JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, proses hukum terhadap mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS yang menjadi tersangka pengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, sudah sesuai prosedur.
Diketahui, SSS telah ditangguhkan penahananya pada Minggu, 11 Mei 2025. Tetapi, proses hukumnya dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
“Kami yakini proses ini dilandasi dengan proses secara prosedural, proporsional, dan profesional dan tentu juga dari tim kuasa hukum selalu mendampingi dalam hal ini juga untuk memberikan akuntabilitas,” kata Trunoyudo di Jakarta, pada Minggu, dikutip dari Antaranews.
Dia menjelaskan bahwa proses penyidikan dimulai pada 7 April 2025. Setelah adanya laporan polisi bernomor LP/B/159/III/2025/SPKT pada tanggal 24 Maret 2025.
Kemudian, penyidik telah memeriksa tiga orang saksi dan meminta keterangan dari lima orang ahli. Lalu, menyita barang bukti, baik dari para saksi maupun tersangka, dan barang bukti tersebut telah diperiksa dengan digital forensik
Hingga akhirnya penyidik menangkap SSS selaku pemilik akun media sosial X yang diduga melanggar UU ITE pada 6 Mei 2025.
“Atas dugaan melakukan tindak pidana dugaan manipulasi atau menciptakan informasi atau dokumen elektronik yang seolah-olah merupakan data yang autentik dan/atau mengunggah berupa dokumen atau gambar yang memiliki muatan terhadap melanggar kesusilaan,” ujar Trunoyudo
Selanjutnya, tersangka SSS ditahan pada tanggal 7 Mei 2025 hingga penahanannya ditangguhkan pada tanggal 11 Mei 2025.
Dorongan agar Dibina
Penangkapan terhadap SSS saat itu sempat menuai berbagai reaksi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga Istana.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pihak kepolisian telah melakukan kriminalisasi dengan menangkap mahasiswi ITB yang membuat meme Prabowo dan Jokowi.
“Kami menilai dalam konteks kebebasan berpendapat polisi telah melakukan kriminalisasi terhadap mahasiswa ITB. Kasus ini menunjukan bahwa negara anti kritik,” ujar Kepala Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (10/5/2025).
Andrie menilai, Bareskrim Polri telah menyimpang dari tugasnya sebagai pelindung masyarakat. Pasalnya, penangkapan ini bertentangan dengan hak atas kebebasan berpendapat yang termaktub dalam UUD 1945.
Terlebih, lembaga negara, termasuk Presiden bukan entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia.
Sementara itu, Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menilai sebaiknya mahasiswi ITB itu dibina.
"Ya kalau ada pasal-pasalnya kita serahkan ke polisi, tapi kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda ya mungkin ada semangat-semangat yang terlanjur ya mungkin lebih baik dibina ya, karena masih sangat muda, bisa dibina bukan dihukum gitu," kata Hasan di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (10/5/2025).
Menurut Hasan, kemungkinan mahasiswi tersebut terlalu bersemangat memberikan kritikan kepada pemerintah.
Oleh karenanya, dia berpandangan bahwa harus ada pembinaan terhadap mahasiswi tersebut.
"Mungkin nanti bisa diberi pemahaman dan pembinaan supaya jadi lebih baik lagi, tapi bukan dihukum gitu. Karena ya ini kan dalam konteks demokrasi mungkin ada yang memang terlalu bersemangat seperti itu," ujar Hasan.
Meski begitu, jika memang ditemukan persoalan hukum di kasus itu, dia menyerahkanya ke aparat penegak hukum.
"Ya, kecuali ada soal hukumnya, kalau soal hukumnya kita serahkan saja itu kepada penegak hukum, tapi kalau karena pendapat, karena ekspresi itu sebaiknya diberi pemahaman dan pembinaan saja bukan dihukum gitu,” kata Hasan.
Penangguhan Penahanan
Sebagaimana diketahui, penahanan terhadap SSS ditangguhkan pada 11 Mei 2025.
Trunoyudo mengatakan, penangguhan penahanan itu diberikan oleh penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri atas dasar permohonan dari tersangka SSS melalui penasehat hukumnya serta orang tuanya.
Selain itu, penangguhan juga diberikan karena adanya iktikad baik dari tersangka SSS beserta keluarganya untuk memohon maaf karena telah membuat kegaduhan.
Di sisi lain, tersangka SSS juga menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto dan Jokowi, serta pihak ITB atas perbuatannya.
“Yang bersangkutan sangat menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya,” ujarnya.
Pertimbangan selanjutnya adalah aspek kemanusiaan serta memberi kesempatan SSS untuk menempuh pendidikannya.
“Penangguhan penahanan ini diberikan, tentu didasarkan pada aspek atau pendekatan kemanusiaan dan memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk melanjutkan perkuliahannya,” kata Trunoyudo.
Ketua Komisi III DPR dan ITB Jadi Penjamin
Tak hanya itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman ternyata menjadi penjamin bahwa SSS tidak akan melarikan diri meski penahanannya ditangguhkan.
Pernyataan ini tertuang dalam Surat Jaminan Penangguhan Penahanan yang dikirim Habiburokhman ke Mabes Polri.
"Dengan ini saya menjamin bahwa saudari SSS tidak akan melakukan hal-hal sebagai berikut, tidak akan melarikan diri," kata Habiburokhman dalam surat tersebut.
Selain itu, Politikus Partai Gerindra ini juga menjamin bahwa mahasiswi ITB tersebut tidak akan merusak barang bukti, mengulangi tindak pidana, dan menghalangi jalannya penyidikan maupun penuntutan di pengadilan.
Permohonan penangguhan penahanan ini juga dilayangkan oleh ITB. Pihak kampus memastikan akan melakukan pembinaan akademik kepada SSS.
"ITB akan melanjutkan proses pembinaan akademik dan karakter terhadap yang bersangkutan,” tulis pihak ITB, dikutip dari situs resminya.
“ITB berkomitmen untuk mendidik, mendampingi, dan membina mahasiswi tersebut untuk dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi, dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan,” tulis pihak ITB lagi.