Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengimbau pemerintah dan DPR memperpanjang masa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI).
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan usul perpanjangan masa pembahasan tersebut demi mengakomodasi lebih banyak aspirasi dan perhatian publik.
"Kalau kita melihat pada proses pembahasan yang mendapatkan atensi publik, kritik, dan juga kekhawatiran tertentu, menurut kami, memang seharusnya proses pembahasan ini diperpanjang sehingga apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut," kata Atnike dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/3).
Menurut dia, Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, demi memitigasi timbulnya dampak yang tidak diinginkan dari revisi UU TNI.
Ke depannya, imbuh Atnike, Komnas HAM berkomitmen untuk tetap mengamati implikasi setelah revisi UU TNI disahkan menjadi undang-undang.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Eksternal Abdul Haris Semendawai mengatakan Komnas HAM telah melakukan kajian terkait revisi UU TNI sejak tahun lalu. Kajian itu menyoroti isu-isu fundamental yang berkaitan dengan HAM, supremasi sipil, dan prinsip demokrasi.
Dalam kajian tersebut, Komnas HAM memberikan catatan terhadap penyusunan RUU TNI.
Menurut Komnas HAM, penyusunan RUU TNI perlu diawali dengan evaluasi komprehensif terhadap implementasi UU TNI sebelumnya.
Selain itu, tambah Semendawai, Komnas HAM juga menekankan pentingnya perluasan ruang partisipasi masyarakat sipil dan transparansi dalam penyusunan RUU TNI.
"Kajian ini menegaskan bahwa revisi UU TNI harus didasarkan pada prinsip HAM, supremasi sipil, dan tata kelola yang demokratis," ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Komnas HAM mengungkapkan perubahan Pasal 47 ayat 2 dalam RUU TNI mengenai perluasan jabatan sipil untuk prajurit aktif berisiko menghidupkan kembali dwifungsi militer yang sudah dihapus pascareformasi 1998.
"Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi," ujar Koordinator Sub-Komisi Pemajuan HAM Anis Hidayah.
Komnas HAM, tutur Anis, mencatat ada perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan pada belasan lembaga sipil. Dia mengatakan presiden juga berpotensi menambah ruang penempatan prajurit TNI aktif di lembaga atau kementerian lainnya.
"Namun, dalam perkembangan pembahasan RUU TNI saat ini, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian atau lembaga sipil. Selain itu, adanya pengaturan bahwa Presiden ke depan bisa saja membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya," kata dia yang sebelumnya dikenal sebagai aktivis untuk buruh migran.
Dari kajian yang dilakukan sejak tahun 2024, lanjut Anis, Komnas HAM juga menyoroti perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurut dia, ketentuan tersebut berpotensi mengakibatkan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis.
"Usulan perubahan Pasal 53 yang menaikkan batas usia pensiun prajurit aktif berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran serta penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas," ungkap Anis.
"Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan ayat 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi di tubuh TNI," imbuhnya.
Anis lantas menyinggung jaminan kesejahteraan prajurit yang tidak bisa serta merta dipenuhi dengan perpanjangan masa usia pensiun prajurit TNI.
"Selain itu, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia pensiun prajurit aktif tetapi melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya," kata dia.
Terlepas dari substansi, Anis mengkritik proses legislasi di DPR yang bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak membuka ruang partisipasi yang bermakna.
Komnas HAM memberikan empat rekomendasi terkait RUU TNI ke pemerintah dan DPR:
Sebelumnya, Komisi I DPR RI menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada tingkat I, untuk dibawa ke tingkat selanjutnya di Rapat Paripurna DPR RI.
RUU TNI disetujui untuk dibahas ke Rapat Paripurna setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pendapat akhir dari fraksi-fraksi. Seluruh fraksi pun menyetujui RUU tersebut dibahas ke tingkat lanjut.
Berdasarkan jadwal sidang paripurna yang diterima, rapat paripurna dengan agenda pengesahan RUU TNI dan sejumlah RUU lain akan digelar pada Kamis pagi ini mulai pukul 09.30 WIB.