TANGERANG, KOMPAS.com - Petugas Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Tangerang menangkap 19 warga negara asing (WNA) yang diduga melakukan berbagai pelanggaran keimigrasian, mulai dari overstay hingga penggunaan izin tinggal dengan dokumen perusahaan fiktif.
Para WNA tersebut berasal dari Nigeria (8 orang), Pakistan (8 orang), serta masing-masing satu orang dari Liberia, Gambia, dan Guinea.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Banten Hendra Tri Prasetyo mengatakan, para WNA ditangkap dari lima lokasi berbeda di Kabupaten dan Kota Tangerang.
“Mereka diamankan dari apartemen kawasan Binong, Cisauk, Kelapa Dua, perumahan di Cikupa, dan pemukiman warga di Cikokol, Kota Tangerang,” kata Hendra dalam keterangannya, Sabtu (19/4/2025).
Sebagian dari WNA itu hanya mengantongi dokumen kunjungan wisata, sementara lainnya memiliki izin tinggal yang sudah habis masa berlaku atau overstay.
"Dan mereka tidak mengetahui siapa yang mengirim mereka dan siapa yang mensponsori mereka selama berada di Indonesia," ujar dia.
Hal tersebut bertentangan dengan aturan yang berlaku karena setiap orang asing yang tinggal di Indonesia wajib memiliki sponsor yang bertanggung jawab atas keberadaannya.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Tangerang, Hasanin, mengatakan, beberapa WNA itu mengaku datang ke Indonesia sebagai investor dengan nilai investasi yang diklaim mencapai miliaran rupiah.
Namun setelah ditelusuri, alamat perusahaan yang disebutkan ternyata fiktif.
“Diduga mereka menetap di Indonesia untuk mencari peluang bisnis kerja. Modus jadi investor karena biayanya lebih murah dan jangka tinggal lebih panjang,” ujar dia.
Para WNA tersebut telah memberikan keterangan tidak benar untuk memperoleh izin tinggal, sebagaimana diatur dalam Pasal 123 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Apabila ditemukan alat bukti yang cukup, maka akan dilakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian," ucap Hasanin.
Saat ini, seluruh WNA tersebut masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Jika tidak ditemukan unsur pidana, mereka akan dikenai sanksi administratif berupa deportasi ke negara asal.