Jakarta -
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kronologi meninggalnya terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Suparta. Kejagung menjelaskan Suparta diketahui sudah tak sadarkan diri oleh sesama tahanan di lapas.
"Dari surat kematian tidak disebutkan (penyebab). Tapi dari kronologinya, yang aku baca itu, teman-teman sesama di lapas (melihat) dia tak sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD Cibinong," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Selasa (29/4/2025).
Harli mengatakan Suparta dinyatakan meninggal setelah dibawa ke RSUD Cibinong. Dia menyebut Suparta meninggal diduga karena sakit.
"Nah, per menit-menitnya itu pas 18.05 WIB itu, dia dinyatakan meninggal. Makanya ditanya, kemungkinan sakit karena sudah tak sadarkan diri (di lapas)," kata Harli.
Harli mengatakan status terdakwa Suparta, yang merupakan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), otomatis gugur. Dia mengatakan hal itu telah diatur dalam hukum acara yang berlaku.
"Menurut hukum acara, ya kalau sudah meninggal, terhadap secara pidana yang bersangkutan gugur," terang Harli.
Dia juga mengatakan pihak jaksa penuntut umum bakal mengkaji kelanjutan uang pengganti dari kasus korupsi pengelolaan timah dengan terdakwa Suparta yang meninggal dunia. Jaksa sedang mempelajari langkah yang akan diambil untuk pemulihan kerugian negara.
"Itu kan sudah bagian kerugian keuangan negara, itu nanti di UU Tipikor ada itu. Apakah penyidik itu akan menyerahkan ke Datun untuk dilakukan gugatan dan sebagainya, tentu itu nanti masih akan dikajilah, dipelajari dulu oleh penuntut umum," ungkap Harli.
Sebelumnya, Suparta divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus korupsi timah. Vonis itu lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Hakim juga menghukum Suparta membayar uang pengganti Rp 4,57 triliun. Jika tak dibayar, diganti hukuman kurungan 10 tahun.
Dalam pengadilan tingkat pertama, Suparta divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan jaksa menuntut Suparta 14 tahun penjara.
Kasus korupsi pengelolaan timah ini menyebabkan kerugian Rp 300 triliun. Jumlah itu dihitung dari kerugian akibat kerja sama pengolahan timah antara PT Timah, selaku BUMN, dan pihak swasta serta kerugian akibat kerusakan lingkungan.
(fca/fca)Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini