Guru honorer Supriyani gagal seleksi PPPK 2024 meski dijanjikan akan diloloskan Mendikdasmen. Kuasa hukum Supriyani lantas menyinggung Mendikdasmen. [771] url asal
Guru honorer Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), tidak lolos seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2024. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan lantas menyindir Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Muti yang dinilai tidak menepati janji untuk mengangkat Supriyani menjadi PPPK.
Diketahui, janji Abdul Mu'ti terkait nasib Supriyani sempat diutarakan saat berbincang dengan wartawan di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Rabu (23/10/2024). Saat itu, Supriyani masih berstatus terdakwa kasus dugaan penganiayaan terhadap siswanya.
"Insyaallah ada jalur afirmasi dari Kemendikbudristek untuk guru Supriyani. Kami akan bantu afirmasi untuk beliau agar bisa diterima sebagai guru PPPK," kata Abdul Mu'ti kepada wartawan saat itu dilansir dari detikEdu.
Abdul Mu'ti menyebut Supriyani akan dibantu agar bisa diterima menjadi PPPK lewat jalur afirmasi. Komitmen ini sebagai bentuk perhatian terhadap kesejahteraan guru honorer Supriyani yang tengah terjerat kasus kala itu.
"Ini jadi komitmen kami agar bagaimana guru-guru mengajar dengan baik dan mudah-mudahan kasus seperti ini tidak terjadi di masa mendatang," imbuh Adul Mu'ti.
Belakangan, Supriyani dinyatakan tidak terbukti melakukan penganiayaan hingga divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoloo. Namun peruntungannya di kasus itu tidak sebaik nasibnya di seleksi PPPK.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan membenarkan kliennya tidak lolos seleksi PPPK 2024. Andre balik mempertanyakan kebenaran janji Abdul Mu'ti yang ternyata tidak terealisasi.
"Iya ada pengumuman 6 Januari kemarin, bu Supriyani tidak lolos PPPK," kata Andre Darmawan kepada detikcom, Kamis (9/1/2025).
Singgung Pejabat Publik Harus Tepati Janji
Andre lantas menyinggung posisi Mendikdasmen Abdul Mu'ti sebagai pejabat publik. Dia menganggap omongan pejabat seharusnya bisa dipegang dan janjinya harus bisa ditepati.
"Sebagai pejabat publik, janji yang telah diucapkan merupakan kebijakan yang harus ditepati," ucap Andre.
Andre mengaku prihatin dengan situasi yang dialami Supriyani. Dia juga kecewa dengan Kemendikdasmen di saat Supriyani sudah telanjur berharap meski tetap dibarengi upaya mengikuti seleksi.
"Ibu Supriyani ini sudah berharap janji itu ditepati. Artinya ibu guru Supriyani diberikan afirmasi agar bisa langsung diterima sebagai guru PPPK," tuturnya.
Dia menegaskan, Supriyani sejak awal tidak pernah meminta lebih dulu kepada Kemendikdasmen agar diangkat menjadi PPPK. Janji itu diutarakan sendiri oleh Abdul Mu'ti.
"Janji menteri ini kan sudah diucapkan, sudah berapa bulan yang lalu dan juga bu Supriyani sebenarnya tidak pernah meminta, tiba-tiba diberikan janji seperti itu," ujar Andre.
Andre mengaku akan turun langsung mempertanyakan hal tersebut ke Kemendikdasmen. Dia ingin agar pemerintah menghargai Supriyani sebagai guru honorer yang telah mengabdi selama 16 tahun.
"Iya, paling tidak akan kami pertanyakan ke pusat. Dia juga kan sudah 16 tahun mengabdi sebagai honorer dan kemarin dalam proses seleksi dia tetap ikut walaupun sedang berhadapan dengan hukum," jelasnya.
Kemendikdasmen Masih Buka Peluang
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Nunuk Suryani menegaskan, Kemendikdasmen masih memberi peluang agar Supriyani diangkat menjadi PPPK. Pihanya akan memberikan afirmasi formasi khusus seleksi PPPK Tahap 2 2024.
"Kemendikdasmen berkomitmen memberikan afirmasi dengan diupayakan melalui penetapan formasi khusus atau dengan penetapan formasi dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) sesuai kewenangan," kata Nunuk dilansir dari detikEdu, Jumat (10/1).
Pihaknya belum merinci kapan seleksi PPPK tahap 2 digelar. Dia mengatakan, afirmasi formasi khusus yang dimaksud itu tengah dikaji kuota dan mekanisme pelaksanaannya.
"Melalui seleksi tahap 2, mekanisme melalui afirmasi formasi khusus. Mekanisme dan prosesnya sedang didiskusikan dengan Panselnas (Panitia Seleksi Nasional)," paparnya.
Nunuk turut menyinggung soal kuota seleksi PPPK Tahap 1 2024 di Konawe Selatan yang sempat diikuti Supriyani. Dia menuturkan, formasi yang diusulkan Pemkab Konawe Selatan di seleksi PPPK Tahap 1 hanya 45 formasi.
Jumlah tersebut dianggap lebih sedikit dibandingkan jumlah pelamar Tenaga Honorer Kategori II (THK-II) dan pelamar yang masuk pendataan non-ASN lainnya. Namun Kemendikdasmen memastikan proses seleksi PPPK sejauh ini masih berlangsung baik.
Guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), gagal lolos dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). [192] url asal
Guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), gagal lolos dalam seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pengumuman seleksi PPPK Supriyani disampaikan empat hari lalu.
"Iya, ada pengumuman 6 Januari kemarin, Bu Supriyani tidak lolos PPPK," kata kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan dilansir detikSulsel, Jumat (10/1/2025).
Andre kemudian menyinggung janji Mendikdasmen Abdul Mu'ti yang mengatakan akan mengangkat Supriyani menjadi PPPK melalui jalur afirmasi. Menurutnya, Supriyani memang tidak pernah meminta secara langsung ke Abdul Mu'ti agar diangkat langsung menjadi PPPK, namun pihaknya tetap mempertanyakan hal itu karena telanjur dijanjikan oleh pejabat publik sejak lama.
"Janji menteri (Mendikdasmen Abdul Mu'ti) ini kan sudah diucapkan, sudah berapa bulan yang lalu dan juga Bu Supriyani sebenarnya tidak pernah meminta, tiba-tiba diberikan janji seperti itu," ujarnya.
"Ibu Supriyani ini sudah berharap janji itu ditepati. Artinya ibu guru Supriyani diberikan afirmasi agar bisa langsung diterima sebagai guru PPPK," tambah Andre.
Andre pun menyayangkan sikap Abdul Mu'ti yang dinilai tidak menepati janji peluang lolos melalui afirmasi untuk Supriyani tahun ini. "Sebagai pejabat publik, janji yang telah diucapkan merupakan kebijakan yang harus ditepati," ucapnya.
Hakim PN Andoolo membebaskan guru Supriyani dari tuduhan penganiayaan murid. Hak-haknya dipulihkan, dan JPU serta kuasa hukum dapat mengajukan upaya hukum. [438] url asal
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan menjatuhkan vonis kepada Supriyani, seorang guru SD Negeri 4 Baito, yang didakwa menganiaya muridnya. Vonis hakim ini sejalan dengan dakwaan jaksa yang menuntut agar Supriyani dibebaskan.
"Menyatakan terdakwa guru Supriyani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan kedua penuntut umum. Kedua membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua PN Andoolo Stevie Rosano saat membacakan amar putusan dalam sidang di PN Andoolo, Senin (25/11/2025) dikutip detikSulsel.
Stevie Rosano meminta hak-hak guru Supriyani selama ini dapat dipulihkan, baik kedudukan, harkat maupun martabatnya. Jaksa penuntut umum juga diminta agar mengembalikan semua barang bukti milik saksi dalam proses persidangan.
"Tiga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya," ungkapnya.
Stevie memberikan kesempatan kepada JPU untuk melakukan upaya hukum sesuai aturan yang berlaku dalam putusan itu. Tak hanya itu, guru Supriyani melalui kuasa hukumnya juga diberikan kesempatan yang sama.
"Pasca putusan ini, baik untuk penasehat hukum maupun yang terdakwa melalui penasehat hukum memiliki hak melakukan upaya hukum. Sidang dinyatakan selesai," imbuh hakim.
Diketahui, Supriyani dituduh menganiaya siswa yang merupakan anak polisi di SD Negeri 4 Baito pada Rabu (24/4) sekitar pukul 10.00 Wita. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU), anak yang diduga dianiaya berusia 8 tahun.
Supriyani didakwa melanggar pasal 80 ayat 1 juncto pasal 76C Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Guru SD Negeri 4 Baito, Supriyani divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Terdakwa kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa itu dinyatakan tidak terbukti bersalah.
"Menyatakan terdakwa guru Supriyani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan kedua penuntut umum," kata Hakim Ketua PN Andoolo Stevie Rosano saat membacakan putusannya dalam sidang di PN Andoolo, Senin (25/11/2025).
"Kedua membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan penuntut umum," tambah hakim.
Hakim juga meminta hak-hak guru Supriyani selama ini dapat dipulihkan, baik kedudukan, harkat maupun martabatnya. Jaksa penuntut umum juga diminta agar mengembalikan semua barang bukti milik saksi dalam proses persidangan.
"Tiga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya," ungkapnya.
Stevie memberikan kesempatan kepada JPU untuk melakukan upaya hukum sesuai aturan yang berlaku dalam putusan itu. Tak hanya itu, guru Supriyani melalui kuasa hukumnya juga diberikan kesempatan yang sama.
"Pasca putusan ini, baik untuk penasehat hukum maupun yang terdakwa melalui penasehat hukum memiliki hak melakukan upaya hukum. Sidang dinyatakan selesai," imbuh hakim.
Diketahui, Supriyani dituduh menganiaya siswa yang merupakan anak polisi di SD Negeri 4 Baito pada Rabu (24/4) sekitar pukul 10.00 Wita. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU), anak yang diduga dianiaya berusia 8 tahun.
Supriyani didakwa melanggar pasal 80 ayat 1 juncto pasal 76C Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Putusan hakim tersebut selaras dengan tuntutan jaksa dalam sidang yang digelar pada Senin (11/11) lalu. Saat itu jaksa menuntut bebas Supriyani dengan pertimbangan niat jahat atau mes rea Supriyani melakukan penganiayaan tidak dapat dibuktikan.
"Dalam perkara ini terdakwa Supriyani memukul saksi anak, namun bukan tindak pidana. Kami mengemukakan pertimbangan, yang memberatkan tidak ada," ujar JPU, Ujang Sutisna.