Oknum ASN Kemenkumham Sulbar, RB, ditetapkan tersangka penipuan dan penggelapan Rp 135 juta. Pelaku meminjam uang tanpa mengembalikannya. [357] url asal
Oknum ASN Kemenkumham Sulawesi Barat (Sulbar) berinisial RB (34) ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp 135 juta. Oknum pegawai Rutan Mamasa itu awalnya meminjam uang tersebut dari pria bernama Asbar, namun tak kunjung dikembalikan.
"(Pelaku) pegawai Rutan Mamasa," ujar Kasi Humas Polresta Mamuju Ipda Herman Basir kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
Herman mengatakan kasus ini berawal saat pelaku mendatangi korban di Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju pada 2024. Saat itu pelaku meminjam uang dengan memberikan jaminan berupa sertifikat tanah dan berjanji mengembalikan dalam waktu dekat.
"Namun hingga saat ini uang yang dipinjam pelaku tak kunjung dikembalikan," terangnya.
Korban kemudian melaporkan pelaku pada akhir 2024 atas kasus penipuan dan penggelapan. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka usai dilakukan gelar perkara pada Februari 2025.
"Berdasarkan bukti dan keterangan yang telah kami kumpulkan, tersangka RB kini telah resmi kami tahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," bebernya.
Herman menambahkan pelaku dijerat Pasal Penipuan dan Penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan atau 372 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. Dari kasus ini, pihaknya mengimbau agar warga berhati-hati dalam memberikan pinjaman uang dalam jumlah besar.
"Polresta Mamuju mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman uang," pungkasnya.
Polisi menetapkan tiga tersangka kasus pegawai KPK gadungan yang diduga akan memeras eks Bupati Rote Leonard Hening. Salah satu tersangka adalah oknum ASN. [398] url asal
Polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus pemerasan dengan modus mengaku-aku sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan. Tiga tersangka, salah satunya aparatur sipil negara (ASN) itu, kini ditahan polisi.
Pantauan detikcom, para tersangka dihadirkan dalam konferensi pers di Polres Metro Jakpus, Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka terlihat menggunakan baju tahanan berwarna oranye dengan tangan terborgol.
Para pelaku terlihat menunduk saat dihadirkan dalam konferensi pers. Mereka tidak berkomentar saat ditanya sejumlah awak media.
Ketiga tersangka itu adalah AA (40), JFH (47), dan FFF (50) yang merupakan ANS di Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketiga tersangka ini terancam pidana hingga 12 tahun penjara.
"Terhadap tiga tersangka, penyidik menerapkan Pasal 51 juncto pasal 35 UU ITE dan juga pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun penjara," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP M Firdaus di kantornya, Jumat (7/2/2025).
Peran ASN Dkk
Salah satu tersangka berinisial FFF merupakan ASN di Dinas Kehutanan Pemprov NTT. Dia berperan menyiapkan sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi dana Silpa yang dijadikan alat para tersangka untuk memeras Leonard Hening.
"Peran tersangka FFF, ASN di Dishut Provinsi NTT, perannya menyiapkan dokumen-dokumen terkait dan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Rote, yaitu dalam anggaran dana Silpa yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar dan mengirimkan kepada tersangka JFH," jelas Firdaus.
Selanjutnya, tersangka AA berperan membuat profil seolah-olah pimpinan KPK pada akun WhatsApp. Dia juga meyakinkan korban dengan seolah-olah telah menerbitkan surat panggilan terhadap mantan Bupati Rote Leonard Hening.
"AA membuat akun WhatsApp (seolah-olah) Ketua KPK Setyo dengan menggunakan handphone-nya, dan menunjukkan kepada korban untuk meyakinkan bahwa dokumen sprindik dan surat panggilan itu adalah seolah-olah benar," kata Firdaus.
"Yang kedua, tersangka AA membuat surat penyelidikan, yang selanjutnya, meyakinkan kepada korban untuk menunjukkan screenshot percakapan WhatsApp terkait dengan surat perintah penyelidikan dan surat panggilan, yang ditujukan kepada mantan Bupati Rote," sambungnya.
Sementara itu, tersangka JFH berpesan mengaku sebagai penyidik KPK. JFH juga bertugas meyakinkan korban dengan menunjukkan dokumen seolah-olah benar.
"Peran JFH, mengaku sebagai penyidik KPK yang menemui saksi Adelheid Da Silva, kemudian mengatakan bahwa saat ini sedang ada laporan atau penanganan di KPK, serta untuk meyakinkan hal tersebut, tersangka menjelaskan dan menunjukkan dokumen berupa surat bukti laporan atau dokumen lainnya, agar dipercaya bahwa benar ada proses di KPK terhadap mantan Bupati Rote," ujarnya.
Jokowi menghormati proses hukum terkait Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. PDIP menyebut ada motif politik di balik kasus ini. [392] url asal
Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi), menanggapi penetapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka kasus korupsi Harun Masiku. Jokowi menyatakan hormat terhadap proses hukum yang berjalan.
"Ya, hormati seluruh proses hukum yang ada," kata Jokowi di Gedung Graha Saba Buana, Solo, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (25/12/2024) dilansir dari detikJateng.
Jokowi menyebutkan dirinya sudah purnatugas dan tidak terlibat dalam kasus tersebut. "Sudah purnatugas pensiunan," kata Jokowi dengan santai.
Jokowi disebut-sebut terlibat dalam kasus yang menjerat Hasto. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Rony Talapessy, menyebutkan penetapan Hasto sebagai tersangka memiliki motif politis, termasuk cawe-cawe Jokowi.
"Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di penghujung kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo," ujar Rony.
Komisi Pemilihan Umum (KPK) telah mengumumkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap terhadap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Hasto dituduh terlibat dalam kasus tersebut bersama Harun Masiku.
KPK telah mengusut kasus ini sejak 2020. Tiga orang telah divonis bersalah, yaitu Wahyu, Agustiani Tio, dan Saeful. Harun Masiku masih menjadi buron.
Hasto Kristiyanto dituduh terlibat dalam kasus tersebut dengan menempatkan Harun Masiku di Dapil Sumsel I dan berupaya agar Harun menjadi anggota DPR lewat PAW.
Artikel ini telah tayang di detikJateng. Baca selengkapnya di sini!
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) merespons Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Harun Masiku. [191] url asal
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) merespons Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Harun Masiku. Jokowi menghormati proses hukum yang berjalan.
"Ya, hormati seluruh proses hukum yang ada, udah," katanya di gedung Graha Saba Buana, Kelurahan Sumber, Solo, dilansir detikJateng, Rabu (25/12/2024).
Disinggung mengenai namanya yang masih disangkutkan dengan kasus tersebut, Jokowi menjawab santai. Ia menegaskan dirinya sudah purnatugas.
"(Nggak apa-apa nama dibawa di kasus tersebut) He-he-he..., sudah purnatugas, pensiunan," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi masih disebut-sebut pihak PDIP terlibat dalam penetapan tersangka Hasto. Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy menyebut alasan sesungguhnya Hasto ditetapkan tersangka adalah karena politisasi. Dia juga menyinggung soal Jokowi.
"Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di pengujung kekuasaan mantan presiden Joko Widodo," ujarnya di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/12).
Tahanan Polresta Palu, Bayu Adityawan, tewas setelah dianiaya oknum polisi. Bripda CH ditetapkan tersangka dan dipecat, sementara Bripda M masih saksi. [802] url asal
Nasib tragis menimpa tahanan Polresta Palu, Bayu Adityawan yang tewas dianiaya oknum polisi berinisial Bripda CH di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Kematian tahanan tersebut membuat Bripda CH ditetapkan sebagai tersangka dan berujung dikenakan sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
Kasus ini bermula saat Bayu Adityawan (BA) ditahan terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada 2 September 2024. Belakangan, Bayu dilaporkan meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara dengan kondisi badan lebam pada 12 September.
Propam Polda Sulteng pun turun tangan melakukan penyelidikan terkait dugaan penganiayaan terhadap Bayu. Dua oknum polisi, yakni Bripda CH dan Bripda M kemudian diperiksa karena kelalaiannya yang diduga menyebabkan tahanan tewas.
"Telah terjadi dugaan penganiayaan terhadap BA oleh Bripda CH dan Bripda M menjadi fokus penyelidikan," ujar Kabid Propam Polda Sulteng Kombes Rama Samtana Putra kepada wartawan, Senin (30/9/2024).
Alasan Oknum Polisi Aniaya Tahanan
Dari hasil penyelidikan terungkap Bripda CH yang diduga melakukan penganiayaan secara langsung terhadap Bayu Adityawan (BA). Bripda CH dibantu oleh rekannya, Bripda M saat kekerasan terhadap tahanan terjadi.
"Bripda CH diduga menampar BA, kemudian korban dikeluarkan dari sel oleh Bripda M, sebelum Bripda CH kembali memukul wajah korban sebanyak dua kali dengan menggunakan tangan kiri mengepal," terang Rama.
Rama mengatakan, penganiayaan itu dipicu kejengkelan kedua oknum polisi terhadap tahanan. Tahanan itu dianggap menimbulkan keributan di dalam sel.
"Motif penganiayaan kedua oknum tersebut karena faktor emosional. Keduanya merasa jengkel terhadap korban yang berisik saat jam istirahat," tutur Rama.
Menurut Rama, tahanan tersebut dipukul berkali-kali di bagian ulu hatinya. Aksi kekerasan itu turut disaksikan tahanan lain yang berada di dalam sel.
"Tindakan kekerasan tersebut disaksikan oleh sebagian tahanan lainnya yang masih terjaga saat kejadian berlangsung," imbuhnya.
Oknum Polisi Aniaya Tahanan Dipatsus
Bripda CH dan Bripda M dikenakan sanksi penempatan khusus (patsus) selama 20 hari sejak 28 September. Keduanya ditahan di Mapolda Sulteng sembari dugaan pelanggaran etik terhadap keduanya diproses.
"Status dua anggota Bripda CH dan Bripda M adalah terduga pelanggar. Mereka telah diamankan di tempat khusus sejak tanggal 28 September 2024 untuk selama 20 hari ke depan," ungkap Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono kepada wartawan, Kamis (10/10).
Polda Sulteng juga memproses dugaan tindak pidana kepada 2 oknum polisi itu. Sejumlah saksi diperiksa, bahkan makam tahanan pun dibongkar atau diekshumasi untuk keperluan penyelidikan pada Jumat (4/10).
Kasus dugaan penganiayaan terhadap tahanan ini lalu dinaikkan ke tahap penyidikan usai gelar perkara pada Selasa (1/10). Polda Sulteng juga menggelar rekonstruksi adegan Bripka CH dan Bripka M saat melakukan penganiayaan di ruang tahanan Mapolresta Palu, Jumat (8/11).
"Total ada 29 adegan," ujar Kanit 4 Subdit 3 Ditreskrimum Polda Sulteng Kompol Ferdinand E Numbery saat dikonfirmasi terpisah. Namun Ferdinand tidak menjelaskan lebih jauh terkait hasil rekonstruksi tersebut.
Bripda CH Jadi Tersangka dan Dipecat
Polda Sulteng menetapkan Bripda CH sebagai tersangka kasus penganiayaan tahanan Polresta Palu. Bripda CH dijerat Pasal 354 subsider 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"Sampai saat ini baru Bripda CH yang ditetapkan tersangka," kata Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng AKBP Sugeng Lestari kepada detikcom, Senin (18/11).
Sanksi pelanggaran etik Bripda CH juga sudah diputuskan dalam sidang etik yang digelar di Mapolda Sulteng pekan lalu. Bripda CH dikenakan sanksi PTDH alias pemecatan tidak dengan hormat.
"Putusan majelis komisi kode etik memutuskan rekomendasi PTDH (untuk Bripda CH) dari dinas kepolisian," ungkapnya.
Sugeng tidak menjelaskan apakah Bripda CH menyatakan banding atas putusan PTDH itu. Namun dia menegaskan oknum polisi tersebut terbukti melanggar.
Sementara status Bripda M yang diduga membantu Bripda CH melakukan penganiayaan belum ditentukan status hukumnya. Bripda M disebut masih berstatus saksi dalam perkara itu.
"Untuk Bripda M masih saksi," ungkap Sugeng.
Namun Polda Sulteng tetap melakukan penyidikan lebih lanjut. Penyidik akan mengusut dugaan pidana dan pelanggaran etik terhadap Bripda M.
"Rencana akan ada gelar perkara lagi untuk menentukan status selanjutnya dari Bripda M," pungkasnya.