Pemkab Gresik menghadapi masalah serius soal Anak Berhadapan dengan Hukum. Anak-anak itu didominiasi mereka yang tergabung dalam perguruan silat dan gangster. [496] url asal
Pemkab Gresik punya catatan serius yang harus segera ditangani soal kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Anak-anak yang tergabung dalam perguruan silat dan gangster mendominasi ABH di Gresik.
Kepala UPTD PPA Gresik Ratna mengatakan ada beberapa macam kasus ABH yang sedang mereka tangani. Rata-rata kekerasan yang berujung fatal mulai pengeroyokan hingga menyebabkan orang lain luka parah.
"Dalam kasus perguruan (silat), pelaku tidak hanya satu orang bisa mencapai 4 hingga 8 orang. Begitu juga dengan gangster, kami tidak menghitung berdasarkan jumlah kasus, tetapi berfokus pada anak yang membutuhkan pendampingan," jelas Ratna, Selasa (11/2/2025).
Pada 2023, ABH menjadi yang tertinggi dalam kasus kekerasan di Gresik. Rinciannya terdiri dari 111 pelaku laki-laki dan 5 pelaku perempuan. Rata-rata umur pelaku antara 13-17 tahun.
Selanjutnya di 2024, angka itu turun menjadi 82 kasus. Meski demikian, kasus kekerasan yang melibatkan anak tetap menjadi perhatian serius. Terutama karena dampaknya yang luas bagi korban maupun pelaku.
Ratna memaparkan negara mewajibkan pendampingan hukum bagi anak yang menjadi pelaku kejahatan. Proses hukum dimulai dari kepolisian, lalu UPTD PPA mengambil peran dalam mendampingi anak hingga persidangan.
"Kami juga mengajukan agar anak-anak ini ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Blitar, bukan di rutan bersama para orang dewasa," kata Ratna.
LPKA sendiri, dijelaskan oleh Ratna, bertugas untuk membina anak-anak itu. Mereka diberikan keterampilan dengan harapan anak-anak itu tidak kembali terjerembab ke jurang yang sama.
Selain pendampingan hukum, UPTD PPA bersama Dinas Sosial dan pekerja sosial (peksos) juga berupaya agar anak-anak ini tetap bisa melanjutkan pendidikan yang layak.
"Kami berkoordinasi dengan Dinas pendidikan dan sekolah-sekolah agar anak tidak dikeluarkan dari sekolah," katanya.
Menurut Ratna, faktor utama yang menyebabkan anak-anak terlibat dalam aksi kekerasan adalah disfungsi keluarga dan pencarian jati diri di usia remaja. Salah pergaulan juga menjadi faktor pemicu.
"Di usia pubertas mereka ingin menunjukkan eksistensi masing-masing. Jika lingkungan sosialnya salah mereka bisa terseret ke dalam kelompok-kelompok yang berbahaya," urainya.
Meski tren ABH di Gresik menurun pada 2024, pemerintah daerah terus mengintensifkan upaya pencegahan. Mereka aktif melakukan sosialisasi agar anak tidak salah pergaulan hingga melakukan kejahatan.