Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum pidana anak Ahmad Sofyan menilai perlunya amandemen ketiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, untuk menyesuaikan situasi perlindungan anak di ranah digital.
"Perlu ada amandemen ketiga Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Perlu ada amandemen yang mengintegrasikan," kata Ahmad Sofyan dalam seminar nasional bertajuk "Dari Refleksi Jadi Aksi: Tantangan Digital dan Solusi dalam Konteks Lokal dan Nasional Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak", di Jakarta, Kamis.
Hal ini penting mengingat UU Perlindungan Anak yang ada saat ini belum mengatur perlindungan anak di dunia siber.
"Undang-Undang ini memang tidak dirancang secara khusus dalam melindungi anak di dunia digital. Lebih pada dirancang untuk melindungi anak-anak di dunia nyata. Karena itu ada kekosongan hukum untuk pelindungan anak di dunia siber," kata Ahmad Sofyan.
Menurut dia, peraturan hukum yang mengatur perlindungan anak saat ini tersebar di banyak peraturan perundang-undangan, seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Perlindungan Data Pribadi, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Ahmad Sofyan menambahkan kondisi tersebut membuat penegak hukum mengalami kesulitan dalam memproses hukum kasus tindak pidana yang melibatkan anak.
"Ada lima undang-undang untuk menemukan perbuatan-perbuatan yang dilanggar oleh pelaku-pelaku kejahatan. Dan itu juga menyulitkan penegak hukum karena tersebar," kata dia.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025