Jakarta -
Menko Kumham Imipas, Yusril Ihza Mahendra, bertemu dengan Mendagri Australia, Tony Burke, di kantor Kemenko Kumham Imipas. Pertemuan itu membahas soal pemindahan terdakwa kasus Bali Nine kembali ke Australia.
"Dalam pertemuan ini juga disinggung mengenai surat yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Australia kepada saya, yaitu permintaan dari pemerintah Australia untuk melakukan repatriasi terhadap narapidana warga negara Australia yang terkenal dengan sebutan Bali Nine," kata Yusril seusai pertemuan, Selasa (3/12).
Kasus Bali Nine adalah kasus sembilan warga negara Australia yang ditangkap di Bali pada 2005. Sembilan orang itu kedapatan menyelundupkan 8 kg heroin ke Australia.
Mereka yang masuk dalam Bali Nine adalah Martin Stephens, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Michael Czugaj, Si Yi Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Andrew Chan, dan Myuran Sukumaran.
Renae Lawrence dan Scott Rush dihukum penjara seumur hidup, sementara Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dijatuhi hukuman mati. Selanjutnya, Michael Czugaj dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. sementara itu, Si Yi Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, dan Martin Stephens dijatuhi hukuman seumur hidup.
Kendala Transfer Napi Bali Nine
Yusil menyampaikan kendala untuk mewujudkan transfer narapidana Bali Nine. Menurutnya, Indonesia dan Australia belum ada kerjasama mengenai transfer napi.
"Dan di Australia pun, kita dengan Australia pun, belum mempunyai perjanjian tentang pemindahan dan tukar menukar narapidana itu," sebutnya.
Yusril mengatakan pemerintah belum memberikan grasi terhadap napi kasus narkotika sejak era Presiden Soeharto. Namun Presiden Prabowo Subianto mempertimbangkan hubungan baik antara Indonesia dan Australia.
"Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama, masalah ini dapat didiskusikan dan dicapai suatu kesepakatan sehingga proses transfers of prisoners itu dapat dilaksanakan," tambahnya.
Pertemuan itu juga membahas permasalahan hukum lain yang terkait Indonesia dan Australia. "Memerlukan adanya peningkatan kerja sama antara kedua negara dalam menghadapi adanya penyelundupan manusia ini," ucapnya.
Draft Transfer Napi Bali Nine
Dalam pertemuan itu, Yusril menyerahkan draf terkait poin-poin syarat transfer narapidana ke Australia.
"Kami juga sudah menyerahkan semua draf untuk dipelajari oleh pemerintah Australia, khususnya oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta tentang poin-poin yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia dalam konteks melakukan transfer of prisoners," kata Yusril.
Yusril menjelaskan baik Indonesia maupun Australia tidak memiliki aturan terkait transfer narapidana. Untuk itu dibuatlah practical agreement terkait transfer narapidana tersebut, yang drafnya telah diberikan.
"Jadi kita tuh menyiapkan apa yang kita sebut dengan practical agreement. Jadi practical agreement itu salah satu bentuk perjanjian juga sebenarnya antara dua negara, tapi untuk kasus yang spesifik," ujarnya.
Yusril mengatakan draf yang sama juga telah diserahkan ke pemerintah Filipina terkait pemindahan Mary Jane. Dia menyebut pemerintah Filipina merespons positif terkait hal tersebut.
"Dan draf yang sama sebenarnya kita sudah submit ke pemerintah Filipina. Dan mereka merespons sangat positif. Tapi pemerintah Australia masih perlu waktu untuk mempelajari draf itu," tuturnya.
Yusril menjelaskan syarat yang merupakan isi draf tersebut. Pertama adalah Australia harus menghormati kedaulatan negara Indonesia.
"Syarat-syaratnya itu pertama sekali adalah negara yang bersangkutan menghormati kedaulatan negara kita," kata dia.
Kedua, Australia harus menghormati keputusan final di pengadilan Indonesia. Ketiga, Australia harus memberi akses Indonesia memantau narapidana yang telah dikembalikan ke negaranya.
"Kita transfer ke negara yang bersangkutan dan kita tetap diberi akses untuk memantau apa yang terjadi kepada narapidana itu setelah dikembalikan ke negaranya," sebutnya.
Dan keempat, Indonesia akan menghormati kedaulatan negara yang bersangkutan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana. Terakhir, katanya, Indonesia berhak mencekal narapidana yang telah dikembalikan ke negaranya.
"Apabila kita transfer ke negara yang bersangkutan, kita berhak untuk mencekal yang bersangkutan untuk tidak masuk ke Indonesia. Kalau dalam kasus narkotik, itu pemerintah kita bisa mencekal seumur hidup," sebutnya.
"Jadi sekarang bola bukan di tangan kita lagi, bola di tangan pemerintah Australia," tambahnya.
(aik/rfs)