UNGARAN, KOMPAS.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mendorong penyelesaian polemik kepemilikan rumah di Perumahan Punsae, Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, melalui jalur hukum.
Ara, sapaan akrabnya, menugaskan Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko PKP, Brigjen Azis Andriansyah, untuk mengusut dan meminta keterangan seluruh pihak yang terlibat dalam waktu tiga hari.
"Ini pak Dirjen selama tiga hari harus bisa mengungkap semua, audit juga minta dari BPKP dan BPK, semua harus jelas," tegas Ara saat meninjau lokasi, Senin (28/4/2025).
Permasalahan Sertifikat dan Longsor
Menurut Ara, kasus Perumahan Punsae sudah sangat serius sehingga harus diselesaikan di ranah hukum agar ada efek jera.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dalam pemberian kredit dan meminta perbankan lebih selektif memilih pengembang.
"Bank jangan asal memberikan kredit, pilih pengembang yang bertanggung jawab," ujarnya.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, menyatakan bahwa izin pengembangan Perumahan Punsae tidak diajukan pada masa kepemimpinannya.
Namun, ia telah berkomunikasi dengan pengembang saat ini yang berjanji menyelesaikan persoalan tersebut.
Sementara itu, Ketua RW 20 Perumahan Punsae, Julianto Deni Saputra, mengungkapkan dua masalah utama yang dihadapi warga:
Sertifikat rumah belum diserahkan dan malah diagunkan ke BTN, melibatkan sekitar 66 rumah.
Lalu, ada ancaman longsor yang telah berdampak pada 10 rumah dan membuat warga enggan menempati rumah mereka.
Kekecewaan Warga
Sebelumnya diberitakan, sekitar 100 warga Perumahan Punsae resah karena rumah yang telah dibayar lunas terancam dilelang oleh BTN.
Bina Laudhi, salah satu warga, mengungkapkan bahwa dirinya membeli rumah pada 2017 dengan janji akan segera dibangun dan disertai serah terima sertifikat.
Namun, realisasi pembangunan baru dilakukan empat tahun kemudian, itu pun dengan luas tanah yang berbeda dari kesepakatan.
"Masak kami sudah membayar lunas kepada PT. ACK, harus membayar lagi Rp 72 juta ke BTN. Ini kan tidak masuk akal dan sangat memberatkan kami," kata Odi, sapaan Bina Laudhi.
Warga sebelumnya sudah melakukan audiensi dengan BTN dan pengembang, difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Semarang.
Mereka dijanjikan adanya keputusan sebelum 15 April 2025, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.