1 item, 1 hal

HTI dalam Bayang-Bayang Hukum
Hizbut Tahrir (HT) bukan sekadar organisasi Islam global. Ia adalah gerakan ideologis yang bekerja di balik layar, mengusung sistem khilafah sebagai tatanan ideal... | Halaman Lengkap [932] url asal
#opini #hizbut-tahrir-indonesia-hti #ormas-terlarang #ormas #ekstremisme
(SINDOnews Ekbis) 11/02/25 17:29
v/73754/

Penulis Trilogi Kontra Khilafahisme
HIZBUT Tahrir (HT) bukan sekadar organisasi Islam global. Ia adalah gerakan ideologis yang bekerja di balik layar, mengusung sistem khilafah sebagai tatanan ideal dunia Islam.
Sejak 1980-an, gerakan ini menapakkan jejaknya di Indonesia melalui jalur pendidikan. Abdurahman Albagdadi, seorang aktivis HT dari Australia, masuk ke pesantren Al-Ghazali Bogor, membangun jaringan di kalangan mahasiswa, hingga ideologi ini mengakar di kampus-kampus besar seperti IPB, Unpad, IKIP Malang, Unair dan lainnya.
Pada 1990-an, HTI mulai mengadopsi pendekatan lebih luas. Dari ruang akademik, mereka merambah komunitas pekerja dan birokrasi dengan pola rekrutmen tertutup. Reformasi 1998 menjadi momentum emas yang mereka manfaatkan untuk menampilkan diri secara terbuka. Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah 2002 di Istora Senayan menjadi puncak eksistensi HTI, menandai transisi mereka dari gerakan intelektual menjadi proyek politik yang lebih masif.
Namun, HTI menghadapi dilema besar: mereka menolak model nation-state yang mereka anggap sebagai produk imperialisme, tetapi pada saat yang sama, mereka memanfaatkan kebebasan demokrasi untuk menyebarkan gagasannya. Larangan yang diberlakukan pada 2017 tak serta-merta menghentikan langkah mereka. Sebaliknya, mereka beradaptasi, berpindah ke ranah digital, menyusup ke forum-forum kajian Islam eksklusif, dan mencari celah dalam sistem yang ada.
Gempuran Global
HT bukan sekadar fenomena Indonesia. Di Timur Tengah, mereka dianggap ancaman terhadap stabilitas nasional. Yordania dan Mesir menindaknya dengan keras, Palestina melihatnya sebagai pesaing Ikhwanul Muslimin, sementara Turki menekan mereka agar tidak berkembang.
Januari 2024 menjadi titik balik global bagi HT. Inggris resmi melabeli mereka sebagai organisasi teroris setelah aksi demonstrasi pro-Hamas yang diwarnai seruan "jihad?.
Home Secretary James Cleverly menegaskan HT sebagai kelompok antisemit yang merayakan kekerasan, termasuk serangan 7 Oktober 2023. Keputusan ini menutup ruang gerak HT di Inggris, tetapi jika sejarah menjadi pelajaran, mereka selalu menemukan cara untuk bertahan.
Di Kanada, langkah serupa mulai diambil. Pada 13 Januari 2025, Menteri Keamanan Publik Rachel Bendayan mengumumkan pemantauan ketat terhadap HT setelah rencana konferensi mereka di Hamilton, Ontario. RCMP telah mengaktifkan pengawasan penuh terhadap acara tersebut dan sedang mempertimbangkan status HT sebagai entitas teroris dalam hukum Kanada.
Pada 6 Januari 2025, HT Kanada merespons tekanan ini dengan pernyataan tegas: mereka tetap berpegang pada misinya untuk menghidupkan kembali umat Islam melalui pendirian kembali Khilafah sesuai metode kenabian. Ini adalah sinyal bahwa meskipun mereka menghadapi represi, mereka tetap teguh dalam ideologi dan menolak tunduk pada tekanan pemerintah.
Di Kota Hamilton, respons juga muncul. Wali Kota Andrea Horwath menegaskan bahwa kota tersebut tidak akan menjadi ruang bagi organisasi yang menyebarkan kebencian. Dengan kebijakan ketat terkait penyewaan fasilitas publik, Hamilton memastikan HT tidak bisa beroperasi secara terbuka. Ini adalah tanda bahwa negara-negara Barat mulai melihat HT sebagai ancaman nyata dan mengambil langkah preventif sebelum gerakan ini berkembang lebih jauh.
Mencari Celah Pascapelarangan
Pada 2 Februari 2025, aksi massa berupa pawai terjadi di sedikitnya 22 kota di Indonesia. Meski tidak mengatasnamakan HTI secara resmi, pola mobilisasi dan narasi yang digunakan mengindikasikan keterlibatan jaringan mereka.
Pemerintah diharapkan bertindak lebih tegas terhadap kelompok yang dinilai terus berupaya menyusupkan ide khilafah ke ruang publik, meskipun telah dilarang secara hukum. Ini menunjukkan bahwa HTI tetap mencari celah, menggunakan metode adaptif untuk menghindari deteksi, dan menyusup ke organisasi yang lebih moderat.
Dalam Konferensi Pers BNPT pada 23 Desember 2024 di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa sebanyak 180.954 konten bermuatan radikalisme, intoleransi, dan ekstremisme terdeteksi sepanjang tahun 2024.
Konten-konten ini terafiliasi dengan berbagai jaringan teroris dan kelompok terlarang, di antaranya ISIS, JAD, Hizbut Tahrir Indonesia, dan JAT. Temuan ini menjadi sinyal bahwa meskipun telah dibubarkan, jaringan HTI masih aktif dalam ruang digital, membangun narasi dan merekrut simpatisan baru melalui berbagai platform daring.
Fenomena gerakan khilafah di Indonesia tidak hanya berkutat pada HTI. Salah satu aktor yang turut mencuri perhatian adalah Abdul Qadir Hasan Baraja, pimpinan tertinggi Khilafatul Muslimin (KM), sebuah organisasi yang mengklaim sebagai gerakan dakwah untuk menegakkan sistem khilafah di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1997 dan memiliki struktur kepemimpinan dengan ?khalifah? sebagai pemimpin tertinggi.
KM telah menjadi perhatian pemerintah karena aktivitasnya yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi Indonesia. Organisasi ini diduga menyebarkan paham yang menolak sistem demokrasi dan mendukung pembentukan Negara Islam. Selain itu, mereka juga memiliki jaringan pendidikan dan komunitas yang dianggap menyebarkan ideologi radikal kepada para pengikutnya.
Penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja pada 2022 dilakukan atas tuduhan bahwa ia dan organisasinya terlibat dalam kegiatan yang melanggar UU No 16/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), termasuk menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam keamanan nasional. Pemerintah menilai gerakan ini sebagai ancaman serius terhadap ideologi negara dan tatanan masyarakat.
Namun, yang menarik, kasus serupa telah muncul sebelumnya. Pada 26 Agustus 2020, laporan terhadap Ismail Yusanto telah masuk ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melanggar UU No 16/2017. Meskipun HTI telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, penerapan hukum terhadap individu-individu yang terafiliasi dengannya masih menyisakan pertanyaan. Jika regulasi telah tersedia, mengapa langkah tegas yang sama tidak segera diterapkan?
Keberlangsungan organisasi, termasuk yang telah dinyatakan terlarang, sangat bergantung juga pada sistem pendanaan yang mereka kelola. Perputaran keuangan menjadi denyut nadi yang memungkinkan jaringan mereka tetap hidup, merekrut simpatisan baru, dan menyebarluaskan ideologi mereka. Sudah saatnya pemerintah tidak hanya berfokus pada pemantauan aktivitas organisasi ini tetapi juga menindak sumber daya keuangan mereka.
Redefinisi tindak pidana 'Pencucian Uang' harus diperluas untuk mencakup organisasi terlarang seperti HTI. Langkah konkret yang perlu diambil adalah memperketat regulasi finansial, melakukan audit mendalam terhadap sumber pendanaan yang mencurigakan.
Tanpa upaya ini, organisasi semacam HTI dapat terus bergerak meskipun secara formal telah dinyatakan terlarang. Keputusan untuk membubarkan mereka tanpa menutup celah finansial hanya akan membuat mereka beradaptasi dengan modus operandi baru, yang mungkin lebih sulit dideteksi.
(poe)