Polisi menangkap Nana alias Ragil (23) yang diduga membunuh Al-Bashar (32), yang jasadnya dibungkus karung dalam got di Batu Ceper, Tangerang, Banten. [247] url asal
Polisi menangkap pria berinisial Nana alias Ragil (23) yang diduga membunuh pria bernama Al-Bashar (32), yang jasadnya dibungkus karung dalam got di Batu Ceper, Tangerang, Banten. Pelaku saat ini sudah ditahan.
Pantauan detikcom, Jumat (25/4/2025), tersangka dihadirkan dalam jumpa pers di gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Pelaku kini sudah berbaju tahanan dengan tangan terborgol.
Tak ada sepatah kata pun terucap dari mulut pembunuh keji itu. Tersangka hanya tertunduk lesu saat dihadirkan di depan awak media.
Pelaku ditangkap Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Kelurahan Penunggangan Utara, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, pada Rabu (23/4) sore.
"Alhamdulillah, pelaku pembunuhan ini sudah kami tangkap," kata Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Abdul Rahim, kepada wartawan, Rabu (23/4).
Subdit Jatanras Polda Metro Jaya mengungkap identitas korban yang ternyata warga warga Dusun Sugih Waras, Lampung Selatan. Korban bernama Al-Bashar (32), yang merupakan pekerja konveksi di bilangan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Motif Pembunuhan
Polisi juga sudah melakukan pemeriksaan sementara pria N alias R (23), pelaku pembunuhan Al-Bashar yang jasadnya dibungkus karung dalam got di Batuceper, Tangerang. Polisi mengungkap motif pembunuhan tersebut.
"Motif melakukan pembunuhan karena ada masalah pekerjaan di tempat kerja (konveksi)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Rabu (23/4).
Seperti diketahui, jasad korban ditemukan pada Selasa (22/4), pukul 08.15 WIB. Korban ditemukan setelah warga mencium bau tak sedap di lokasi.
Saksikan Live DetikSore:
(wnv/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Komnas HAM merekomendasikan pemeriksaan kesehatan mantan Kapolres Ngada, Fajar, setelah salah satu korban pencabulan positif PMS. Proses hukum juga diminta. [413] url asal
Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) merekomendasikan agar mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini disampaikan setelah Komnas HAM mendapatkan fakta salah satu korban pencabulan dari AKBP Fajar terinfeksi penyakit menular seksual (PMS).
"Melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap Saudara Fajar, terutama pemeriksaan kesehatan terkait penyakit menular seksual, mengingat hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual," ujar Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, Sabtu (29/3/2025), melansir detikBali.
Desakan Komnas HAM ini merupakan salah satu poin dari sembilan rekomendasi Komnas HAM kepada Kapolri. Selain soal pemeriksaan kesehatan, Komnas HAM juga meminta agar Polri memproses hukum kedua tersangka, Fajar dan Stefani (20) alias F, secara profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan bagi korban.
Komnas HAM kemudian meminta kepolisian menemukan dan mengungkap peran V yang diduga perantara dan penyedia jasa layanan untuk Fajar. Komnas HAM mendapatkan temuan itu setelah melakukan koordinasi dan permintaan keterangan kepada Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri serta Ditreskrimum Polda NTT terkait penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
Komnas HAM juga telah meminta keterangan dua korban anak yang masing-masing berusia 13 tahun dan 16 tahun), orang tua korban anak (6 tahun), dan satu tersangka.
"Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Kapolri untuk menemukan dan mengungkap peran Saudara Fangki Dae sebagai nama yang dipakai oleh Saudara Fajar ketika memesan kamar pada 25 Januari 2025. Menemukan perantara lain yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual oleh Saudara Fajar," urai Uli.
Artikel ini sudah tayang di detikBali, baca selengkapnya di sini.
Polri menetapkan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar sebagai tersangka kasus narkoba dan asusila. Ini penampakannya saat dihadirkan dalam konferensi pers, hari ini. [583] url asal
Polri menetapkan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sebagai tersangka kasus narkoba dan asusila. Ini penampakannya saat dihadirkan dalam konferensi pers, hari ini.
"Hari ini statusnya adalah sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri," kata Karowabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025) dilansir detikNews.
Mabes Polri pun menampilkan AKBP Fajar dalam jumpa pers hari ini, Kamis (13/3/2025). AKBP Fajar mengenakan baju tahanan dan bermasker hitam.
Fajar telah ditempatkan di pengamanan khusus (patsus) selama proses penyelidikan. Kasus ini ditangani cepat dan hati-hati karena melibatkan korban yang berusia anak-anak.
"Divpropam Polri terhadap perkara ini setelah ada informasi dari Divhubinter telah melakukan pengamanan khusus Divpropam dimulai tanggal 24 Februari sampai hari ini 13 Maret," ucapnya.
Fajar ditangkap pada Kamis (20/2) oleh Pengamanan Internal (Paminal) Polda NTT mendampingi Divisi Propam Mabes Polri. Sejak penangkapan hingga saat ini, Fajar masih ditahan di Mabes Polri untuk diperiksa.
Terjerat Narkoba dan Skandal Pedofilia
Sebelumnya diberitakan, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menangkap Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dia ditangkap diduga karena kasus narkoba dan asusila.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra menjelaskan mantan Kapolres Sumba Timur itu ditangkap pada Kamis (20/2). Saat itu, Pengamanan Internal (Paminal) Polda NTT mendampingi Divisi Propam Mabes Polri untuk melakukan pengamanan. Sejak penangkapan hingga saat ini, Fajar masih ditahan di Mabes Polri untuk diperiksa.
"Yang bersangkutan tengah menjalani pemeriksaan di Propam Mabes Polri," jelas Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra, dalam keterangan tertulis, dilansir detikBali, Senin (3/3).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, menjelaskan, awalnya Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dikontak oleh Australian Federation Police (AFP) terkait adanya video dugaan kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Kota Kupang.
Ditreskrimum Polda NTT pun segera melakukan penyelidikan dan klarifikasi terhadap pemilik hotel yang diduga menjadi lokasi pencabulan. Terungkap pula terduga pelaku, AKBP Fajar yang memesan kamar hotel dengan identitas berupa fotokopi SIM.
"Dalam pengecekannya, ternyata anggota Polri di Polda NTT. Untuk memastikan, maka kami mencari data di SDM Polda NTT," jelas Patar.
Terkuak bahwa Fajar memesan anak berusia 6 tahun untuk dicabuli di salah satu hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sudah satu korban berhasil diidentifikasi.
"Kalau untuk korban yang jelas di kami satu orang saja itu yang berinisial I. Itu pencabulan ya," ujar Patar.
Fajar pun kini dilakukan penempatan khusus (patsus) di Markas Besar (Mabes) Polri atas dugaan pencabulan anak di bawah umur.
"Ya, telah menjalani penempatan khusus (patsus) di Mabes Polri sejak akhir Februari 2025," ujar Patar.
George Sugama Halim, anak bos toko roti sempat sesumbar 'kebal hukum' usai viral aksi penganiayaan ke karyawati. George akhirnya tak berkutik saat ditangkap. [449] url asal
George Sugama Halim, pelaku penganiayaan terhadap karyawati toko roti di Jakarta Timur akhirnya ditangkap polisi. Sebelumnya viral anak bos toko roti itu sesumbar 'kebal hukum'.
George ditangkap di sebuah hotel di kawasan Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) pukul 00.48 WIB oleh tim Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres metro Jakarta Timur. Dia ditangkap saat berada di kamar hotel bersama keluarganya.
detikcom memperoleh video detik-detik penangkapan George di hotel tersebut. Dalam rekaman video terlihat Aipda Zakaria atau yang dikenal Jacklyn Choppers mengetuk pintu kamar hotel.
"Pak'e....," Jack sambil mengetuk pintu.
Tak lama kemudian pintu kamar hotel dibuka. Jack beserta penyidik kemudian masuk ke dalam kamar tersebut.
"George, ini dari penyidik. Sudah paham George ya? Sudah paham kan masalahnya?" tanya Jack kepada George yang duduk berselimut di kasur.
George kemudian digiring penyidik keluar kamar. Selanjutnya dia dibawa ke Polres Metro Jakarta Timur.
Tampang George Sugama Halim, anak bos toko roti yang menganiaya karyawati di Jaktim ditangkap polisi. (Foto: dok. Istimewa)
Sempat Sesumbar Kebal Hukum
Wanita berinisial D pegawai toko roti di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, mengungkap ulah anak bosnya yang melakukan penganiayaan hingga melemparkan kursi. Korban menyebut pelaku sempat sesumbar kebal hukum.
D bercerita peristiwa penganiayaan sudah terjadi berulang kali hingga dirinya memutuskan untuk melaporkan ke polisi. Alih-alih takut, pelaku justru berkata korban tidak bisa memenjarakan dirinya.
"Sebelum kejadian ini saya pernah dilempar meja, tapi tidak mengenai saya dan saya dikatain babu dan orang miskin, dia merendahkan saya dan keluarga saya. Dia juga sempat ngomong 'orang miskin kaya lu nggak bakal bisa masukin gua ke penjara gua kebal hukum'," kata D saat dihubungi, Minggu (15/12).
Puncaknya pada Kamis (17/10), aksi arogan pelaku terulang. Saat itu pelaku meminta korban untuk mengantarkan pesanan makanannya. Namun korban menolak lantaran tengah bekerja dan juga hal tersebut bukan bagian dari tugasnya.
Saat itu pelaku mengamuk hingga melakukan penganiayaan. Korban dilempar menggunakan beberapa barang termasuk kursi hingga membuat kepala korban bocor.
"Akhirnya setelah saya tolak berkali-kali dia marah dan melempar saya pakai patung batu, kursi, meja, mesin bank dilakukan berkali-kali dan semua barang yang dilempar oleh si pelaku semua kena tubuh saya," kata dia.
"Setelah saya dilempari barang di situ bapaknya pelaku narik saya dan suruh saya pulang tapi tas dan HP saya masih tertinggal. Di dalam pas saya mau ambil tas dan HP saya di situ saya dilempari lagi pakai kursi berkali-kali akhirnya saya kabur dan terpojok tidak bisa kemana-mana," imbuhnya.
George dilaporkan atas penganiayaan terhadap karyawati toko roti. Dia memukul korban D dengan kursi karena menolak mengantarkan makanan ke kamar pribadinya.
Tahanan Polresta Palu, Bayu Adityawan, tewas setelah dianiaya oknum polisi. Bripda CH ditetapkan tersangka dan dipecat, sementara Bripda M masih saksi. [802] url asal
Nasib tragis menimpa tahanan Polresta Palu, Bayu Adityawan yang tewas dianiaya oknum polisi berinisial Bripda CH di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Kematian tahanan tersebut membuat Bripda CH ditetapkan sebagai tersangka dan berujung dikenakan sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
Kasus ini bermula saat Bayu Adityawan (BA) ditahan terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada 2 September 2024. Belakangan, Bayu dilaporkan meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara dengan kondisi badan lebam pada 12 September.
Propam Polda Sulteng pun turun tangan melakukan penyelidikan terkait dugaan penganiayaan terhadap Bayu. Dua oknum polisi, yakni Bripda CH dan Bripda M kemudian diperiksa karena kelalaiannya yang diduga menyebabkan tahanan tewas.
"Telah terjadi dugaan penganiayaan terhadap BA oleh Bripda CH dan Bripda M menjadi fokus penyelidikan," ujar Kabid Propam Polda Sulteng Kombes Rama Samtana Putra kepada wartawan, Senin (30/9/2024).
Alasan Oknum Polisi Aniaya Tahanan
Dari hasil penyelidikan terungkap Bripda CH yang diduga melakukan penganiayaan secara langsung terhadap Bayu Adityawan (BA). Bripda CH dibantu oleh rekannya, Bripda M saat kekerasan terhadap tahanan terjadi.
"Bripda CH diduga menampar BA, kemudian korban dikeluarkan dari sel oleh Bripda M, sebelum Bripda CH kembali memukul wajah korban sebanyak dua kali dengan menggunakan tangan kiri mengepal," terang Rama.
Rama mengatakan, penganiayaan itu dipicu kejengkelan kedua oknum polisi terhadap tahanan. Tahanan itu dianggap menimbulkan keributan di dalam sel.
"Motif penganiayaan kedua oknum tersebut karena faktor emosional. Keduanya merasa jengkel terhadap korban yang berisik saat jam istirahat," tutur Rama.
Menurut Rama, tahanan tersebut dipukul berkali-kali di bagian ulu hatinya. Aksi kekerasan itu turut disaksikan tahanan lain yang berada di dalam sel.
"Tindakan kekerasan tersebut disaksikan oleh sebagian tahanan lainnya yang masih terjaga saat kejadian berlangsung," imbuhnya.
Oknum Polisi Aniaya Tahanan Dipatsus
Bripda CH dan Bripda M dikenakan sanksi penempatan khusus (patsus) selama 20 hari sejak 28 September. Keduanya ditahan di Mapolda Sulteng sembari dugaan pelanggaran etik terhadap keduanya diproses.
"Status dua anggota Bripda CH dan Bripda M adalah terduga pelanggar. Mereka telah diamankan di tempat khusus sejak tanggal 28 September 2024 untuk selama 20 hari ke depan," ungkap Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono kepada wartawan, Kamis (10/10).
Polda Sulteng juga memproses dugaan tindak pidana kepada 2 oknum polisi itu. Sejumlah saksi diperiksa, bahkan makam tahanan pun dibongkar atau diekshumasi untuk keperluan penyelidikan pada Jumat (4/10).
Kasus dugaan penganiayaan terhadap tahanan ini lalu dinaikkan ke tahap penyidikan usai gelar perkara pada Selasa (1/10). Polda Sulteng juga menggelar rekonstruksi adegan Bripka CH dan Bripka M saat melakukan penganiayaan di ruang tahanan Mapolresta Palu, Jumat (8/11).
"Total ada 29 adegan," ujar Kanit 4 Subdit 3 Ditreskrimum Polda Sulteng Kompol Ferdinand E Numbery saat dikonfirmasi terpisah. Namun Ferdinand tidak menjelaskan lebih jauh terkait hasil rekonstruksi tersebut.
Bripda CH Jadi Tersangka dan Dipecat
Polda Sulteng menetapkan Bripda CH sebagai tersangka kasus penganiayaan tahanan Polresta Palu. Bripda CH dijerat Pasal 354 subsider 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"Sampai saat ini baru Bripda CH yang ditetapkan tersangka," kata Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng AKBP Sugeng Lestari kepada detikcom, Senin (18/11).
Sanksi pelanggaran etik Bripda CH juga sudah diputuskan dalam sidang etik yang digelar di Mapolda Sulteng pekan lalu. Bripda CH dikenakan sanksi PTDH alias pemecatan tidak dengan hormat.
"Putusan majelis komisi kode etik memutuskan rekomendasi PTDH (untuk Bripda CH) dari dinas kepolisian," ungkapnya.
Sugeng tidak menjelaskan apakah Bripda CH menyatakan banding atas putusan PTDH itu. Namun dia menegaskan oknum polisi tersebut terbukti melanggar.
Sementara status Bripda M yang diduga membantu Bripda CH melakukan penganiayaan belum ditentukan status hukumnya. Bripda M disebut masih berstatus saksi dalam perkara itu.
"Untuk Bripda M masih saksi," ungkap Sugeng.
Namun Polda Sulteng tetap melakukan penyidikan lebih lanjut. Penyidik akan mengusut dugaan pidana dan pelanggaran etik terhadap Bripda M.
"Rencana akan ada gelar perkara lagi untuk menentukan status selanjutnya dari Bripda M," pungkasnya.