Komnas HAM mengaku saat ini tengah menyelidiki satu kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Total sudah empat kasus HAM yang diselidiki di Aceh. [470] url asal
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku saat ini tengah menyelidiki satu kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Total sudah empat kasus yang diselidiki dan tiga di antaranya sudah diakui pemerintah sebagai pelanggaran HAM berat.
"Masih ada satu penyelidikan lagi yang masih dilakukan Komnas HAM untuk kasus yang terjadi di Aceh. Kasus bumi flora," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro kepada wartawan di Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh di Banda Aceh, Kamis (10/4/2025).
Atnike menyebutkan, kasus itu masih berproses namun dia enggan membeberkan sejauh mana sudah penyelidikan yang dilakukan. "Kalau penyelidikan biasanya kami tidak bisa menyampaikan," jelasnya.
Sementara tiga kasus pelanggaran HAM yang sudah diakui pemerintah adalah peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada tahun 1998. Lokasi Rumoh Geudong berada di desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Kedua Peristiwa Simpang KAA di Aceh pada tahun 1999. Simpang KKA adalah sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.
Peristiwa ketiga yakni tragedi Jambo Keupok Aceh pada tahun 2003. Peristiwa ini terjadi di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.
Sementara satu kasus lagi yang sudah selesai penyelidikan yakni peristiwa di Timang Gajah, Bener Meriah. Kasus itu disebut sudah diserahkan ke kejaksaan.
"Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan terhadap beberapa kasus pelanggaran HAM yang kemudian ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat ya. Tiga di antaranya sudah pernah diakui oleh presiden Jokowi sebagai pelanggaran HAM berat yang akan mendapatkan pemulihan melalui mekanisme non-judisial," jelas Atnike.
Diketahui, Bumi Flora merupakan nama perusahaan sawit yang berlokasi di Julok, Aceh Timur. Di lokasi tersebut, terjadi pembantaian yang menyebabkan 31 orang tewas, 7 luka-luka dan 1 hilang.
Insiden itu terjadi pada 9 Agustus 2021. Dikutip dari situs museumham.kontrasaceh.or.id, penembakan terhadap puluhan warga sipil itu diduga dilakukan pasukan TNI. Para korban disebut dikumpulkan di Afdeling IV PT Bumi Flora kemudian diberondong tembakan.
Dosen Hukum Unipa Maumere, Gregorius Cristison Bertholomeus, menyebut polisi yang mencabuli anak SMP di Sikka bisa kena UU ITE dan Perlindungan Anak. Halaman all [332] url asal
SIKKA, KOMPAS.com – Dosen Hukum Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Gregorius Cristison Bertholomeus, menanggapi kasus dugaan pencabulan yang dilakukan anggota Polres Sikka Aipda II terhadap seorang pelajar sekolah menengah pertama (SMP) berinisial KJN (15).
Kasus ini dilaporkan oleh korban ke Mapolres Sikka pada Selasa (12/03/2025).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku melakukan panggilan video serta menunjukkan alat kelamin kepada korban.
Selain itu melalui messenger, pelaku mengajak korban untuk berhubungan badan.
Ia juga mengiming-imingi akan memberikan uang senilai Rp 1 juta asalkan korban menuruti permintaannya.
Menurut Gregorius kasus ini termasuk kategori delik biasa bukan delik aduan.
“Ini masuk delik biasa, bukan delik aduan. Jadi siapa pun masyarakat atau keluarga bisa melaporkan ke kepolisian atau Komnas Perlindungan Anak,” ujar Gregorius saat dihubungi, Kamis (20/3/2025).
Menurutnya, perbuatan pelaku bisa dikenakan Pasal 76 E Juncto 82 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.
Gregorius menyebut pada pasal 82 hukuman pidana penjara paling ringan 5 tahun, dan paling lama 15 tahun.
Selain itu, kata Gregorius, pelaku juga bisa dikenakan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) jika melakukan penyebaran video.
“Ini juga termasuk kejahatan eksploitasi seksual terhadap anak dengan mengajak melakukan videocall seks dengan iming-iming uang Rp 1 juta. Dan ini bisa dikategorikan perbuatan cabul,” pungkasnya.