KOMPAS.com - Sejak beberapa hari terakhir viral dugaan ijazah ditahan perusahaan yang terungkap di berbagai daerah. Misalnya kasus penahanan ijazah karyawan di perusahaan yang berlokasi di Surabaya dan Pekanbaru.
Dalam beberapa kasus penerimaan karyawan, ada perusahaan yang mewajibkan karyawannya menahan ijazahnya dan dititipkan ke HRD atau bagian personalia. Karena sering terjadi, praktik ini pun bahkan sudah dianggap umum di masyarakat.
Hal itu biasanya dilakukan perusahaan dengan dalih untuk menjamin karyawan tidak keluar tanpa sebab sebelum masa kontrak kerja berakhir.
Sebagian orang berpikir lebih baik memilih mundur dari pekerjaan yang dilamarnya ketimbang harus menyerahkan ijazahnya.
Kebijakan perusahaan menahan ijazah karyawan sebetulnya tidak diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun revisinya di UU Cipta Kerja.
Pakar Career Development, Audi Lumbantoruan, menjelaskan kebijakan ijazah ditahan perusahaan memang tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga banyak pemberi kerja berdalih .hal itu bukan pelanggaran hukum.
"Memang tidak ada aturannya di Undang-undang. Tapi kalau legalnya, itu boleh kalau ada agreement antara perusahaan dengan pihak employee (karyawan), di mana itu ada kesepakatan kedua belah pihak," jelas Audi kepada Kompas.com, dikutip pada Minggu (27/4/2025).
Kesepakatan kedua belah pihak terkait penahanan ijazah biasanya dicantumkan dalam perjanjian kerja yang ditandatangani kedua belah pihak. Bahkan dalam praktiknya, perusahaan menahan ijazah seringkali hanya berdasarkan kesepakatan lisan.
"Permintaan khusus penahanan ijasah baiknya dikomunikasikan di awal dan tercantum di perjanjian kerja (PKWTT atau PKWT), bukan PKB," ungkap Audi.
"Penahanan ijazah itu sudah terlalu kuno pendekatannya. Zaman sekarang modelnya adalah perjanjian bonding (mengikat) dengan penalti kalau karyawan itu memutuskan keluar," imbuhnya.
Selain itu, praktik menahan ijazah dinilai kurang baik karena dinilai merugikan pekerja, ini karena posisi tawar perusahaan yang lebih tinggi jika karyawan setuju ijazahnya disimpan perusahaan.
Menurut Audi, penahanan ijazah bukan solusi yang bijak sebagai jaminan kontrak kerja atau cara membuat karyawan bertahan lama di perusahaan.
Dalam praktik di lapangan, perjanjian kerja yang dibuat perusahaan banyak yang mensyaratkan karyawan harus membayar penalti atau denda jika keluar sebelum masa kontraknya habis
Sebab, hal itu tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan. Bilamana sewaktu-waktu ijazah itu hilang, rusak, dan terkena bencana, maka perusahaan dapat dituntut balik oleh karyawan.
"Kalau saya pribadi, praktik menahan ijazah itu keterlaluan. Itu cara-cara lama yang dipakai perusahaan supaya karyawannya tidak gampang keluar," terang Audi yang juga Head of People and Organization Capability Development Division Siloam Hospital ini.
Lanjut dia, ketimbang menahan ijazah karena tingginya keluar masuk atau turnover, sebaiknya perusahaan terus melakukan evaluasi menyeluruh terkait SDM.
"Artinya jika angka keluar masuk karyawan tinggi artinya ada masalah yang perlu diperbaiki. Apa ada masalah karyawan banyak resign karena kurang solid, kesalahan di manajemen seperti lingkungan kerja, kompetisi perusahaan, dan sebagainya," kata dia.
Dia menghimbau, bagi para pencari kerja agar lebih teliti dalam membaca perjanjian kerja, termasuk jika ada perusahaan yang masyaratkan menahan ijazah. Tujuannya agar tidak dirugikan di kemudian hari seperti terkena denda.
Ini karena kebijakan menahan ijazah tidak melanggar UU lantaran hal itu diatur dalam perjanjian kedua belah pihak.
Kesepakatan kedua belah pihak
Dikutip dari Intisari, Yulius Setiarto, konsultan hukum dari Setiarto dan Pangestu Law Firm di Jakarta, mengatakan, hak menahan ijazah ditahan perusahaan sebetulnya lahir dari perjanjian atau kesepakatan kerja, bukan peraturan ketenagakerjaan.
Kesepakatan antarkedua belah pihak itulah yang membuat kontrak kerja beberapa perusahaan sering kali melanggar hukum, bahkan merugikan hak-hak karyawan.
Menurut Yulius, penahanan ijazah bukan solusi yang bijak sebagai jaminan kontrak kerja atau cara membuat karyawan bertahan lama di perusahaan.
Sebab, hal itu tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan.
Bilamana sewaktu-waktu ijazah itu hilang, rusak, dan terkena bencana, maka perusahaan dapat dituntut balik oleh karyawan.
Oleh sebab itu, Yulius mengingatkan para karyawan agar berhati-hati terhadap kontrak kerja yang berdasarkan kesepakatan bersama, bukan berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan.
Sebab, risikonya jauh lebih besar dan cenderung merugikan karyawan. Selain itu, fenomena ijazah ditahan lazim terjadi pada perusahaan dengan pergantian (turn over) karyawan yang cukup tinggi.