Presiden Prabowo Subianto mencoba berusaha memberi angin segar kepada Sritex dan ribuan buruhnya yang terkena PHK akibat tutup operasi sejak 1 Maret lalu.
Pada awal pekan kemarin , ia memanggil sejumlah pihak untuk menyelesaikan masalah Sritex. Mereka antara lain; Menteri Ketenagakerjaan Yassierly dan kurator Sritex.
PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex memang pernah menaruh harapan tinggi pada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terkait masalah yang mereka alami.
Harapan muncul ketika Gibran Rakabuming Raka yang saat kampanyel Pilpres 2024 lalu menyambangi pabrik yang pernah menjadi raksasa tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Mengutip pemberitaan detikcom pada Januari 2024, kedatangan Gibran di Sukoharjo disambut antusias bos sampai ribuan buruh Sritex.
"Semoga membawa berkah. Kami menaruh harapan besar kepada Mas Gibran untuk dapat memberikan pencerahan bagi kepentingan kemajuan industri tekstil nasional," ucap Presiden Komisaris Sritex Iwan Setiawan Lukminto pada Januari 2024 lalu.
Ribuan buruh Sritex kompak berteriak 'Prabowo-Gibran' saat putra sulung Presiden ke-7 Joko Widodo itu berkeliling pabrik. Backdrop kartun Prabowo-Gibran beserta tulisan 'Menang sekali putaran' menjadi bukti sahih kuatnya harapan Sritex dan seisinya kepada dua pemimpin tersebut.
Namun harapan berkah tersebut tak terkabul. Aksi all in buruh Sritex tak mampu menyelamatkan nasib perusahaan dan mereka dari keterpurukan.
Meski Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024, Sritex malah diujung tanduk. Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024 melalui putusan perkara pengadilan negeri nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Semarang.
Emiten berkode SRIL itu punya gunungan utang senilai US$1,6 miliar atau Rp25 triliun (asumsi kurs Rp15.695 per dolar AS) kepada 28 bank. Sritex sempat melawan, dibarengi upaya para pembantu Presiden Prabowo.
Sayang, Sritex sulit selamat. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo mengumumkan perusahaan tekstil dan garmen itu tutup total per 1 Maret 2025.
Ada sekitar 8.400 karyawan terkena PHK. Isak tangis pun tak terbendung pada perpisahan para petinggi Sritex bersama semua buruh.
Nah, usai pemanggilan pada awal kemarin, Prabowo melalui tangan kanannya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan Sritex akan buka dengan skema baru.
Pembukaan operasi dengan skema baru itu katanya, akan membuka ruang bagi 8.000 pekerja Sritex bekerja lagi
"Atas petunjuk Bapak Presiden (Prabowo), Bapak Presiden sangat concern bagaimana pemerintah mencari jalan keluar, terutama berkenaan dengan masalah yang akan menimpa para pekerja di PTSritex," ucap Prasetyo dalam Konferensi Pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (3/3).
"Harapan kami dari pemerintah tentunya semua pekerja yang selama ini menjadi karyawan di PT Sritex, kurang lebih ada 4 perusahaan. Kurang lebih di 8.000 sekian karyawan untuk bisa semuanya nanti akan kembali bekerja dengan skema yang baru," kata Pras.
Kurator Sritex menyebut opsi awal yang muncul terkait skema operasi baru itu adalah penyewaan alat-alat berat Sritex kepada investor. Tim Kurator Sritex Nurma Sadikin berharap langkah ini bisa meningkatkan harta pailit dan menjaga nilai aset perusahaan.
Nurma mengklaim sudah ada calon investor yang berkomunikasi dengan tim dan bakal diputuskan dalam dua minggu ke depan. Harapannya, para pekerja yang sudah terkena PHK bisa dipekerjakan kembali.
"Harapan kami dari pemerintah tentunya semua pekerja yang selama ini menjadi karyawan di PT Sritex, kurang lebih 8.000 sekian karyawan untuk bisa semuanya nanti akan kembali bekerja dengan skema yang baru. Namun, kita berharap tetap di bidang yang selama ini digeluti. Artinya, PT Sritex tetap akan bergerak di bidang tekstil," tutup Prasetyo.
Berkaitan dengan konferensi pers itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menyoroti beberapa hal terkait penyelesaian masalah Sritex.
Sorotan salah satunya ia tujukan kepada keberadaan Menteri BUMN Erick Thohir dalam line up konferensi pers. Erick memang tak berbicara sepatah kata pun, tapi berdiri tepat di samping kiri Mensesneg Prasetyo.
Ia tak tahu kenapa Erick ada di situ. Tapi, Andry menduga keberadaan Erick dalam konferensi pers itu merupakan sinyal bahwa Kementerian BUMN akan terlibat dalam mengatasi kemelut di Sritex.
Namun, ia bingung soal keterlibatan seperti apa yang akan dilakukan oleh Erick.
"PMN? Itu kan kepada BUMN ya, apakah Sritex itu nanti dimasukkan ke dalam BUMN? Saya enggak tahu. Makanya, ini ada beberapa pertanyaan juga kepada ET selaku Menteri BUMN yang berada di dalam konferensi pers tersebut," kata Andry kepada CNNIndonesia.com.
Ia punya keyakinan besar Erick Thohir mendapat mandat penting dari Prabowo untuk menyelamatkan Sritex. Salah satu prediksi lainnya adalah bakal ada fasilitas kredit khusus dari bank-bank pelat merah.
Namun, Andry mempertanyakan jangka waktu dua minggu yang dijamin pemerintah terasa begitu cepat. Ia menekankan perlunya pengawasan dalam misi penyelamatan tersebut.
Ekonom INDEF itu menganggap waktu yang dibutuhkan untuk kembali memulihkan Sritex seharusnya tak cukup dalam dua minggu. Terlebih, proses going concern mesti dilewati melalui persetujuan kurator dan pengadilan.
"Kita melihat apakah ada investor baru yang bisa mengambil alih dan menyuntikkan dana segar kepada Sritex atau memang sebetulnya akan ada dukungan dari pemerintah? Kalau dua minggu sudah bisa mengembalikan kembali (operasional Sritex dan mempekerjakan kembali 8.000 buruh), itu menurut saya hebat sekali," tuturnya.
Andry sejujurnya skeptis dengan opsi tunggal menyewakan alat-alat produksi kepada investor. Menurutnya, uang yang akan dihasilkan sekadar cukup menutupi sebagian kecil biaya operasional.
Ia tak yakin pendapatan dari penyewaan alat-alat berat itu bisa untuk membayar gaji 8.000 buruh Sritex. Menurutnya, langkah tunggal itu tampak sulit diwujudkan.
"Investor saat ini sedang rendah, industri tekstil lesu, tidak ada regulasi yang mendukung dari pemerintah, tidak ada pesanan yang sifatnya panjang juga. Jadi, agak sulit untuk (berharap ada investor) menyewa alat-alat Sritex," beber Andry.
"Jadi, apakah semua yang diucapkan presiden itu hanya omon-omon saja karena itu akan berhubungan dengan kebijakan lain? Apa yang keluar dari mulutnya presiden bisa jadi tidak terlaksana dengan mudah. Ini yang menurut saya perlu berhati-hati, bisa membuat masyarakat awalnya optimis menjadi skeptis karena omongan yang disampaikan terlalu manis," tutupnya.
Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono mewanti-wanti langkah Prabowo Cs. Ia berpesan agar apa yang sudah diumbar ke publik tak cuma sebatas janji manis.
Ia berharap poin-poin penting dalam konferensi pers itu bisa menjadi kenyataan. Aloysius mendesak Presiden Prabowo menunjukkan aksi nyata dalam dua minggu mendatang.
Walau, Aloysius ragu masalah Sritex akan beres tanpa negara harus keluar uang sepeser pun. Ia menilai mau tidak mau akan ada uang rakyat yang disuntikkan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk alias SRIL.
"Mau tidak mau, pemerintah harus mengeluarkan modal bagi Sritex yang telah pailit ini. Tanpa suntikan modal, Sritex sudah tidak berdaya," kata Aloysius.
"Rencana pemerintah menyuntik dana kepada Sritex yang sedang pailit sangat dimungkinkan, sepanjang sudah siap menggelontorkan dana dimaksud. Kalau belum siap, pasti itu (rencana menyelamatkan Sritex) hanya omon-omon belaka," sambungnya.
Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana melihat kesepakatan yang ada hanyalah opsi sementara. Peralatan Sritex diharapkan bakal dilirik oleh pabrik tekstil lain dengan skema sewa demi menjalankan operasional kembali.
Lalu, sekitar 8.000 pekerja yang sudah di-PHK bakal bekerja di bawah kepemimpinan bos baru. Sedangkan uang sewa tersebut menjadi hak kurator untuk dibagikan kepada para kreditur Sritex.
"Karena sifatnya sementara, nasib pekerja yang diserap kembali ini juga berstatus sementara karena perusahaan penyewa peralatan ini hanya mau mempekerjakan (buruh Sritex) selama masa sewa peralatan," tutur Andri.
"Kreditur tentu menginginkan ada yang bisa membeli Sritex untuk melunasi utangnya dan lebih menginginkan asetnya dilikuidasi daripada hanya mendapatkan uang sewa peralatan," tambahnya.
Namun sayang katanya, sulit berharap ada pihak yang mau membeli Sritex dengan kondisi utang menggunung. Andri menilai masalah keuangan yang ada di internal perusahaan sudah pasti tak lolos hitung-hitungan pebisnis.
Ia menilai investor bahkan boleh jadi akan berfikir lebih murah membangun pabrik tekstil dari nol dibandingkan mengambil alih PT Sritex dengan seluruh liabilitas yang sangat mencekik. Apalagi, kondisi industri tekstil dalam negeri semakin suram semenjak fase deindustrialisasi dini yang terjadi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir.
"Saya sendiri skeptis bila ada swasta yang berniat menjadi investor yang membeli kepemilikan Sritex, kecuali 'investor' tersebut berasal dari penugasan negara dalam bentuk BUMN," bebernya.
[Gambas:Photo CNN]
"Bahkan, menggunakan Danantara (menyelamatkan Sritex), bila terjadi, sangat tidak bijak dari segi bisnis dan bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan aset negara. Semoga tidak terjadi" tutup Andri.
Terlepas dari investor betulan atau jadi-jadian yang bakal muncul, ia mengatakan seharusnya yang dipikirkan saat ini adalah hak-hak buruh korban PHK Sritex.
Menurutnya, hak itu semestinya dibayarkan terlebih dahulu supaya mereka bisa bertahan hidup sambil berusaha mencari peruntungan baru.
Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Airlangga Hadi Subhan menegaskan boleh saja 8.000 buruh itu kembali dipekerjakan. Namun, ia menegaskan pesangon dan hak-hak lainnya selepas PHK mesti segera ditunaikan.
Hadi melihat pemerintah tampaknya mewaspadai kerugian andai tak menyelamatkan Sritex. Selain nasib ribuan buruh yang gagal diselamatkan, pemerintah berpotensi kehilangan rantai pasok sampai penerimaan perpajakan.
"Bisa saja sebagian buruh dipekerjakan lagi, jika pabriknya beroperasi karena disewa atau dibeli pihak lain melalui kurator. Nanti hubungan kerjanya itu baru dengan bos yang baru tersebut," ucap Hadi.
Di lain sisi, Hadi berpesan agar pemerintah tak cuma fokus pada Sritex. Ia mengamini banyak perusahaan-perusahaan lain yang bangkrut dan melakukan PHK massal.
"Seharusnya pemerintah mengurusi yang lainnya (pabrik tutup dan PHK massal) juga," tandasnya.