JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung menghormati proses hukum penangkapan empat hakim dalam dugaan kasus suap penanganan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto, mengatakan, penghormatan itu diberikan setelah Jaksa Agung resmi menangkap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Hakim PN Jaksel Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku Hakim PN Jakarta Pusat.
"Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sepanjang itu tertangkap tangan, karena hakim dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung," kata Yanto, dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025).
Namun, Yanto juga menekankan semua pihak wajib menghormati asas praduga tidak bersalah selama proses hukum berlangsung.
Selain itu, Yanto juga memastikan hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara.
"Dan jika telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (BHT) akan diberhentikan tetap," ucap dia.
Di sisi perkara, Yanto mengatakan kasus CPO di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus berkaitan dengan tiga perkara yang masing-masing teregister pada tanggal 22 Maret 2024 dalam Perkara Nomor 39, 40, 41/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst dengan terdakwa korporasi yang tergabung dalam Permata Hijau Grup, Wilmar Grup dan Musim Mas Grup.
"Perkara tersebut ditangani oleh Majelis yang sama dan telah diputus pada tanggal 19 Maret 2025, dan pada tanggal 27 Maret 2025, Penuntut Umum telah mengajukan kasasi," imbuh dia.
Dalam perkara tersebut, Yanto mengatakan, putusan belum berkekuatan hukum tetap karena Penuntut Umum mengajukan upaya kasasi pada 27 Maret 2025.
"Setelah berkas kasasi lengkap, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan segera mengirim berkas kasasi ke Mahkamah Agung secara elektronik," imbuh Yanto.
Yanto menyampaikan, Mahkamah Agung prihatin atas peristiwa penangkapan empat hakim tersebut di saat lembaga ini sedang berbenah dan melakukan perubahan dalam pengelolaannya.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam perkara suap penanganan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, pada Sabtu (12/4/2025) malam.
Kemudian, keesokan harinya, Minggu (13/4/2025), tiga hakim yang menyusul Ketua PN Jaksel adalah Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
Arif disebut menerima uang Rp 60 miliar dari MS, kuasa hukum korporasi, dan AR, seorang advokat.
Dia kemudian membagi-bagikan uang haram tersebut kepada ketiga hakim untuk mengatur agar PT Wilmar Group bisa divonis lepas.
Kejaksaan Agung menyebut, tiga hakim lainnya, Agam Syarif, menerima Rp 4,5 miliar, Djuyamto Rp 6 miliar, dan Ali Muhtarom Rp 5 miliar dalam aksi suap-menyuap ini.
Kasus ini bermula dari vonis lepas yang ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Januari 2023 silam.
Dalam kasus ini, jaksa menuntut Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 10,9 triliun.
Namun, Majelis Hakim Tipikor hanya menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta terhadap Master pada pembacaan putusan, Rabu (4/1/2023).