Satreskrim Polres Metro Bekasi Kota menangkap pria inisial AFET, pelaku penganiayaan petugas satpam di RS Mitra Keluarga Bekasi. Begini penampakan AFET kini berbaju tahanan.
Pantauan detikcom, AFET ditampilkan dalam konferensi pers di Mapolres Metro Bekasi Kota, Jumat (11/4/2025). AFET terlihat memakai rompi tahanan.
AFET terlihat terus menundukkan wajahnya saat ditampilkan ke hadapan awak media. Dia bergeming saat ditanya wartawan.
Ditangkap di Bandara
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Kompol Binsar Hatorangan Sianturi membenarkan bahwa pelaku telah ditangkap. Pelaku berinisial AFET ditangkap di bandara.
"Sudah diamankan," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Kompol Binsar Hatorangan Sianturi, saat dihubungi detikcom, Jumat (11/4).
AFET ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (10/4) malam. Sebelumnya, AFET sempat mangkir dari panggilan polisi.
Korban Dibanting hingga Kejang
Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (29/3) pukul 22.00 WIB malam. Pihak keluarga menyebut korban sampai kejang-kejang hingga muntah darah usai dianiaya. Pihak rumah sakit pun tak tinggal diam dan melaporkan peristiwa itu ke polisi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan kronologi satpam berinisial S (39) dianiaya pihak keluarga pasien hingga mengalami kejang dan muntah darah. Saat itu pelaku datang ke rumah sakit dan memarkirkan kendaraannya di depan ruang instalasi gawat darurat atau IGD.
Korban lalu menegurnya, namun pelaku tidak terima dan marah. Saat itu lah, pelaku memukul hingga membanting korban ke lantai hingga tidak sadarkan diri.
"Setelah memajukan mobilnya, terlapor turun dari mobil dan langsung menghampiri korban. Selanjutnya terlapor mendorong dan memukul korban, bahkan menarik dan membanting korban hingga terjatuh dan mengalami luka pada bagian kepala. Korban sempat pingsan atau tidak sadarkan diri," jelas Ade Ary.
Pihak keluarga mengatakan korban juga mengalami kejang hingga muntah darah. Korban lalu dibawa menggunakan ambulans untuk mendapatkan penanganan secepatnya.
(mea/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Tahanan di Palembang yang dianiaya rekan satu sel mengaku ditusuk dengan benda diduga sikat gigi. Pelaku menyimpan benda tersebut seharian. [524] url asal
Seorang tahanan Rutan Polrestabes Palembang laporkan rekan satu selnya dalam kasus penganiayaan. Pelaku menggunakan senjata berupa sikat gigi yang diruncingkan. Terungkap bahwa pelaku ternyata telah mengantongi senjatanya seharian.
Peristiwa ini dialami M Fajar alias Tata (34) pada Selasa (3/12) sekitar pukul 13.00 WIB. Kapolrestabes Palembang Kombes Harryo Sugihhartono menyebut penganiayaan tersebut dilakukan dengan sikat gigi.
"Betul, ada seorang tahanan yang mengalami penganiayaan oleh rekannya sendiri. (Penganiayaan dengan) sebatang alat gosok gigi yang disembunyikan di kantong pelaku seharian untuk melakukan kejahatan tersebut," ungkapnya, Rabu (4/12/2024).
Harryo menjelaskan, kejadian ini bermula saat Tata baru saja dibesuk oleh keluarganya. Ketika kembali ke sel, pelaku yang bernama Ricki melakukan penyerangan bersama teman-temannya.
"Saat (Tata) sudah sampai sel, seketika Saudara Ricki melakukan penyerangan bersama teman-temannya. (Aksi tersebut) kemudian dihalau oleh petugas yang mengawal," jelasnya.
Harryo mengatakan peristiwa yang melibatkan para tersangka penganiayaan tersebut berlangsung begitu cepat. Akibat kejadian ini, Tata mengalami beberapa luka di badan bagian atas.
"Korban mengalami luka, namun langsung kami obati. Kami juga berikan haknya untuk melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polrestabes Palembang," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, M Fajar alias Tata melaporkan bahwa dirinya telah menjadi korban penganiayaan oleh 5 rekannya. Peristiwa itu, katanya, terjadi sesaat setelah dirinya menerima kunjungan dari keluarga.
"Saya baru selesai kunjungan. Begitu balik (ke bilik rutan), saya ditusuk oleh rombongan (teman satu sel)," ungkap Tata, Selasa (3/12/2024).
Tata menjelaskan terlapor berinisial RL alias SL. Terlapor menarik baju dan membenturkan kepalanya ke jeruji besi.
"Setelahnya saya dikepung dan dikeroyok dari kanan kiri. Mereka berlima," rinci Tata.
Tata juga mengaku melihat sikat gigi yang telah diruncingkan sebelumnya. Menurut tahanan kasus penganiayaan tersebut, itu diduga menjadi alat penusukan terhadap dirinya.
Kepada petugas SPKT Polrestabes Palembang, Tata melaporkan lima rekan satu selnya yaitu RC, CK, YG, RL alias SL, dan KJ. "Setelah dikeroyok, saya berteriak minta tolong. Akhirnya dilerai oleh petugas," jelasnya.
Akibat penganiayaan tersebut, ada luka tusuk di tangan sebelah kiri dan bahu sebelah kanan Tata, serta luka sayatan di belakang kepala bagian kiri. Selain itu, Tata juga terluka sehingga harus menerima dua jahitan di belakang telinga kirinya.
"Luka-luka tusuk di tangan (kiri), bahu kanan, luka sayatan di kepala sebelah kiri. Langsung dibawa ke klinik tadi untuk diperiksa dan dijahit," ujarnya.
LPSK memberikan perlindungan kepada 11 orang terkait kasus kekerasan terhadap anak di Daycare Wensen School WSI oleh pemilik Meita Irianty. [408] url asal
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada 11 orang terkait kasus kekerasan terhadap anak di Daycare Wensen School Indonesia (WSI) oleh pemilik WSI, Meita Irianty (37) alias Tata Irianty. LPSK menilai perlunya perlindungan dalam kasus ini karena dua korban adalah anak-anak.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mengungkapkan bahwa 11 orang yang menerima perlindungan LPSK terdiri atas 2 korban (anak), 1 pelapor (ayah korban), dan 8 saksi (pengasuh) di WSI.
"Kami memahami pentingnya perlindungan dalam kasus ini, mengingat dampaknya terhadap korban yang masih berusia anak-anak dan perlu dipulihkan. Selain itu, juga penting untuk melindungi para Saksi yang telah dan akan terus berkontribusi dalam pengungkapan perkara guna mendukung upaya penegakan hukumnya," kata Antonius dalam keterangan yang diterima, Jumat (20/9/2024).
Perlindungan tersebut diberikan berdasarkan putusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Selasa (17/9/2024), yang dihadiri oleh tujuh komisioner LPSK.
Antonius mengatakan delapan terlindung yang berstatus saksi mendapat program pemenuhan hak prosedural dan dua di antaranya mendapat rehabilitasi psikologis. Pemenuhan hak prosedural diberikan meliputi pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi psikologis dalam mendukung upaya pemulihan kondisi psikologis para saksi.
Adapun dua korban yang merupakan anak mendapat perlindungan berupa fasilitasi restitusi. Sementara satu pelapor mendapat perlindungan pemenuhan hak prosedural.
"Diperlukan penguatan pengawasan agar perkara serupa tidak terjadi lagi. Kita ketahui bahwa usia anak adalah masa perkembangan penting dan Anak termasuk kelompok rentan yang mengalami kekerasan," ungkap Antonius.
Dalam proses penelaahan permohonan perlindungan, LPSK berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Kota Depok, UPTD PPA Kota Depok dan RS Mitra Keluarga Depok. Hal ini dilakukan untuk menghimpun keterangan, asesmen kebutuhan Terlindung dan layanan yang sudah diberikan oleh lembaga terkait.
Saat ini proses hukum terhadap pelaku masih berjalan. LPSK berkomitmen untuk terus mendampingi para korban dan saksi guna memastikan keadilan dapat ditegakkan.
"Kasus ini juga mencerminkan pentingnya peningkatan pengawasan terhadap tempat penitipan anak, di tengah kebutuhan daycare yang meningkat," pungkas Antonius.
Bos Daycare Ditahan
Meita Irianty (37) alias Tata Irianty, tersangka penganiayaan balita dan bayi di tempat penitipan anak di Depok, sudah kembali ke tahanan. Polisi memperpanjang masa tahanan Meita.
"Kalau perpanjangan penahanan sudah ya. Kalau tahap I belum karena kita baru mendapatkan hasil visum dan kita menunggu visum psikiatri hukum dari korban (MK) yang satunya yang di atas 1 tahun," kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana kepada wartawan di Mapolres Metro Depok, Rabu (21/8).
Dia mengatakan berkas perkara masih dalam proses untuk diserahkan ke jaksa. Namun masa penahanan Meita diperpanjang hingga 40 hari.