Ditjen Imigrasi dan BKPM amankan 13 WNA dari 12 perusahaan PMA di Batam. Operasi ini bertujuan menertibkan investasi yang tidak memenuhi syarat. [564] url asal
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengamankan 13 warga negara asing (WNA). Belasan WNA itu diamankan dari 12 perusahaan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang ada di wilayah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau(Kepri) yang masuk daftar pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB) oleh BKPM.
"Ini merupakan kegiatan kedua yang digelar, setelah Bali. Operasi gabungan bersama ini berhasil mengamankan 13 WNA," kata Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, Kamis (13/3/2025).
Saffar mengatakan dalam operasi yang digelar 11 Maret -12 Maret 2025, Imigrasi menargetkan pengawasan terhadap perusahaan PMA yang dicurigai fiktif dan WNA yang terindikasi melanggar aturan. Ada 12 perusahaan yang dilakukan pengecekan oleh Imigrasi dan BKPM di Batam.
"Berdasarkan hasil pengawasan, total 26 Orang Asing dari 12 perusahaan PMA yang perlu ditindaklanjuti. Dari 12 perusahaan PMA yang diperiksa, ditemukan 4 perusahaan dengan belum memenuhi komitmen investasi Rp 10 miliar, 6 perusahaan fiktif, serta dua perusahaan yang memiliki alamat berbeda dari yang terdaftar," ujarnya.
"Dari 26 Orang Asing yang terdata sebanyak 13 orang diamankan. Untuk 13 orang sisanya masuk daftar pencarian orang, terdata 9 WNA yang berada di luar wilayah Indonesia dan nantinya akan dilakukan pembatalan izin tinggal keimigrasian. Untuk sisanya 4 orang ini masih dicari keberadaannya di wilayah Indonesia," tambahnya.
Belasan WNA yang diamankan Imigrasi itu saat ini masih menjalani serangkaian pemeriksaan. Nantinya jika terbukti mereka bisa diberikan sanksi mulai dari denda, pendeportasian, hingga diberikan kesempatan untuk memperbaiki atau melengkapi persyaratan soal investasi.
Direktur Wilayah V Kedeputian Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (BKPM), Adi Soegyharto menyampaikan operasi ini merupakan kolaborasi bersama Ditjen Imigrasi dalam menertibkan perusahan yang tidak memenuhi syarat dalam berinvestasi.
"Ini adalah kota yang kedua, setelah Bali. Kami mengharapkan kolaborasi ini bisa menghadirkan investasi yang taat aturan. Investasi yang masuk benar-benar benar sesuai dengan ketentuan, demi menjaga iklim investasi di Indonesia," kata dia.
Adi menyebut pengawasan ini dilakukan terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah mendaftarkan diri melalui OSS, dan mengantongi NIB. Perusahaan tersebut kemudian dilakukan pengawasan kembali.
"Kami memperketat pengawasan melalui posted audit. Karena ini daerah perbatasan, dan dekat dengan Singapura dan Malaysia. Jadi biar tumbuh investasinya, dan jelas serta terjamin, maka perlu dilakukan penertiban terhadap PMA yang nakal ini," ujarnya.
Adi menyebut Investasi asing yang masuk diharapkan bisa memberikan manfaat bagsa dan negara serta pendorong pertumbuhan ekonomi akan didukung terus bertumbuh.
"Mereka wajib berinvestasi minimal Rp 10 miliar. Operasi ini diharapkan bisa menjadi efek jera bagi investor asing, untuk tidak main main. Pengawasan ini memperkuat sistem investasi di Indonesia," tambahnya.
Imigrasi mendeportasi puluhan WNA dari Bali karena mendirikan usaha fiktif dan bekerja ilegal. 267 PMA bermasalah terlibat dalam kasus ini. [665] url asal
Imigrasi mendeportasi puluhan warga negara asing (WNA) dari Bali sejak 14 Januari hingga 21 Februari 2025. Mereka dideportasi karena mendirikan usaha fiktif atau mencari pekerjaan di Pulau Dewata.
Mereka berasal dari China, Rusia, Pakistan, India, hingga Australia. Untuk memuluskan hal itu, pelbagai modus dilakukan agar tidak terdeteksi imigrasi dan tidak membayar biaya birokrasi keimigrasian.
Berikut fakta-fakta puluhan WNA dideportasi gegara pura-pura jadi investor tapi bekerja ilegal di Bali.
Bekerja di 267 PMA Bermasalah
Puluhan WNA itu bekerja secara ilegal di 267 penanaman modal asing (PMA) bermasalah di Bali. Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Lapas, Saffar Muhammad Godam.
"Ada 267 perusahaan asing (penanamam modal asing) yang diperiksa sejak 14 Januari 2025 hingga 21 Februari 2025. Perusahaan itu (seharusnya) sudah tidak berjalan karena izin usahanya (NIB) dicabut," kata Saffar saat konferensi pers di area kedatangan Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Jumat (21/2/2025).
Saffar mengatakan total warga asing yang melanggar izin keimigrasian sebanyak 360 orang. Sebanyak 63 di antaranya sudah dipulangkan ke negaranya.
Saffar menerangkan pencabutan NIB terhadap 267 PMA bermasalah itu karena syarat investasi minimal sebesar Rp 10 miliar tidak dipenuhi. Bahkan, 43 di antaranya justru diketahui PMA fiktif.
"Ada 43 perusahaan (PMA) fiktif. Dari 43 itu, ada 48 warga asing yang terlibat. Mereka sudah dideportasi," ungkapnya.
Ratusan WNA Masih Proses Deportasi
Sebanyak 111 orang masih dalam proses pendeportasian. Sedangkan 186 orang lainnya, kini masih dalam proses pemeriksaan.
"Sebanyak 111 orang asing masih dalam proses pendeportasian. Februari ini, masih ada 186 orang asing yang masih kami periksa. Karena, mereka disponsori oleh 86 PMA bermasalah," kata Saffar.
Modus Operandi Pemodal Asing Ilegal
Yuldi mengatakan banyak PMA ilegal yang sudah bertahun-tahun bercokol di Bali. PMA asing itu biasanya tidak memiliki kantor resmi. Kalaupun ada kantornya, biasanya bersifat sementara. Itu pun, tidak diketahui identitas pemodal asing dan keberadaannya.
Kemudian, ada juga PMA ilegal yang diketahui memiliki modal kurang dari Rp 10 miliar. Bahkan, ada juga pemodal asing yang mengeklaim berinvestasi di Bali, tapi perusahaannya tidak ada alias fiktif.
"Di Bali ini banyak, notabene, dia berusaha sebagai investor. Akan tetapi saat kami cek lapangan, perusahaannya itu tidak ada. Kalaupun ada, nilainya (investasi) nggak seberapa," kata Yuldi.
Yuldi mencontohkan ada PMA yang mendirikan restoran di Bali. Setelah dicek, ada restorannya. Tapi nilai investasinya kurang dari Rp 10 miliar. Jika dikalkulasi 267 PMA dikali Rp 10 miliar per PMA, maka ada pemasukan negara sebesar Rp 2 triliun.
"Rp 2 triliun itu apakah ya ada. Pas kami cek ke lapangan, akhirnya ditemukan 267 (PMA ilegal) dengan modusnya yang bermacam-macam," ungkapnya.
Berkedok Investasi tapi Cari Kerja di Bali
Yuldi menyebut ada PMA yang berkedok ingin berinvestasi di Bali. Namun faktanya, pemodal asing itu justru datang ke Bali hanya untuk mencari pekerjaan. Padahal, PMA wajib menyetor dana minimal Rp 10 miliar untuk berinvestasi di Indonesia.
"Tapi kenyataannya, mereka malah ikut mencari pekerjaan," kata Yuldi.
Dalam usahanya mencari kerja di Bali, PMA yang berkedok investor itu menggunakan data perusahaan palsu. Jenis usaha di bidang kuliner yang paling sering disasar PMA palsu itu.
"Ada yang jadi koki di restoran. Kebanyakan kan di restoran kerjaannya. Atau konsultan ya," ungkapnya.
Operasi Wira Waspada di Bali mencabut izin 267 PMA bermasalah, termasuk 43 perusahaan fiktif. Banyak PMA ilegal beroperasi tanpa mematuhi aturan. [539] url asal
Selama operasi keimigrasian Wira Waspada, ditemukan 267 penanaman modal asing (PMA) di Bali yang bermasalah. Ratusan PMA di Bali itu kini sudah dicabut izin usahanya (NIB) dan tidak lagi beroperasi.
"Ada 267 perusahaan asing (PMA) di Bali yang izin usahanya (NIB) dicabut BKPM (Badan Koordinsi Penananaman Modal). Di antaranya ada 43 perusahaan asing (PMA) fiktif," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kementerian Imigrasi dan Lapas, Brigjen Yuldi Yusman, saat konferensi pers di area kedatangan internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Jumat (21/2/2025).
Yuldi mengatakan banyak PMA ilegal yang sudah bertahun-tahun bercokol di Bali. PMA asing itu biasanya tidak memiliki kantor resmi. Kalaupun ada kantornya, biasanya bersifat sementara. Itu pun, tidak diketahui identitas pemodal asing dan keberadaannya.
Kemudian, ada juga PMA ilegal yang diketahui memiliki modal kurang dari Rp 10 miliar. Bahkan, ada juga pemodal asing yang mengeklaim berinvestasi di Bali, tapi perusahaannya tidak ada alias fiktif
"Di Bali ini banyak, notabene, dia berusaha sebagai investor. Akan tetapi saat kami cek lapangan, perusahannya itu tidak ada. Kalaupun ada, nilainya (investasi) nggak seberapa," kata Yuldi.
Yuldi mencontohkan ada PMA yang mendirikan restoran di Bali. Setelah dicek, ada restorannya. Tapi nilai investasinya kurang dari Rp 10 miliar. Jika dikalkulasi 267 PMA dikali Rp 10 miliar per PMA, maka ada pemasukan negara sebesar Rp 2 triliun.
"Rp 2 triliun itu apakah ya ada. Pas kami cek ke lapangan, akhirnya ditemukan 267 (PMA ilegal) dengan modusnya yang bermacam-macam," ungkapnya.
Yuldi berharap ada peran yang lebih aktif dari masyarakat dan pemerintah daerah untuk mencegah ada PMA yang mendirikan usaha tanpa mematuhi aturan yang berlaku.
Direktur Wilayah Lima Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Andy Sugiharto mengatakan modus paling banyak dilakukan PMA adalah mengatasnamakan orang lokal. Istilahnya, nominee.
"Karena lebih banyak nominee. (Usaha milik asing) yang mengatasnamakan orang Indonesia. Itu banyak terjadi," kata Andy.
Andy mengungkapkan PMA dengan modus nominee yang ditemukan selama ini akhirnya dianggap PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Biasanya, PMA bermodus nominee hingga dianggap PMDN itu selalu tersandung masalah hukum.
"Kami mendeteksi itu (berdasarkan) status. Kalau dalam akta pendirian ada (dana) orang asing, 0,1 persen saja, itu sudah bisa dibilang asing (PMA)," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, dari 267 PMA ilegal itu, ada 360 warga asing uang terlibat. Sebanyak 63 di antaranya sudah dideportasi. Sisanya, sebanyak 111 orang masih dalam proses pendeportasian. Sedangkan 186 orang lainnya, kini masih dalam proses pemeriksaan.