SOLO, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi digugat ke Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (15/8/2024).
Gugatan tersebut berkaitan dengan polemik 18 orang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri Nasional 2024 yang lepas jilbab saat pengukuhan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024).
Penggugat yakni Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Arif Sahudi, Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Boyamin, dan Pengurus dan atau Anggota Yayasan Mega Bintang Rus Utaryono.
Meminta agar Kepala BPIP dicopot
DOK. Humas Pertamina Kepala BPIP Yudian Wahyudi Asmi bersama VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, Direktur Utama PHR Ruby Mulyawan, dan jajaran pemerintah berfoto bersama usai menyampaikan keterangan pers kepada awak media nasional saat acara konferensi Pers Peringatan Hari Lahir Pancasila 2024 ?Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045 Mewujudkan Kedaulatan DAN Kemandirian Energi? di Dumai, Riau, Kamis (30/5/2024).Seperti diketahui, lepas jilbab Paskibraka ini, karena adanya surat keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
"Aturan itu, melanggar aturan Pasal 22 Undang-Undang Hak Asasi Manusia pada dasarnya, kebebasan beragama dan menganut kepercayaan," kata Arif Sahudi, Kamis (15/7/2024).
Dalam tuntutannya, pertama, menuntut ganti rugi sekitar Rp 100 juta, yang akan diberikan kepada anak-anak Paskibraka yang melepas jilbab. Sebagai, biaya penyembuhan psikologis.
"Kedua, kita ingin kepala BPIP dicopot Presiden. Karena ini ceroboh, membuat pelanggaran HAM," jelasnya.
Ketiga, tertulis pula dalam tuntunannya, mengingatkan Presiden Jokowi dan Kepala BPIP minta maaf secara terbuka.
"Karena ini mau 17 Agustus, era mau merdeka malah ada polemik ini. Kalau aturan baik, ndak akan menimbulkan polemik. Kalau menimbulkan polemik, jadi kan tidak baik. Katanya toleran," jelasnya.
Dia juga membandingkan dalam pelaksanaan upacara 17 Agustus nanti, seperti anggota kepolisian hingga TNI yang berhijab tetap menggunakan hijab mereka.
"Masak orang sipil tidak boleh kan aneh. Kami meminta aturam tetap pada tahun kemarin. Yang pakai ya pakai jilbab," tegasnya.