BEKASI, KOMPAS.com - Kuasa hukum korban salah gusur, Dadan mempertanyakan pemasangan garis polisi di area eksekusi lahan di Kampung Bulu, Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Pasalnya, polisi seharusnya tak memasang garis polisi lantaran sengketa lahan di Desa Setia Mekar masuk kategori perdata.
"Ini kan putusannya perdata, sejak kapan putusan perdata, polisi masuk, pasang police line semuanya," kata Dadan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman selaku pimpinan RDP berjanji akan memanggil Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa untuk menjelaskan persoalan tersebut.
"Iya mangkanya, nanti kita panggil kapolresnya," ujar Habiburokhman.
Sementara itu, Mustofa menyatakan siap memenuhi panggilan Komisi III untuk menjelaskan persoalan pemasangan garis polisi.
"Kalau saya dipanggil ya saya akan menjelaskan," jelas Mustofa kepada Kompas.com Kamis (27/2/2025).
Mustofa menjelaskan pemasangan garis polisi dilakukan di area pagar yang dibangun oleh pihak Mimi Jamilah selaku pemohon.
Pagar tersebut disebut dirusak oleh seseorang, sehingga personel dari Polsek Tambun Selatan berinisiatif memasang garis polisi.
"Kan sempat dibuat pagar sama pemohon. Kemudian kok pada rusak, kemudian oleh polsek berinisiatif memasang police line di obyek yang katanya pagarnya dirusak," tambah dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan, Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II salah menggusur rumah warga dalam sengketa lahan seluas 3,6 hektare di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Rumah yang kini telah rata dengan tanah itu ternyata berada di luar obyek lahan yang disengketakan oleh penggugat bernama Mimi Jamilah pada 1996.
"Kalau dilihat dari data ini, ini di luar tanah yang disengketakan, setelah kami cek," kata Nusron saat mengunjungi lokasi sengketa lahan di Desa Setia Mekar, Jumat (7/2/2025).
Enam korban kemudian mengadu ke Komisi II dan Komisi III DPR RI untuk menuntut keadilan.