Sidang perceraian Baim Wong dan Paula Verhoeven melanjutkan pemeriksaan setempat. Hakim menilai kelayakan hak asuh anak di beberapa lokasi terkait. [483] url asal
Sidang perceraian antara Baim Wong dan Paula Verhoeven kembali digelar lagi dengan agenda pemeriksaan setempat. Tim Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan mendatangi beberapa lokasi yang menjadi bagian dari perkara ini.
Lokasi tersebut adalah kediaman Paula di kawasan Pesanggrahan, Bintaro, Jakarta Selatan, kantor Baim di Tiger Wong Entertainment, serta rumah Baim Wong di kawasan Jalan Delman, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Fahmi Bachmid, kuasa hukum Baim Wong, memberikan penjelasan mengenai agenda pemeriksaan yang dilakukan hari ini. Pemeriksaan ini adalah permintaan Baim agar semuanya terang.
"Kita minta pemeriksaan sekaligus kita minta bagaimana respons anak-anak terhadap seseorang. Ternyata anak-anak tetap menolak (Paula), bahkan tetap berteriak-teriak. Jadi tadi pemeriksaan setempat atas permintaan saya selaku kuasa hukum Baim Wong supaya dilakukan pemeriksaan setempat," ujar Fahmi Bachmid di kediaman Baim di Jln Delman Kebayoran Lama, pada Jumat (21/3/2025).
Fahmi juga menjelaskan lokasi pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Hakim untuk menentukan kelayakan hak asuh anak, mulai dari kediaman Paula hingga rumah Baim Wong.
"Tadi dalam proses majelis hakim juga sampai masuk ke kamar untuk melakukan pemeriksaan di lantai berapa rumah yang ada di Ozone. Artinya hal tersebut untuk melihat kelayakan tempat untuk kedua anak tersebut, apakah rumah itu layak atau tidak layak," tambahnya.
Mengenai siapa yang berhak mendapatkan hak asuh anak, Fahmi menegaskan bahwa hal tersebut harus mempertimbangkan kondisi fisik dan mental orang tua.
"Yang terpenting dari semua persoalan ini seseorang harus sehat rohani dan jasmani. Apabila ada salah satu yang tidak sehat, jasmani dan rohani, tidak harus mendapatkan hak hadonah. Jadi dilarang seseorang mendapat hak hadonah apabila ditemukan tidak sehat secara jasmani," ujar Fahmi tegas.
Sementara itu, Baim Wong juga bercerita mengenai jalannya proses sidang hari ini.
"Sebenarnya niat baik dari pengadilan sendiri mau tahu banget situasi seperti apa, satu-satu. Ya tadi mereka ke Ozone (rumah Paula). Saya juga tadi tiba di sini, mereka juga ke Tiger Wong, saya juga ke sana dan mereka semua ke Delman. Mereka mencari tempatnya, melihat situasinya, lihat CCTV yang diatur, melihat bagaimana ini begini, mereka lihat situasinya di rumah ini," ungkap Baim Wong.
Ratusan mahasiswa di Jawa Timur menolak RUU Kejaksaan yang dinilai memperburuk sistem hukum. Mereka mendesak perbaikan substansial, bukan perluasan kewenangan. [655] url asal
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pemuda Mahasiswa Jawa Timur deklarasi menolak RUU yang dinilai memperburuk sistem hukum di Indonesia. Mereka menegaskan perlunya perbaikan yang lebih substansial, yakni bukan soal kewenangan kelembagaan yang diperluas.
Deklarasi disampaikan di tengah forum diskusi yang digagas Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). Diskusi ini dihadiri berbagai aktivis, praktisi hukum dan mahasiswa di Hotel Pelangi Dua, Jalan Simpang Gajayana, Kota Malang, Kamis (20/2/2025).
Hadir sebagai narasumber dari akademisi dan praktisi hukum, di antaranya Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Dr. H. Supriyadi, S.H., M.H., Advokat sekaligus Praktisi Hukum, Firdaus, serta Aktivis Syarif Hidayatullah.
Dalam forum itu, para peserta membedah pasal yang dinilai rancu dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dalam sistem peradilan di Indonesia.
Firdaus selaku praktisi hukum menilai, penambahan wewenang kejaksaan dalam materi RUU Kejaksaan harus dipertimbangkan lebih banyak. Adanya materi dalam aturan tersebut, semakin memperjelas tumpang tindih kewenangan dan dapat memperburuk sistem hukum yang ada.
"Sebuah pekerjaan yang semakin dilebarkan justru membuatnya semakin tidak jelas dan lepas dari tanggung jawab. Seharusnya, bukan memperlebar kewenangan institusi, melainkan memperkuat pengawasan," kata Firdaus.
Firdaus juga menyoroti Pasal 28, di mana memberikan kewenangan penyidikan kepada kejaksaan. Menurut Firdaus, hal ini menjadi persoalan serius karena penyidikan seharusnya merupakan kewenangan kepolisian.
"Kejaksaan juga diberi wewenang untuk menghentikan penyidikan. Ini rancu, karena dua instansi diberikan kewenangan yang tumpang tindih. Dalam praktiknya, hal ini justru akan menyulitkan penyelesaian perkara," tegasnya.
Menurut Firdaus, hal tersebut tidak boleh dilakukan di sebuah negara demokrasi. Sebab, setiap warga negara dan atau lembaga diposisikan setingkat dan apabila melakukan kasus tindak pidana, segera diproses hukum seperti halnya bila ada anggota kepolisian yang diduga melakukan korupsi, maka langsung ditangkap dan diproses.
"Namun dalam RUU Kejaksaan, satu perkara yang ditangani polisi dan bisa diberhentikan oleh Kejaksaan. Lalu, siapa yang bertanggung jawab? Ini tidak jelas dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum," bebernya.
Sebagai solusi, Firdaus menekankan perlunya perbaikan yang lebih substansial. Yakni bukan soal kewenangan kelembagaan yang diperluas. Melainkan memasukkan Komisi Pengawasan Kejaksaan (KPK).
"Itu yang seharusnya diatur, bukan malah menambah tumpang tindih kewenangan," tambahnya.
Sementara itu, Dr. H. Supriyadi, S.H., M.H., dari Universitas Merdeka Malang menambahkan, perubahan dalam sistem hukum harus didasarkan pada efektivitas dan kepastian hukum, bukan justru menimbulkan kebingungan baru.
"Jika sistem ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan semakin menambah ketidakpastian dalam proses penegakan hukum," ujar Supriyadi terpisah.
Di akhir diskusi, seluruh peserta yang hadir menyatakan sikap dengan melakukan deklarasi penolakan RUU Kejaksaan.
Mereka menilai, rancangan ini justru dapat melepas tanggung jawab dan semakin membuat runyam sistem peradilan di Indonesia.
"Kami menolak karena ini bukan sekadar soal regulasi, tetapi soal kepastian hukum bagi masyarakat. Sistem yang tumpang tindih hanya akan merugikan rakyat," tegas Syarif Hidayatullah.
Deklarasi para aktivis, praktisi hukum dan mahasiswa Jawa Timur menjadi bentuk perlawanan akademik dan aspirasi dari kalangan mahasiswa serta praktisi hukum yang berharap agar pemerintah dan legislatif mempertimbangkan kembali rancangan aturan tersebut sebelum disahkan.
Dengan adanya kritik dan masukan dari berbagai pihak, diharapkan sistem hukum di Indonesia dapat berjalan lebih transparan, adil, dan bertanggung jawab.
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) mengungkapkan bahwa warga negara asing (WNA) asal China ... [279] url asal
Tangerang (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) mengungkapkan bahwa warga negara asing (WNA) asal China terbanyak ditolak masuk Indonesia selama periode tahun 2024.
Kepala Bidang Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soetta, Bismo Surono mengungkapkan, bahwa berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 108 kasus yang menyangkut warga China ditolak oleh petugas Keimigrasian Bandara Soetta.
"Warga negara China menjadi warga negara yang paling banyak ditolak masuk dengan kasus sebanyak 108," ucapnya dalam pemaparan refleksi akhir tahun di Tangerang, Selasa.
Ia mengungkapkan, dari 108 kasus penolakan terhadap warga negara asing asal China ini dilakukan berdasarkan pelanggaran yang ditemukan di lapangan seperti keamanan dan keimigrasian.
"Yang lebih banyak terjadi adanya keamanan dan ketertiban yang dilakukan pada saat di masuk ke Indonesia. Banyak juga terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh penumpang warga negara China karena terlalu banyak minum alkohol, dan itu menjadi suatu dasar untuk kita bisa melakukan penolakan," terangnya.
Selain melakukan penolakan kepada warga China, Imigrasi Bandara Soetta sudah melakukan penolakan sebanyak 718 WNA. Hal ini diketahui berdasarkan catatan sepanjang periode 1 Januari-15 Desember 2024.
"Adapun yang kita lakukan penolakan masuk, yaitu alasan keimigrasian yang mana tidak memiliki maksud dan tujuan yang jelas, selebihnya warga negara asing, yang memang kurang dari 6 bulan dan juga tidak memiliki Visa," ungkapnya.
Sementara itu, untuk data perlintasan WNA masuk Indonesia pada tahun ini terdapat 2.730.724 orang. Jumlah tersebut, menjadi angka terbanyak dari tahun sebelumnya yakni sebanyak 2.160.404 WNA.
"Sedangkan untuk WNA yang keluar dari Indonesia melalui Bandara Soetta mencapai 2.093.797, sedangkan tahun 2023 ada 2.668.615 orang," kata dia.