Komnas HAM meminta Kementerian Komdigi mengevaluasi dan mengawasi ketat penggunaan aplikasi pertemanan dan kencan online di Indonesia.
Hal ini disampaikan menyusul kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur oleh eks Kapolres Ngada Fajar Widyadharma.
"Melakukan evaluasi secara menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap penggunaan aplikasi pertemanan dan kencan online (aplikasi MiChat dan sejenisnya)," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya, Minggu (30/3).
Komnas HAM mengingatkan penggunaan aplikasi pertemanan dan kencan online itu menimbulkan dampak serius terhadap peristiwa prostitusi dan tindak pidana perdagangan orang.
Mereka juga meminta Komdigi memerhatikan penggunaan aplikasi itu serta dampaknya bagi tumbuh kembang dan gaya hidup anak remaja.
Dalam kasus yang menjerat Kapolres Ngada ini, Komnas HAM juga meminta kepolisian, Pemda NTT, dan Pemkot Kupang melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap ketiga korban anak dalam kasus ini.
Komnas HAM menyatakan langkah itu diambil untuk memastikan ketiga korban anak dalam kondisi yang sehat dan tidak mendapatkan transmisi penyakit apapun sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi.
"Mengingat hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual," ucap Uli.
Komnas HAM merekomendasikan pemeriksaan kesehatan mantan Kapolres Ngada, Fajar, setelah salah satu korban pencabulan positif PMS. Proses hukum juga diminta. [413] url asal
Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) merekomendasikan agar mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini disampaikan setelah Komnas HAM mendapatkan fakta salah satu korban pencabulan dari AKBP Fajar terinfeksi penyakit menular seksual (PMS).
"Melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap Saudara Fajar, terutama pemeriksaan kesehatan terkait penyakit menular seksual, mengingat hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual," ujar Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, Sabtu (29/3/2025), melansir detikBali.
Desakan Komnas HAM ini merupakan salah satu poin dari sembilan rekomendasi Komnas HAM kepada Kapolri. Selain soal pemeriksaan kesehatan, Komnas HAM juga meminta agar Polri memproses hukum kedua tersangka, Fajar dan Stefani (20) alias F, secara profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan bagi korban.
Komnas HAM kemudian meminta kepolisian menemukan dan mengungkap peran V yang diduga perantara dan penyedia jasa layanan untuk Fajar. Komnas HAM mendapatkan temuan itu setelah melakukan koordinasi dan permintaan keterangan kepada Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri serta Ditreskrimum Polda NTT terkait penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
Komnas HAM juga telah meminta keterangan dua korban anak yang masing-masing berusia 13 tahun dan 16 tahun), orang tua korban anak (6 tahun), dan satu tersangka.
"Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Kapolri untuk menemukan dan mengungkap peran Saudara Fangki Dae sebagai nama yang dipakai oleh Saudara Fajar ketika memesan kamar pada 25 Januari 2025. Menemukan perantara lain yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual oleh Saudara Fajar," urai Uli.
Artikel ini sudah tayang di detikBali, baca selengkapnya di sini.