KOMPAS.com – Mahasiswa asal Indonesia Aditya Wahyu Harsono (33) yang tinggal di Marshall, Minnesota, kini tengah menghadapi perjuangan hukum setelah ditahan oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) setelah visa mahasiswa (F-1) miliknya dicabut secara mendadak.
Seperti dilansir CBS News dan media lokal The Minnesota Star Tribune, Senin (14/4/2025), mahasiswa asal Indonesia Aditya Wahyu Harsono (33) ditangkap oleh agen ICE (Immigration and Customs Enforcement) berpakaian sipil saat berada di tempat kerjanya di Marshall, Minnesota, Amerika Serikat pada 27 Maret lalu. Tepat empat hari setelah visanya dicabut.
Penangkapan Aditya ini diduga kuat terjadi karena aktivitasnya mendukung gerakan Black Lives Matter sebagai aksi protes atas kematian warga kulit hitam George Floyd pada 25 Mei 2020.
Kini, ia tengah menghadapi proses hukum setelah ditahan oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE). Seiring dengan berjalannya proses hukum, Aditya tetap berada dalam tahanan ICE di Penjara Kandiyohi yang membuatnya harus terpisah dari istri dan anaknya yang berusia 8 bulan.
Pengacara pribadi mahasiswa Indonesia tersebut, Sarah Gad menegaskan bahwa meskipun visa mahasiswa kliennya telah dicabut, status imigrasi yang sahnya tetap berlaku karena ia tengah mengajukan permohonan untuk mendapatkan kartu hijau (green card) melalui istrinya, Peyton Harsono, yang merupakan warga negara AS.
“Meskipun visa mahasiswanya dicabut, dia tetap diizinkan untuk tinggal di AS selama permohonan imigrasinya diproses,” kata Gad.
Gad mengatakan bahwa pencabutan visa Aditya itu didasarkan pada hukuman yang dijatuhkan tahun 2022 lalu atas pelanggaran ringan (misdemeanor) terkait kerusakan properti yang melibatkan sang WNI. Namun Gad mencurigai sebenarnya pandangan politik kliennya telah menjadikannya sebagai target ICE.
Terkait protes kematian George Floyd
STEPHEN MATUREN Sebuah potret George Floyd dilukis di dinding Unity Foods di Minneapolis, Minnesota, pada 10 April 2023. Pada 25 Mei 2020, George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika berusia 46 tahun, meninggal karena tercekik di bawah lutut seorang polisi kulit putih. Rekaman kematiannya yang penuh penderitaan mengejutkan dunia, memicu protes massal terhadap rasisme dan kekerasan polisi. Bagi bibi George Floyd, tiga tahun setelah kematian keponakannya, salah satu fakta yang paling menonjol adalah kesadaran bahwa rasisme sistemik itu ada. (Foto oleh STEPHEN MATUREN / AFP)Harsono pertama kali datang ke Amerika Serikat sepuluh tahun lalu dan telah memegang visa mahasiswa selama itu.
Pada 2023, ia menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Southwest Minnesota State (SMSU) dan bekerja sebagai manajer rantai pasokan di Marshall melalui program Pelatihan Praktik Opsional (OPT) yang memungkinkan mahasiswa internasional bekerja sesuai bidang studi mereka setelah lulus.
Peyton Harsono, istri Aditya mengatakan bahwa selama berkuliah, suaminya begitu dipercaya untuk menjadi manajer rak makanan di universitasnya. Bahkan, seorang profesor dari universitas tersebut memberikan surat rekomendasi yang mendukung kewarganegaraannya di AS.
Istrinya percaya bahwa penangkapan suaminya terkait dengan keterlibatannya dalam protes pada 2021, yang menanggapi kematian George Floyd dan Daunte Wright oleh polisi.
Meskipun tuduhan terhadapnya pada waktu itu hanya berkaitan dengan pelanggaran peraturan jam malam dan akhirnya dibatalkan. Peyton mengklaim bahwa insiden tersebut dan pandangan politik suaminya dijadikan alasan oleh petugas ICE untuk menahan Aditya.
Kompas.com telah menghubungi Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, tetapi belum ada tanggapan dari pihak AS hingga berita ini ditulis.
Perjuangan untuk kebebasan
Meskipun ada jalur hukum yang memungkinkan Harsono untuk tetap tinggal di AS, terutama dengan permohonan untuk menjadi penduduk tetap yang diajukan oleh istrinya, situasi ini tetap menjadi beban besar bagi keluarga tersebut.
Pada sebuah sidang yang digelar pada 10 April 2025, pengadilan imigrasi AS memutuskan untuk memberi jaminan dengan sejumlah uang, tetapi keputusan ini dibatalkan setelah Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengajukan banding.
Peyton menyatakan bahwa situasi ini telah mengubah hidupnya dan Aditya. Ia merasa bahwa penahanan ini hanya memboroskan uang pembayar pajak.
"Ini benar-benar mengganggu hidup kami. Aditya bilang pada saya dia tidak tahu apa yang terjadi. Dia juga meminta maaf karena harus jauh dari kami dan di merindukan keluarganya,” kata Peyton.
Penyebab pasti pencabutan visa Harsono masih belum jelas. Berdasarkan pantauan Kompas.com, Departemen Luar Negeri AS menyatakan tidak dapat memberikan komentar terkait kasus tertentu karena alasan privasi.
Namun, pejabat sebelumnya dari pemerintahan Trump pernah menekankan bahwa negara memiliki hak untuk mencabut visa bagi mereka yang terlibat dalam aksi-aksi yang dapat merusak keamanan negara.