saya pikir, bagus nih kita pakai kesempatan ini untuk sama-sama belajar, sama-sama duduk, sama-sama mendengar, dan sadar hukum," tambahnya.
Ahmad Dhani Sebut Agnez Mo Manusia Sombong
Musisi Ahmad Dhani turut menanggapi polemik ini. Dalam pesan singkat yang dikirim kepada detikpop, Rabu (19/2/2025), ia menyoroti keputusan hukum yang menyatakan Agnez Mo bersalah.
Ahmad Dhani bersama musisi lainnya, seperti Piyu, mendukung langkah Ari Bias dalam menuntut haknya sebagai pencipta lagu. Menurutnya, Agnez Mo tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan persoalan ini.
Namun, ada pula musisi lain yang membela Agnez Mo. Mereka menilai bahwa yang bertanggung jawab atas pembayaran royalti adalah penyelenggara acara, bukan penyanyi yang membawakan lagu di panggung.
Berikut tulisan Ahmad Dhani:
Dia dikontak komposer yang bernama Ari Bias (komposer yang menciptakan lagu paling terkenal di jajaran list lagu Agnez Mo, tidak pernah direspons). Ari Bias bermaksud untuk bertanya soal 'Hak dia' atas performing rights yang Undang-undangnya berlaku sudah sejak 2014.
Harus nya, ideal nya, sejak UU Performing Rights, diketok, Ari Bias wajib mendapatkan haknya atas lagu yang dinyanyikan Agnez sekecil apapun jumlahnya. Hingga 10 tahun berlangsung, Ari Bias tetap tidak mendapatkan haknya tersebut.
WA tidak direspon respons, akhirnya Ari Bias mensomasi Agnez Mo. Somasi pun tidak digubris.
Jika karena bukan karena 'kesombongan manusia', apalagi yang membuat Agnez Mo menafikan salah satu komposer yang ikut menyumbangkan rezeki performingnya Agnez Mo, selain kesombongan atau keangkuhan?
Akhirnya Ari Bias menggugat Agnez Mo ke pengadilan. Di pengadilan pun, Agnez Mo tidak pernah datang. Merasa punya 'teman kuat' di peradilan?
Akhirnya Agnez Mo pun diputus bersalah di Pengadilan Niaga. Karena menurut hakim, pengguna lagu adalah penyanyi dan Agnez Mo tidak bisa membuktikan surat izin dari sang pemilik hak cipta.
Setelah mendengar kesaksian ahli di persidangan, hakim yakin bahwa bukan EO atau promotor yang wajib bayar royalti. Performing rights adalah hak cipta pertunjukan komersial yang mudah dimonetized (berbeda dengan lagu-lagu yang diperdengarkan di radio, televisi, hotel, restoran dll yang sulit dimonetized). Jika sulit dimonetized, maka komposer tidak boleh melarang.
Setelah diputus bersalah, Agnez Mo malah bikin pembelaan di Podcast Deddy Corbuzier, omon-omon hukum secara monolog (karena Deddy Corbuzier juga buta hukum soal Hak Cipta). Mengolok-olok hakim yang katanya salah dalam menerapkan hukum.
Lah, kemarin ke mana kok tidak hadir di persidangan?
Agnez Mo diwakilkan kuasa hukumnya di persidangan dan sudah diberikan kesempatan untuk membuktikan dalil-dalilnya dan ternyata, setelah diperiksa semua argumentasi dan bukti-bukti hakim, akhirnya menyatakan Agnez Mo 'bersalah' karena tidak minta izin sesuai Pasal 9 UUHC.
Tidak perlu jauh-jauh bicara hukum, sejak UU Hak Cipta soal Performing Rights itu berlaku, lalu Agnez Mo, menyanyikan lagu Ari Bias tanpa izin, itu saja sudah melanggar etika.
Padahal bagi yang mengerti, etika adalah di atas hukum. Tentunya melanggar UU Hak Cipta juga. Tetapi karena kesombongannya, Agnez Mo merasa tidak melanggar etika. Merasa tidak perlu meminta maaf kepada para pencipta lagu, padahal tidak pernah meminta izin selama 10 tahun.
Padahal Ari Bias sudah sangat bijak dengan tidak menggugat konser-konser sebelumnya yang sudah menggunakan lagunya dan hanya menggugat 3 konser terdekat rentang waktunya. Padahal angka Rp 15 juta yang Ari Bias minta untuk 3 konser direct license, adalah sangat murah dibanding denda Rp 1,5 miliar.
Lalu kenapa penyanyi-penyanyi lain yang menyanyikan lagu Ari Bias di konser-konsernya tidak digugat oleh Ari Bias? Karena mereka punya etika dan empati dan membayar langsung ke Ari Bias.
Kesimpulan saya, menurut hemat saya, Agnez MO adalah manusia yang sombong.
Tolong dibantah jika ada kalimat yang tidak sesuai, ya. Please.
Menjelang bulan suci Ramadan, grup hadrah Al Hijrah yang beranggotakan para napi muslim di Rutan Kelas IIB Salatiga dengan semangat mengikuti pelatihan memainka [269] url asal
Salatiga, iNewsSoloraya.id - Menjelang bulan suci Ramadan, grup hadrah Al Hijrah yang beranggotakan para napi muslim di Rutan Kelas IIB Salatiga dengan semangat mengikuti pelatihan memainkan alat musik rabana.
Dengan lihai, 11 Napi binaan ustadz Nahrawi melantunkan shalawat yang menggema hingga ujung lorong Rutan Salatiga yang sering disebut dengan istilah penjara.
Kepala Rutan Salatiga Redy Agian mengatakan dengan fasilitas alat - alat hadroh ini para santri napi lebih memanfaatkan waktu dengan berbagai kegiatan positif dengan tentunya sarana mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Dengan hadirnya grup Al Hijrah ini setidaknya menjadi sarana positif bagi santri napi untuk meningkatkan keagamaan dan menjadi sarana dakwah serta pengembang potensi para santri," katanya, Sabtu (01/02).
Redy Agian menjelaskan grup Al Hijrah ini sering ditampilkan dalam acara peringatan hari - hari keagamaan.
"Minggu depan kami akan mengadakan pengajian akbar bersama dan salah satunya akan kami hadirkan penampilan Al Hijrah ini dengan bershalawat bersama napi lain, terlebih menjelang bulan suci Ramadan sehingga nantinya diisi dengan berbagai macam kegiatan ibadah," jelasnya.
Salah satu napi, Dolly yang terjerat perkara narkoba ini mengaku senang dan bangga dapat bergabung dengan grup hadroh Al Hijrah ini.
"Walaupun sedang menjalani masa hukuman, saya kaget ternyata di penjara ini diajarkan berbagai macam pembinaan, salah satunya dengan masuk ke grup Al Hijrah selain bisa bermain rabana juga menjadi sarana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kami," ungkapnya.
Dolly mengaku sebelumnya sama sekali belum bisa memainkan alat hadroh.
"Saya memang suka musik, bermain gitar, tetapi untuk menggunakan alat rabana ini baru diajarkan di Rutan ini. Semoga hal positif yang diberikan Bapak pembina disini akan menjadi manfaat bagi saya dan teman-teman seperjuangan," pungkasnya.