Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi untuk mengusut kasus pelecehan seksual oleh mantan Kapolres Ngada, termasuk perlindungan dan kompensasi bagi korban. [677] url asal
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait kasus pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma. Rekomendasi tersebut ditujukan kepada berbagai pihak, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT).
Koordinator Sub-Komisi Penegakan HAM, Uli Parulian, menyatakan bahwa Komnas HAM memberikan tiga rekomendasi kepada Polri untuk mengusut kasus ini. Rekomendasi tersebut mencakup pelaksanaan penyelidikan yang transparan dan akuntabel, serta mengungkap individu yang berperan sebagai perantara dan penyedia jasa layanan kencan yang digunakan oleh mantan Kapolres Ngada.
"Melaksanakan proses hukum secara profesional, transparan, akuntabel, yang berkeadilan bagi korban terhadap dua tersangka kasus tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi anak oleh mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma dan saudari F," kata Uli dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, dilansir detikNews, Kamis (27/3/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penting untuk mengungkap peran pihak yang menyediakan jasa layanan kencan bagi Fajar serta perantara lainnya yang hingga kini belum teridentifikasi.
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar Polri memberikan kompensasi yang layak dan adil bagi korban serta keluarga mereka. Dalam penyelidikan kasus ini, Polri diminta untuk mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak guna memastikan hak-hak korban tetap terjaga.
"Memberikan restitusi dan kompensasi yang terbaik dan berkeadilan bagi para korban dan keluarga korban, menetapkan Undang-undang perlindungan anak dalam materi pemeriksaan kedua tersangka," katanya.
Rekomendasi lainnya ditujukan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Menurut Uli, Komnas HAM menyarankan adanya evaluasi dan pengawasan terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak.
"Kemudian rekomendasi ditujukan kepada Kementerian Komdigi, terkait dengan perlunya ada evaluasi dan pengawasan terhadap penggunaan medsos yang dilakukan oleh anak-anak, secara berkala dan dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat," katanya.
Selain kepada Polri dan Komdigi, Komnas HAM juga memberikan rekomendasi kepada Gubernur NTT dan Wali Kota Kupang. Rekomendasi tersebut berkaitan dengan perlindungan serta pemenuhan hak-hak korban anak, termasuk aspek kesehatan, keamanan, serta pendidikan mereka di masa depan.
Berikut ini rekomendasi Komnas HAM kepada Gubernur NTT dan Walikota Kupang terkait pemenuhan hak korban kasus pelecehan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan eks Kapolres Ngada:
1. Melakukan perlindungan terhadap korban anak secara komprehensif dan sistematis melalui penyediaan rumah aman atau rujukan tempat aman lainnya dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan dan pertimbangan yang terbaik bagi kehidupan dan masa depan korban anak.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap ketiga korban anak untuk memastikan ketiga korban anak dalam kondisi yang sehat dan tidak mendapatkan transmisi penyakit apapun sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi.
3. Memastikan proses pendampingan dan pemulihan psikologi terhadap ketiga korban dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan tidak hanya. Tidak hanya terbatas selama proses hukum saja, tetapi secara berkelanjutan hingga ketiga korban memiliki kesiapan yang baik untuk kembali ke dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
4. Memastikan pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan terhadap ketiga korban, baik melalui program pendidikan penyetaraan, maupun kelanjutan pendidikan ketiga korban anak hingga tingkat akhir.
5. Memberikan pendampingan psikologis dan pembekalan pengetahuan terhadap orang tua dan keluarga korban yang mampu berperan pendampingan para korban dalam proses hukum yang dihadapi memberikan kehidupan para korban ke depan dengan lebih baik dan bertanggung jawab.
Vadel Badjideh ditahan di Polres Jakarta Selatan atas dugaan aborsi dan asusila. Kuasa hukum Razman Nasution khawatir dengan kondisi kesehatan Vadel di rutan. [403] url asal
Sudah sebulan Vadel Badjideh ditahan di rutan Polres Jakarta Selatan atas kasus dugaan aborsi dan asusila oleh anak Nikita Mirzani, LM.
Pihak kuasa hukumnya, Razman Nasution sering menjenguk dan melihat keadaan Vadel Badjideh di rutan. Terakhir kali Razman datang, Vadel Badjideh tengah jatuh sakit.
"Untuk saudara Vadel, dapat info yang bersangkutan sakit. Kita memahami dia sakit, karena dia sudah lebih dari 20 hari di tahanan," ujar Razman di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (22/3/2025).
Lebih lanjut, Razman menegaskan bahwa keluarga Vadel sering datang menjenguk. Ia juga merasa khawatir dengan keadaan Vadel.
Pada momen itu, Razman mengaku akan memantau keadaan Vadel Badjideh di tahanan. Namun ia percaya, Vadel memiliki mental yang kuat.
"Saya lihat ibunya rutin jenguk, kakak-kakak dan bapaknya juga. Untuk posisi ini nanti bisa kita pantau secara bersama," sambung Razman.
Lebih lanjut, Razman membahas rencana keluarga Vadel Badjideh mencabut laporan dugaan pencemaran nama baik kepada Nikita Mirzani.
"Jika ada keinginan dari keluarga Badjideh untuk mencabut laporan mereka terhadap saudari Nikita Mirzani, itu hak Pak Umar keluarga. Laporan saya terhadap Nikita, pencemaran nama baik dan kekerasan, tidak akan saya cabut," tegas Razman.
Vadel Badjideh ditahan di Polres Jakarta Selatan sejak 13 Februari 2025. Vadel Badjideh dilaporkan oleh Nikita Mirzani ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Kamis (12/9/2024).
Laporan Nikita terkait dugaan tindakan asusila dan kekerasan seksual terhadap putrinya, LM, yang masih di bawah umur. Adapun laporan ini terdaftar dengan LP/B/2811/IX/2024/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA. Vadel disangkakan atas pelanggaran Undang Undang Kesehatan terkait aborsi dan Undang Undang Perlindungan Anak.
Terdakwa pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama tidak akan mendapatkan amnesti. Kasusnya dianggap membahayakan dan berdampak luas bagi korban. [576] url asal
Terdakwa kasus pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus difable dipastikan tidak akan mendapatkan amnesti dari pemerintah. Pasalnya, perbuatan yang dilakukan Agus dianggap memiliki dampak luas kepada korban.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, mulanya mengatakan dari 44.495 warga binaan, sebanyak 19.337 di antaranya dinyatakan lolos verifikasi awal yang akan diberikan amnesti. Adapun hasil ini didapat usai Direktorat Pemasyarakatan mendistribusikan data mentah amnesti ke 33 kantor wilayah.
"Ditjen Pemasyarakatan melakukan identifikasi data warga binaan pemasyarakatan yang bersumber dari database pemasyarakatan dan Direktorat Teknis berdasarkan kriteria yang akan diberikan amnesti didapatkan data 44.495 warga binaan pemasyarakatan," kata Agus dalam rapat dengan Komisi XIII DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025).
Dari 19.337 orang warga binaan yang dinyatakan lolos verifikasi, mayoritas didapat oleh narapidana dan anak binaan pengguna narkotika. Di antaranya:
a. Pasal 127 Undang-undang Narkotika nomor 35 Tahun 2009 sebanyak 2.591 orang.
b. Kategori pengguna narkotika sesuai surat edaran mahkamah Agung nomor 04/2010 sebanyak 15.447 orang,
Jumlah tersebut akan diajukan kembali untuk proses verifikasi ulang ke Ditjen Administrasi Hukum Umum. Diketahui, amnesti tersebut merupakan program Menteri Imipas untuk mengatasi persoalan overkapasitas.
"Namun jumlah ini akan kami telaah kembali mengingat nomor 04 tahun 2010 hanya meninjau dari jumlah atau kuantitas barang bukti, sedang yang menjadi sasaran pemberian amnesti adalah pengguna atau pemakai," ujar Agus.
Selanjutnya ada narapidana dan anak binaan terkait dengan UU ITE, amnesti diberikan kepada lima orang terkait pasal penghinaan terhadap pribadi atau pemerintah dalam perbedaan pandangan politik. Amnesti juga diberikan kepada 377 orang terkait ITE.
"Narapidana dan anak binaan terkait dengan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik terkait pasal penghinaan terhadap pribadi/pemerintah dan perbedaan pandangan politik 5 orang dan terkait pasal ITE 377 orang, jumlah ini akan kami telah kembali," ujar Agus.
Selanjutnya amnesti diberikan ke narapidana dan anak binaan berkebutuhan khusus. Rinciannya terdiri dari 270 orang yang sakit berkepanjangan, 73 orang dengan gejala kejiwaan, lansia di atas 70 tahun 110 orang, disabilitas 2 orang. Amnesti juga diberikan ke enam perempuan hamil, 37 orang perempuan yang yang merawat anak di lapas, anak binaan 409 orang dan narapidana makar 10 orang.
Terkait Agus difable yang memiliki kebutuhan khusus, Agus Andrianto memastikan bahwa yang bersangkutan tidak akan mendapatkan amnesti.
"Saya rasa, nggak akan dapat, nggak akan dapat," kata Agus usai rapat.
Agus menyebut lantaran kasusnya terkait pelecehan maka I Wayan Agus Suartama tak akan mendapat amnesti. Ia menyebut tindakan Agus membahayakan.
"Jadi kasus-kasus yang seperti itu, yang dampaknya luas kemudian membahayakan yang lain, nggak akan diberikan amnesti," kata dia.
Tahanan EB ditemukan tewas di sel Kejaksaan Batam diduga bunuh diri saat proses hukum kasus pencabulan. Penyidikan lebih lanjut sedang dilakukan. [535] url asal
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapapun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Seorang tahanan Polsek Sekupang berinisial EB (34) ditemukan tewas di sel tahanan sementara Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batam. Tahanan tersebut diduga mengakhiri hidupnya saat proses tahap dua kasus pencabulan yang ditangani polisi.
"EB merupakan tahanan Polsek Sekupang kasus pencabulan anak di bawah umur. Yang bersangkutan dititipkan sementara di Sel Tahanan Kejaksaan Kota Batam untuk dilakukan Proses Tahap II setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum pagi tadi," kata Kapolsek Sekupang Kompol Benhur Gultom, (5/12/2024).
Benhur menjelaskan kronologi tahanan berinisial EB gantung diri bermula dari tiga personel Polsek Sekupang mengantarkan dua orang tahanan, yaitu EB dan J ke kejaksaan negeri. Tahanan EB dibawa untuk proses tahap 2, sedangkan pelaku J dibawa untuk saksi di pengadilan.
"Sekitar pukul 10.00 WIB, EB tiba di Kantor Kejaksaan Negeri Batam dan dibawa ke ruang sel tahanan sementara oleh Bripka Budi Sugiarto, anggota Polsek Sekupang, dan dikunci di dalam sel oleh petugas kejaksaan," ujarnya.
Sekitar 50 menit berlalu, petugas polisi mendengarkan teriakan dari dalam sel tahanan kejaksaan. Teriakan itu menyebutkan ada orang gantung diri.
"Sekitar Pukul 10.50 WIB, seorang petugas Polsek Sekupang mendengar teriakan dari dalam sel tahanan. Teriakan tersebut terdengar seperti gantung diri," ujarnya.
"Petugas berlari menuju sel tersebut dan menemukan beberapa orang sedang berupaya memberikan pertolongan dengan menurunkan tubuh EB yang tergantung menggunakan kain di lehernya, yang terjerat pada jeruji besi ventilasi di dalam sel," tambahnya.
Tahanan berinisial EB kemudian dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda Kepri untuk mendapatkan perawatan medis. Saat di rumah sakit nyawa tahanan tersebut tak tertolong.
"Hasil visum yang dilakukan terhadap jenazah EB menunjukkan adanya luka lecet tekan pada leher akibat kekerasan tumpul dan tanda-tanda mati lemas," ujarnya.
Kompol Benhur menyebut dari keterangan saksi di lokasi kejadian, disimpulkan EB melakukan bunuh diri. Ia menyebut kasus itu juga saat ini ditangani oleh Polsek Batam kota untuk penyelidikan lebih lanjut.
"Dari pemeriksaan saksi-saksi di tempat kejadian perkara, disimpulkan bahwa kematian EB diduga disebabkan karena gantung diri. Dan terhadap peristiwa tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Batam Kota untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut," ujarnya.