Perdebatan tentang hak cipta antarmusisi Tanah Air memicu keprihatinan banyak kalangan. Ketua DPP PKB Syaiful Huda meminta perdebatan tersebut dikembalikan ke aturan... | Halaman Lengkap [502] url asal
JAKARTA - Perdebatan tentang hak cipta antarmusisi Tanah Air memicu keprihatinan banyak kalangan. Ketua DPP PKB Syaiful Huda meminta perdebatan tersebut dikembalikan ke aturan hukum yang saat ini berlaku.
"Kami menilai terlepas dari berbagai kekurangan yang ada baiknya perdebatan ini dikembalikan ke aturan hukum yang berlaku yakni UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta . Dengan demikian perdebatan bisa lebih konstruktif dan tidak terjebak pada argumen ad hominem yang menyerang personal sehingga mengaburkan subtansi masalah," kata Syaiful Huda, Senin (24/3/2025).
Ketua Komisi X DPR RI periode 2019-2024 ini menilai pengaturan hak cipta sebenarnya sudah diatur dalam UU 28/2014 tentang Hak Cipta. Selain itu ada Peraturan Pemerintah (PP) 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik.
"Bahkan dalam PP 56/2021 diatur secara detail kewajiban bagi semua pihak yang menggunakan lagu dan musik sebagai layanan publik bersifat komersial untuk membayarkan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait," katanya.
Dalam PP 56/2021, lanjut Huda, juga diatur jenis layanan komersial yang harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta lagu dan atau musik. Termasuk ditegaskan di PP tersebut jika pembayaran royalti tersebut harus melalui Lembaga Manajamen Kolektif Nasional (LMKN).
"Pasal 3 ayat (1) PP 56/2021 menjelaskan bahwa royalti dibayarkan oleh individu kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)," ujarnya.
Huda mengungkapkan selama ini memang ada keluhan terkait dengan kinerja LMKN. Bahkan pembentukan LMKN bentukan pemerintah ini sempat memicu polemik karena kinerjanya bisa tumpang tindih dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang didirikan oleh artis/musisi secara independen.
"Selain itu LMK juga dikritik terkait dengan minimnya transparansi, ketidakjelasan basis data penggunaan lagu atau musik secara komersil, hingga prosentase 20% yang harus dibayarkan pemegang hak cipta ke LMK," katanya.
Kendati kinerja LMK belum efektif, kata Huda bukan berarti para pihak membuat aturan baru seperti direct license yang saat ini lagi hangat dibicarakan. Menurutnya munculnya direct licensing ini berpotensi menciptakan hubungan tidak setara antara pemegang hak cipta dengan artis penyanyi.
"Harusnya perdebatan dikembalikan pada bagaimana mengoptimalkan LMKN atau LMK agar benar-benar memberikan royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta bukan kemudian membikin aturan baru di luar ketentuan yang sudah berlaku seperti direct licensing dalam performing rights," katanya.
Untuk diketahui perseteruan tentang royalti hak cipta ini mencuat setelah penyanyi Agnes Monica digugat pencipta lagu Ari Bias karena dinilai menyanyikan lagu tanpa izin. Perkara ini kemudian bergulir ke Pengadilan Niaga. Dalam putusan bernomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST, Agnez kemudian dianggap melanggar hak cipta dan membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Bias.
Menyikapi keputusan ini Agnez Mo merasa diperlakukan tidak adil karena telah membayar royalti melalui LMKN. Polemik ini kemudian berlanjut dengan perpecahan dua kubu musisi yakni Aliansi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang mendukung Air Bias dan Vibrasi Suara Indonesia (Visi) yang mendukung Agnez Mo. AKSI ini dimotori oleh Ahmad Dhani dan Piyu Padi Reborn, sedangkan VISI digawangi beberapa penyanyi top Indonesia seperti Armand Maulana, Ariel Noah, hingga Bunga Citra Lestari (BCL).
Agnez Mo dinyatakan bersalah atas pelanggaran hak cipta lagu 'Bilang Saja' dan dihukum membayar Rp 1,5 miliar. Dia berencana mengajukan kasasi. [1,016] url asal
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa Agnez Mo terbukti melakukan pelanggaran hak cipta atas lagu 'Bilang Saja' ciptaan Ari Bias. Putusan ini disampaikan pada 30 Januari 2025.
Kuasa hukum Ari Bias, Minola Sebayang, menyatakan bahwa Agnez Mo menggunakan lagu tersebut secara komersial tanpa izin pencipta dalam tiga konser.
"Intinya adalah menyatakan tergugat (Agnez Mo) telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan secara komersial lagu ciptaan penggugat (Ari Bias) 'Bilang Saja' pada tiga konser tanpa izin penggugat," kata Minola Sebayang, Senin (3/2) lalu, dikutip dari detikPop.
Berdasarkan putusan tersebut, majelis hakim menghukum Agnez Mo untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias.
"Menghukum tergugat menggunakan lagu ciptaan penggugat tersebut secara komersial tanpa izin sebesar Rp 1,5 miliar," ungkap Minola Sebayang.
Agnez Mo Ajukan Kasasi
Agnez Mo tak tinggal diam. Penyanyi itu berencana mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Namun, ia belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai langkah hukum yang akan diambil.
Setelah menghadiri pertemuan di Kementerian Hukum, Agnez Mo memilih untuk tidak memberikan komentar mendalam terkait kasus ini.
"(Kasasi) kan lagi on going case, nggak bisa dikasih tahu dong," ujar Agnez Mo di Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Perdebatan soal Hak Cipta
Kasus ini memicu diskusi lebih luas terkait penerapan Undang-Undang Hak Cipta, terutama mengenai performing rights. Agnez Mo sebelumnya sempat mengkritik adanya perbedaan interpretasi terhadap regulasi tersebut.
"Sayangnya, karena mungkin ada kasus yang teman-teman juga tahu, akhirnya membuat kebingungan bukan cuma untuk saya tapi juga untuk penyanyi-penyanyi lain atau pencipta lagu lain di Indonesia," kata Agnez Mo.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman yang lebih dalam mengenai hukum hak cipta agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Makanya saya pikir, bagus nih kita pakai kesempatan ini untuk sama-sama belajar, sama-sama duduk, sama-sama mendengar, dan sadar hukum," tambahnya.
Ahmad Dhani Sebut Agnez Mo Manusia Sombong
Musisi Ahmad Dhani turut menanggapi polemik ini. Dalam pesan singkat yang dikirim kepada detikpop, Rabu (19/2/2025), ia menyoroti keputusan hukum yang menyatakan Agnez Mo bersalah.
Ahmad Dhani bersama musisi lainnya, seperti Piyu, mendukung langkah Ari Bias dalam menuntut haknya sebagai pencipta lagu. Menurutnya, Agnez Mo tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan persoalan ini.
Namun, ada pula musisi lain yang membela Agnez Mo. Mereka menilai bahwa yang bertanggung jawab atas pembayaran royalti adalah penyelenggara acara, bukan penyanyi yang membawakan lagu di panggung.
Berikut tulisan Ahmad Dhani:
Dia dikontak komposer yang bernama Ari Bias (komposer yang menciptakan lagu paling terkenal di jajaran list lagu Agnez Mo, tidak pernah direspons). Ari Bias bermaksud untuk bertanya soal 'Hak dia' atas performing rights yang Undang-undangnya berlaku sudah sejak 2014.
Harus nya, ideal nya, sejak UU Performing Rights, diketok, Ari Bias wajib mendapatkan haknya atas lagu yang dinyanyikan Agnez sekecil apapun jumlahnya. Hingga 10 tahun berlangsung, Ari Bias tetap tidak mendapatkan haknya tersebut.
WA tidak direspon respons, akhirnya Ari Bias mensomasi Agnez Mo. Somasi pun tidak digubris.
Jika karena bukan karena 'kesombongan manusia', apalagi yang membuat Agnez Mo menafikan salah satu komposer yang ikut menyumbangkan rezeki performingnya Agnez Mo, selain kesombongan atau keangkuhan?
Akhirnya Ari Bias menggugat Agnez Mo ke pengadilan. Di pengadilan pun, Agnez Mo tidak pernah datang. Merasa punya 'teman kuat' di peradilan?
Akhirnya Agnez Mo pun diputus bersalah di Pengadilan Niaga. Karena menurut hakim, pengguna lagu adalah penyanyi dan Agnez Mo tidak bisa membuktikan surat izin dari sang pemilik hak cipta.
Setelah mendengar kesaksian ahli di persidangan, hakim yakin bahwa bukan EO atau promotor yang wajib bayar royalti. Performing rights adalah hak cipta pertunjukan komersial yang mudah dimonetized (berbeda dengan lagu-lagu yang diperdengarkan di radio, televisi, hotel, restoran dll yang sulit dimonetized). Jika sulit dimonetized, maka komposer tidak boleh melarang.
Setelah diputus bersalah, Agnez Mo malah bikin pembelaan di Podcast Deddy Corbuzier, omon-omon hukum secara monolog (karena Deddy Corbuzier juga buta hukum soal Hak Cipta). Mengolok-olok hakim yang katanya salah dalam menerapkan hukum.
Lah, kemarin ke mana kok tidak hadir di persidangan?
Agnez Mo diwakilkan kuasa hukumnya di persidangan dan sudah diberikan kesempatan untuk membuktikan dalil-dalilnya dan ternyata, setelah diperiksa semua argumentasi dan bukti-bukti hakim, akhirnya menyatakan Agnez Mo 'bersalah' karena tidak minta izin sesuai Pasal 9 UUHC.
Tidak perlu jauh-jauh bicara hukum, sejak UU Hak Cipta soal Performing Rights itu berlaku, lalu Agnez Mo, menyanyikan lagu Ari Bias tanpa izin, itu saja sudah melanggar etika.
Padahal bagi yang mengerti, etika adalah di atas hukum. Tentunya melanggar UU Hak Cipta juga. Tetapi karena kesombongannya, Agnez Mo merasa tidak melanggar etika. Merasa tidak perlu meminta maaf kepada para pencipta lagu, padahal tidak pernah meminta izin selama 10 tahun.
Padahal Ari Bias sudah sangat bijak dengan tidak menggugat konser-konser sebelumnya yang sudah menggunakan lagunya dan hanya menggugat 3 konser terdekat rentang waktunya. Padahal angka Rp 15 juta yang Ari Bias minta untuk 3 konser direct license, adalah sangat murah dibanding denda Rp 1,5 miliar.
Lalu kenapa penyanyi-penyanyi lain yang menyanyikan lagu Ari Bias di konser-konsernya tidak digugat oleh Ari Bias? Karena mereka punya etika dan empati dan membayar langsung ke Ari Bias.
Kesimpulan saya, menurut hemat saya, Agnez MO adalah manusia yang sombong.
Tolong dibantah jika ada kalimat yang tidak sesuai, ya. Please.
Agnez Mo menemui Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyusul polemik royalti dan hak cipta dengan Ari Bias. Pertemuan ini digelar Rabu (19.2.2025). Agnez... | Halaman Lengkap [400] url asal
JAKARTA - Agnez Mo menemui Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyusul polemik royalti dan hak cipta dengan Ari Bias. Pertemuan ini digelar di Gedung Kementerian Hukum di Kuningan, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Agnez Mo mengatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan Undang-Undang (UU) yang menjadi perdebatan di kalangan musisi. Ia menegaskan bahwa kedatangannya merupakan undangan dari Menkum, dan sebagai warga negara yang baik, ia ingin memahami serta mematuhi aturan hukum yang berlaku.
"Jadi sebenarnya memang percakapan atau diskusi yang tadi saya jalankan bersama pak Menteri, untuk belajar apa sih sebenarnya UU itu," kata Agnez di Gedung Kementerian Hukum di Kuningan, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
"Karena kalau saya, karena saya warga negara Indonesia, saya maunya taat sama UU, kan gitu, saya berdiri bersama UU," sambungnya.
Foto/Instagram Agnez Mo
Pelantun Matahariku ini mengakui bahwa ketidakjelasan mekanisme royalti telah menimbulkan kebingungan. Tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi banyak musisi lain di Indonesia.
"Tapi sayangnya, karena mungkin ada kasus yang teman-teman juga tau, akhirnya membuat kebingungan. Bukan cuma untuk saya, tapi juga untuk penyanyi-penyanyi lain atau pencipta lagu lain yang juga ada di Indonesia," jelasnya.
Dalam situasi yang penuh polemik ini, penyanyi 38 tahun ini justru melihat kesempatan untuk mendalami UU Hak Cipta dan royalti lebih lanjut agar sistemnya lebih transparan dan tepat sasaran.
"Oleh karena itu makanya saya pikir, bagus nih kita pakai kesempatan ini untuk sama-sama belajar, sama-sama duduk, sama-sama mendengar," ujarnya.
"Dan sadar hukum ya karena saya tahu kadang-kadang kita cuman bisa denger dan liat line aja yang ada di dalam social media. Padahal mungkin UU-nya tidak seperti itu," tambahnya.
Di sisi lain, sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu, ia merasa penting untuk memahami aturan ini. Terutama karena mantan artis cilik tersebut memiliki pengalaman di industri musik internasional.
"Jadi sebenarnya ya balik seperti yang saya bilang, di sini kita hanya berdiskusi. Saya membagi juga pengalaman saya sebagai pencipta lagu dan juga sebagai penyanyi," ungkapnya.
Pemilik nama asli Agnes Monica Muljoto ini juga membandingkan mekanisme royalti di Indonesia dengan sistem yang diterapkan di Amerika Serikat. Di mana ia telah menjadi anggota BMI (Broadcast Music, Inc.) selama 12 tahun.
"Pada saat di Amerika juga LMK-nya seperti apa. Saya sendiri sebenarnya bagian dari dalam tanda kutip LMK di Amerika yaitu BMI selama 12 tahun," ucapnya.
"Semoga ini bisa membantu ke depannya supaya tidak ada lagi salah tafsir dari UU gitu," pungkasnya.
Penyanyi Agnez Mo mendatangi Kementerian Hukum pada Rabu (19/2/2025) buntut kisruh royalti lagu 'Bilang Saja', ada pembahas apa? Halaman all [809] url asal
KOMPAS.com - Penyanyi Agnez Mo mendatangi Kementerian Hukum di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025) buntut kisruh royalti lagu antara dirinya dengan pencipta lagu, Ari Bias.
Agnez Mo yang diketahui pulang ke Indonesia setelah kasusnya dengan Ari Bias terkait kisruh royalti Lagu ‘Bilang Saja’ senilai Rp 1,5 miliar ramai jadi perbincangan pun telah buka suara.
Setelah melakukan klarifikasi melalui tayangan podcast dengan Deddy Corbuzier, Agnez juga sengaja menyambangi Kementrian Hukum untuk bertemu Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas di kantornya.
Saat menyambangi Kementerian Hukum, Agnez Mo tampak datang dengan setelan jas hitam, kemeja putih dan dasi hitam, dengan rambut terikat rapi.
Langkah yang ditempuh Agnez Mo hingga sengaja datang ke Kementerian Hukum ternyata bukan tanpa alasan, namun ada sesuatu yang ingin ia bahas.
Agnez Mo Bahas UU Hak Cipta Saat Bertemu Menteri Hukum
Dilansir dari Kompas.com, tujuan Agnez Mo datang ke Kementerian Hukum adalah untuk berdiskusi bertemu Andi Agtas di kantornya.
“Sebetulnya memang percakapan atau diskusi dengan Pak Menteri, terima kasih banget sudah menerima dan bertemu,” kata Agnez dalam jumpa pers, di Kemenkumham, kawasan Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Ia juga mengungkap tujuan diskusi tersebut adalah untuk belajar lebih dalam mengenai Undang-Undang Hak Cipta, terutama karena saat ini ada kasus hukum yang menjeratnya.
“Tujuannya untuk belajar tentang apa sih Undang-Undang itu, karena saya sebagai warga negara Indonesia ingin taat kepada hukum,” ujar Agnez Mo.
Selain itu, ia menyadari bahwa kasusnya dengan Ari Bias membuat beberapa musisi dan penyanyi kebingungan jalani Undang-undang yang berlaku.
"Tapi sayangnya mungkin karena kasus yang semua tau jadi ada kebingungan bukan untuk saya aja tapi penyanyi dan pencipta lagu lain di Indonesia," ungkap Agnez Mo. Ia mengaku menggunakan kesempatan ini untuk meluruskan terkait berita-berita yang beredar.
"Oleh karena itu kayaknya bagus nih kita pakai kesempatan ini untuk sama-sama duduk dan dengar terus dari hukum ya, kita kadang cuman bisa dengar dan liat headline di UU tapi ternyata (isinya) gak seperti ini," terangnya.
Dalam kesempatan itu, Agnez mo juga mengaku berbagi pengalamannya selama menjadi bagian dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Amerika Serikat selama 12 tahun.
"Kami hanya berdiskusi dan berbagi pengalaman, termasuk bagaimana sistem di Amerika. Saya sendiri sudah menjadi bagian dari LMK di sana selama 12 tahun. Semoga ini bisa membantu agar tidak ada salah tafsir ke depannya,” tambah Agnez.
Klarifikasi Agnez Mo Terkait Pembayaran Royalti Lagu
Sebelumnya, dalam wawancara di podcast Deddy Corbuzier, Agnez Mo mengaku bahwa dirinya tidak pernah dihubungi langsung oleh pihak Ari Bias terkait izin penggunaan lagu.
"Gue enggak dihubungi secara langsung, kan gue juga pas pertama kali ketemu (Ari Bias) I was sixteen years old (usia masih 16 tahun)," kata Agnez Mo, seperti yang dikutip pada Selasa (18/2/2025).
Terkait pembayaran royalti lagu, Agnez Mo juga menyampaikan bahwa sejak awal kariernya, izin penggunaan lagu dan pembayaran royalti sudah ditangani oleh pihak penyelenggara acara.
“Jadi gini, pertanyaannya kan tadi soal izin, nah mekanisme izin itu seperti apa, sedangkan gue sudah jalanin ribuan show, dan selama gue ribuan show, izin dan royalti itu dibayar sama penyelenggara,” tambah Agnez Mo.
Kasus Gugatan Royalti Ari Bias Terhadap Agnez Mo
Kasus ini bermula ketika Ari Bias mengajukan gugatan terhadap Agnez Mo atas dugaan pelanggaran hak cipta terkait lagu "Bilang Saja" yang dibawakan tanpa izin dalam tiga acara pada tahun 2023.
Pengadilan memutuskan bahwa Agnez Mo terbukti melanggar Undang-Undang Hak Cipta dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa Agnez Mo bersalah karena menyanyikan lagu "Bilang Saja" tanpa izin pada 30 Januari 2025.
Lagu tersebut dinyanyikan dalam tiga konser yang berlangsung di Surabaya pada 25 Mei 2023, Bandung pada 27 Mei 2023, dan Jakarta pada 26 Mei 2023.
Gugatan tersebut tercatat dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt.Pst, dengan penggugat Ari Sapta Hernawan (Ari Bias) dan tergugat Agnes Monica Muljoto (Agnez Mo).
JAKARTA, KOMPAS.com – Penyanyi Agnez Mo menyambangi Kementerian Hukum di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Kedatangan Agnez merupakan buntut dari kisruh royalti musik antara dirinya dengan pencipta lagu "Bilang Saja", Ari Bias.
Agnez mengatakan, dalam pertemuannya dengan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, ia berdiskusi sekaligus belajar lebih dalam mengenai Undang-Undang Hak Cipta.
“Sebetulnya memang percakapan atau diskusi dengan Pak Menteri, terima kasih banget sudah menerima dan bertemu. Tujuannya untuk belajar tentang apa sih Undang-Undang itu, karena saya sebagai warga negara Indonesia ingin taat kepada hukum,” kata Agnez dalam jumpa pers, Rabu.
Agnez mengaku kebingungan dengan kasus yang sedang dihadapinya saat ini.
“Tapi sayangnya, mungkin karena kasusnya yang semua tahu, jadi ada kebingungan, bukan hanya untuk saya tapi juga untuk penyanyi dan pencipta lagu di Indonesia,” tutur Agnez.
Menurut dia, pertemuan ini sangat berharga karena dapat menjadi ajang diskusi dan meningkatkan kesadaran mengenai Undang-Undang Hak Cipta.
“Oleh karena itu, saya pikir ini kesempatan yang baik untuk duduk bersama, mendengarkan, dan memahami hukum yang berlaku. Kadang kita hanya membaca headline soal Undang-Undang, tapi ternyata isinya tidak seperti yang kita bayangkan,” ucap Agnez.
Ia juga berbagi pengalamannya selama menjadi bagian dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Amerika Serikat selama 12 tahun.
"Kami hanya berdiskusi dan berbagi pengalaman, termasuk bagaimana sistem di Amerika. Saya sendiri sudah menjadi bagian dari LMK di sana selama 12 tahun. Semoga ini bisa membantu agar tidak ada salah tafsir ke depannya,” tambah Agnez.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memutuskan pada 30 Januari 2025 bahwa Agnez Mo kalah dari gugatan Ari Bias.
Dalam putusan tersebut, Agnez diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias.
Denda itu dibayar Agnez karena menyanyikan lagu "Bilang Saja" ciptaan Ari Bias dalam tiga acara berbeda dan tanpa membayar royalti.
KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait proyek Digitalisasi SPBU PT Pertamina periode 2018-2023. Sudah ada tersangka dalam perkara ini. [270] url asal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait proyek Digitalisasi SPBU PT Pertamina periode 2018-2023. Sudah ada tersangka dalam perkara ini.
"(Sudah ada tersangka) ada," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika dikonfirmasi, Selasa (21/1/2025).
Tessa menjelaskan surat perintah penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan pada September 2024 lalu. Namun belum dirincikan konstruksi perkaranya.
"Sprindik September 2024," ucapnya.
Adapun pada hari ini, KPK menjadwalkan pemanggilan kepada sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Pemeriksaan dijadwalkan dilakukan di gedung Merah Putih KPK, dan berikut pihak yang dipanggil:
1. DDW Pensiunan PT Telkom (Principal Expert Bagian Oil and Gas pada Divisi Enterprise Service PT TELKOM Periode Tahun 2016-2019) 2. DPA Ast. Manager Channel Improvement PT Pertamina (Periode Tahun 2016-2019) 3. SFT Senior Solution Architect (GM Project Business (Probis) Big Data & IoT (Internet of Thing) PT Sigma Cipta Caraka (Periode Tahun 2018) 4. FSR Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Nutech Integrasi (Direktur Keuangan dan Operasi PT Nutech Integrasi Periode Tahun 2019-2021) 5. HHF Auditor PT Pertamina (Persero) 6. HPTW Manager Channel Digitalization Operation PT Pertamina Patra Niaga
Terpisah, PT Pertamina Patra Niaga mengatakan pihak yang dipanggil adalah pekerjanya dengan status sebagai saksi. Pemanggilan itu untuk mendukung pengusutan yang sedang dilakukan oleh KPK.
"Sebagai saksi yang dimintai keterangan dan informasi lebih detil untuk mendukung investigasi yang dilakukan oleh KPK," ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, dalam keterangannya, Selasa (21/1).
Dirinya menyampaikan Pertamina Patra Niaga melaksanakan operasional bisnisnya dalam koridor GCG (Good Corporate Governance). Heppy menyebut pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan.
"Pertamina Patra Niaga menghormati proses hukum yang berjalan dengan memenuhi panggilan pihak berwenang,"sebutnya.
Anggota Komisi XIII DPR Fraksi PDIP, Yasonna H Laoly, menyinggung soal adanya titipan undang-undang (UU) dari pemerintah era sebelumnya ke DPR. [306] url asal
Anggota Komisi XIII DPR Fraksi PDIP, Yasonna H Laoly, menyinggung soal adanya titipan undang-undang (UU) dari pemerintah era sebelumnya ke DPR. Yassona berharap pada periode pemerintah selanjutnya hal semacam ini tak terulang kembali.
"Kami menitipkan, saya ikut serta di pemerintahan selama 10 tahun kurang 3 bulan. Jadi saya tahu benar kadang-kadang soal kejar tayang ini, juga barangkali teman-teman kalau kita mau jujur titipan-titipan rencana undang-undang dari pemerintah ke DPR ini kan dibuka aja lah," kata Yasonna dalam rapat Komisi XIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024).
Yasonna mengatakan seharusnya ada pembahasan yang panjang terkait UU di DPR. Apa lagi, kata eks Menkumham itu, kini ada 8 fraksi di DPR.
"Biasanya kalau di DPR kan panjang cerita apa lagi sekarang 8 fraksi, panjang tapi kadang-kadang lebih sulit kalau di kalangan internal pemerintah," kata Yasonna.
Yasonna menyinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh terkait UU Ciptaker. Yasonna berharap pembahasan UU ke depannya bisa lebih mendalam.
"Mahkamah Konstitusi baru saja mengabulkan gugatan dari Buruh tentang ini. Sebagai orang yang sangat berpengalaman di Baleg tentunya kita menitipkan pesan kepada pemerintah melalui Pak Menteri ke depannya boleh kita katakan cara-cara pembahasan perundang-undangan lebih kita bahas secara mendalam kecuali revisi-revisi singkat barangkali," kata Yasonna.
Pada kesempatan terpisah setelah rapat, Menkum, Supratman Andi Agtas, menanggapi pernyataan Yasonna. Supratman menekankan pemerintah dalam posisi tak ingin pembentukan UU dilakukan secara terburu-buru.
"Justru kalau pemerintah kan dari dulu sama maunya jangan kejar tayang kan sekarang lembaga pembentuk undang-undang kan DPR ya kan," kata Supratman kepada wartawan.
Supratman membantah adanya titip menitip terkait UU. "Sekarang saya berada di posisi pemerintah, kami ndak ada yang titip menitip soal itu ya," imbuhnya.
Saksikan juga Sosok: Oey Tjin Eng, Penjaga Budaya Cina Benteng