
Seteru Eks Pemain Sirkus dan Taman Safari hingga Dugaan Eksploitasi
Awal mula dugaan ekploitasi mencuat ketika mantan para pemain OCI datang ke kantor Kementerian HAM untuk mengadukan adanya penyiksaan. [837] url asal
#taman-safari #taman-safari-indonesia #oci #eksploitasi #kementerian-ham #kantor-kementerian-ham #komnas-ham #sirkus-oriental-circus-indonesia #baharudin-lopa #kekerasan #korban #pelecehan #korban-kekerasan #kalijo

Muncul kabar sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) di Taman Safari Indonesia dieksploitasi. Awal mula dugaan itu mencuat ketika mantan para pemain OCI datang ke kantor Kementerian HAM.
Mereka datang untuk mengadukan soal dugaan eksploitasi tersebut. Dugaan eksploitasi itu kini tengah diusut Kementerian HAM.
Saat audiensi, mereka diterima oleh Wamen HAM Mugiyanto, Selasa (15/4) kemarin. Mereka mengaku mendapat kekerasan hingga dugaan perbudakan selama menjadi pemain OCI.
"Kemarin saya menerima audiensi dari para korban kekerasan, pelecehan dan dugaan perbudakan. Dari keterangan yang para korban yang semuanya perempuan ini, diduga telah terjadi Pelanggaran HAM. Kejadian ini sudah puluhan tahun yang lalu di tempat mereka bekerja yaitu sebuah bisnis pengelola hiburan sirkus," ujar Mugiyanto, dalam unggahannya di akun resmi instagramnya, dilihat Rabu, (16/4/2025).
KemenHAM segera memanggil pihak Taman Safari untuk mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak. KemenHAM juga akan mempertimbangkan soal pemulihan mental para korban. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kasus kekerasan yang berulang.
"@kementerian_ham akan memanggil para pihak yang diduga terkait dalam tindak kekerasan ini untuk didengar keterangannya guna mengambil langkah tepat bagi pemenuhan hak korban dan mencegah terjadinya keberulangan kembali kasus yang sama," ucapnya.
Taman Safari Bantah Ada Penyiksaan
Taman Safari Indonesia buka suara atas dugaan eksploitasi tersebut. Taman Safari menegaskan kasus dugaan penyiksaan itu tidak ada kaitan dengan mereka dan membantah ada penyiksaan terhadap pemain sirkus OCI.
"Ini tidak ada kaitannya dengan Taman Safari, Taman Safari kok dibawa-bawa, itu satu. Kedua sirkus, nah sirkus itu dari orang sirkus juga harus membuat statement juga bahwa ini tidak ada," kata Komisaris Taman Safari Indonesia Tony Sumampouw.
Tony juga mempertanyakan bukti-bukti dugaan terjadi kekerasan. Dia heran korban kembali membuka kasus ini sekarang.
"Kenapa dia tidak mengajukan ke polisi gitu. Dan kasus ini bukan baru loh, kasus sudah sekian lama, kenapa baru sekarang," Kata Tony.
Tony mengatakan pada 1997 pernah ada yang melapor tapi sudah selesai. Tony tidak secara rinci menjelaskan laporan pada tahun tersebut. Namun dia heran kasus itu kembali muncul sekarang.
"Pada saat itu kan sudah nggak ada timbul masalah kan gitu," ucapnya.
Tony menegaskan lagi tidak benar adanya eksploitasi mantan pemain sirkus yang kemarin melakukan audiensi di Kementerian HAM. Pihaknya bakal segera melakukan klarifikasi.
"Jadi nggak benar itu hanya, apa, suatu difitnahkan seperti itu. Nah itu kan akan kita klarifikasi juga," ucapnya.
Taman Safari Disomasi-Diminta Ganti Rugi Rp 3,5 Miliar
Tony mengungkapkan pihaknya pernah menerima beberapakali somasi dari eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Tony menyebut, eks pemain sirkus OCI meminta ganti rugi hingga Rp 3,5 Milyar.
"Kalau saya kan nggak terima langsung ya, tetapi kalau dari data-data yang ada, kan mereka kirimnya (somasi) ke Taman Safari, ya itu lah mungkin dianggap Taman Safari yang mampu bayar kan ya. Kalau nggak salah uang ganti rugi (minta) Rp 3,5 M gitu ya," kata Tony dihubungi detikcom, Kamis (17/4/2025).
Tony menyebut, pihak kuasa hukum eks pemain OCI sempat mengirim somasi dan meminta ganti rugi sebesar Rp 1,5 Milyar. Namun eks pemain OCI kembali mengirim somasi melalui kuasa hukum yang berbeda dengan tuntutan ganti rugi mencapai Rp 3,5 Milyar.
"Oktober apa Januari (menerima somasi). Saya tahunya dua kali lah (somasi). Itu yang buat somasi itu kan jelas pengacara, pertama (nuntut) Rp 1,5 M (Milyar), somasi dia, kedua pengacaranya lain tuh (nuntut) Rp 3,5 M," kata Tony.
Taman Safari Ungkap Asal-usul Pemain OCI
Tony Sumampouw mengungkap asal-usul eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Dia menyebut sebagian dari mereka merupakan anak-anak yang dirawat di panti asuhan sejak usia dini.
Tony awalnya menceritakan eks pemain sirkus OCI sempat melaporkan dugaan kekerasan ke Komnas HAM pada 1997. Dalam prosesnya, Komnas HAM memberi rekomendasi, yang salah satunya membentuk tim untuk mencari asal-usul orang tua eks pemain sirkus yang melapor.
"Waktu dicari orang tua mereka, saya nggak ikut, yang ikut itu Pak Hamdan Zoelva dengan Pak Poltak Hutajulu, dengan staf dari Komnas HAM yang dulu (era '97-98)," kata Tony, kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).
"Malah Pak Hamdan ini yang mengingatkan saya, 'Itu kan dulu kita yang cari di Kalijodo'. Memang di situ kan ada penampungan anak-anak, saya nggak enak ngomongnya, istilahnya anak-anak yang orang tuanya tidak diketahui. Nah saat itu kan anak-anak itu diselamatkan ke panti-panti," lanjutnya.
Tony menyebut eks pemain sirkus awalnya diasuh di panti asuhan sejak bayi. Pada usia 6-7 tahun, mereka baru kemudian dikenalkan dunia sirkus.
"Waktu dibikin rekomendasi itu saya ketemu Pak Baharuddin Lopa (eks anggota Komnas HAM), kemudian timnya mencari asal usul anak-anak itu. Setelah itu anak-anak itu dinasihati oleh Pak Baharudin Lopa, menyatakan 'eh kamu orang harus sadar, jangan terpengaruh dengan omongan pihak ketiga'," kata Tony.
"Seharusnya kamu orang bersyukur ada yang membesarkan dari bayi, ada yang mengasuh sampai kamu 5-6 tahun, terus ikut latihan sirkus itu sudah luar biasa. Kamu juga disekolahin meskipun gurunya di sirkus," lanjutnya.
Simak Video: Kementerian HAM Minta OCI Taman Safari Jelaskan Asal-usul Eks Pemain Sirkus

Taman Safari Dituding Terlibat Kasus HAM Sirkus OCI, Ini Klarifikasinya
Taman Safari Indonesia (TSI) menanggapi tuduhan pelanggaran HAM terkait Oriental Circus. TSI menegaskan tidak terlibat dan mempertimbangkan langkah hukum. [1,115] url asal
#taman-safari #oriental-circus-indonesia #tsi #sirkus-oci #detiksore #komnas #oriental #tuduhan-pelanggaran #jakarta #matahari-department-store #bank-nobu #perlakuan #kalijodo #kepolisian #taman-safari-indonesia #cor

Taman Safari Indonesia (TSI) angkat bicara terkait tudingan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap anak-anak yang pernah tergabung di Oriental Circus Indonesia (OCI). TSI menegaskan bahwa bukan pihak yang terlibat dalam kasus tersebut dan menyayangkan adanya upaya pencemaran nama baik institusi mereka.
Dalam wawancara eksklusif bersama DetikSore, Kamis (17/4/2025), Legal & Corporate Secretary TSI, Bara Tamardi Kusno, juga menjelaskan bahwa antara TSI dan OCI adalah dua entitas yang berbeda, baik secara legal maupun operasional.
"OCI berdiri sejak 1967 dan berhenti beroperasi pada sekitar tahun 1997. Sementara Taman Safari berdiri pada 1981 dan hingga kini masih fokus di bidang konservasi satwa. Tidak pernah ada hubungan bisnis atau kerja sama antara TSI dan OCI," kata Bara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bara mengatakan kesalahpahaman publik terjadi karena ada tokoh bernama Tony Sumampau yang terlibat dalam dua entitas itu. Namun ia menegaskan, kesamaan pemilik atau keluarga bukan berarti dua perusahaan tersebut saling berkaitan secara hukum.
Sebagai contoh, ia menyebut perusahaan Matahari Department Store dan Bank Nobu yang dimiliki oleh keluarga yang sama, namun berdiri sebagai entitas bisnis yang independen.
"Bahkan pertunjukan sirkus OCI pun tidak pernah diselenggarakan di dalam kawasan Taman Safari," kata Bara.
Somasi Rp 3,1 Miliar ke TSI
Bara mengungkapkan bahwa TSI sempat menerima somasi dari kuasa hukum delapan orang yang mengaku sebagai mantan anak-anak sirkus. Somasi tersebut menuntut kompensasi hingga Rp 3,1 miliar, meski tidak disertai bukti keterlibatan langsung TSI dalam aktivitas sirkus tersebut.
"Setelah kami telusuri, mereka bukan karyawan kami, dan kami tidak memiliki catatan pernah mempekerjakan mereka," kata Bara.
TSI pun telah membalas somasi itu secara resmi, menyatakan bahwa mereka bukan pihak yang bertanggung jawab atas kasus tersebut.
Kini, TSI tengah mempertimbangkan upaya hukum untuk melindungi reputasi perusahaan yang merasa dirugikan oleh tuduhan yang salah alamat tersebut.
OCI: Tudingan Tak Berdasar, Ada Provokator
Sementara itu, Tony Sumampau yang disebut-sebut sebagai sosok di balik OCI juga memberikan klarifikasinya. Dalam acara DetikSore, dia hadir secara daring.
Dalam tayangan live menyatakan bahwa tuduhan pelanggaran HAM yang ditujukan kepada OCI merupakan bentuk distorsi informasi.
Tony mengungkapkan bahwa pada 1997, OCI memang pernah diperiksa oleh Komnas HAM terkait laporan perlakuan terhadap anak-anak sirkus. Namun saat itu, pihak OCI langsung bekerja sama dengan Komnas HAM dan menjalankan seluruh rekomendasi yang diberikan.
"Semua anak kami berikan pendidikan formal. Kami juga menyewa guru-guru dan mendirikan kelas. Bahkan Komnas HAM memberikan sertifikasi waktu itu," kata Tony.
Dia prihatin karena anak-anak yang dulu pernah dibina oleh OCI kini melayangkan tudingan serius yang tidak berdasar. Dia mengatakan tindakan yang dituduhkan kepada OCI sangat tidak masuk di akal dan tidak manusiawi.
"Itu kok bisa disampaikan oleh anak-anak itu dan saya tidak ngerti gitu. Seperti itu sih pikiran saya sih. Tidak benar ya, itu hanya ada yang menghasut kayaknya di belakang itu," kata Tony.
Tony kemudian menceritakan kronologi soal tudingan yang tidak sekali ini dilayangkan kepada OCI.
"Oh bagus sekali kalau dilaporkan ke kepolisian. Itu kan jadi clear ya. Bisa clear secara hukum ya. Kita senang sekali kalau itu mereka melapor untuk secara hukum," kata Tony.
"Karena selama ini, kami baru tahu, sejak tahun 1997 mungkin saya tahu ya. Mereka ada yang melapor ke Komnas. Pada saat itu saya sendiri yang hadir juga di Komnas HAM gitu ya. Bertemu dengan Baharudin Loppa, dengan Muladi pada saat itu kan di Komnas ya. Saya ketemu dan Komnas ada rekomendasi terus membentuk tim," kata Tony.
Tony lantas menjelaskan rekomendasi Komnas HAM saat itu.
"Setelah itu, kita cari asal-usul orang tua mereka gitu ya. Terus sampai sejauh itu terus ada rekomendasi juga kepada anak-anak yang masih ada. Jangan homeschooling aja tapi ada juga pendidikan formal di sekolah. Nah itu sudah kita laksanakan," ujar dia.
"Tim yang mencari asal-usul anak-anak itu, ya. Itu susah didapat meskipun saat itu sudah ada pihak dari Komnas juga ikut. Dari mungkin nanti kalau itu ada Pak Hamdan Zulfa juga ikut waktu itu mencari gitu ya. Memang sulit kan anak-anak itu berasal dari satu panti asuhan yang memang panti asuhannya dibilang resmi atau nggak resmi gitu. Tapi adanya di sekitar, kalau 97 itu di Kalijodo ya. Di Kalijodo, di Jakarta. Jadi anak-anak itu kan susah lah. Bapaknya pasti nggak ada yang mengaku ya. Ibunya juga kan orang-orang itu," dia membeberkan.
"Kamis sebetulnya nggak mau menyampaikan itu karena itu akan mungkin dirasakannya sangat sakit oleh anak-anak gitu ya. Saya pikir itu. Tapi ya untuk memperjelas saja, kejadian itu sesungguhnya begitu. Itu pun sudah pernah disampaikan di Komnasan tahun 97 ya. Nah sejak itu nggak pernah lagi ada. Ada lagi hal-hal lain gitu ya," kata Tony.
"Nah, apa rekomendasi dari Komnasan sudah kita jalankan juga. Cuma waktu itu cuma apa ya, secara resmi mereka bukan saja homeschooling, tapi secara resmi mereka dimasukkan ke dalam sekolah SMP, SD, SMP gitu ya. Seperti itu dan sebagian juga sudah lulus SMP gitu," kata dia lagi.
Tony menduga ada pihak ketiga yang memprovokasi para mantan anak didiknya untuk menyerang secara hukum.
"Kami tidak ingin membawa ini ke jalur hukum terhadap mereka (pelapor), karena mereka pernah dalam naungan kami. Tapi kami akan cari siapa aktor intelektualnya," katanya.
Tony juga menegaskan bahwa OCI sudah berhenti beroperasi sejak awal 2000-an karena berbagai kendala, termasuk sulitnya mendapatkan lokasi pertunjukan dan perubahan tren hiburan masyarakat.
TSI Minta Masyarakat Klarifikasi ke Pihak yang Tepat
TSI berharap publik tidak mencampuradukkan nama besar lembaga konservasi satwa dengan sirkus yang sudah tidak beroperasi selama lebih dari dua dekade. Bara menyebut pentingnya klarifikasi langsung ke OCI jika ingin menelusuri akar masalah.
"Nama kami dicatut, reputasi kami dirugikan. Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk tindakan hukum jika diperlukan," ujar dia.
(fem/fem)