Kuasa hukum Situr Wijaya laporkan dugaan pembunuhan setelah jasad wartawan ditemukan di hotel Kebon Jeruk. Keluarga curiga ada kejanggalan dalam kematian. [333] url asal
Kuasa hukum wartawan media online Situr Wijaya, Rogate Oktoberius Halawa mengatakan kliennya diduga menjadi korban kekerasan berujung pembunuhan.
Jasad Situr Wijaya ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah hotel di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Jumat (4/4) malam.
"Kami sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya, tentang dugaan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP," kata Rogate saat dihubungi dari Palu, Sabtu (5/5) dikutip dari Antara.
Rogate menyebut laporannya sudah diterima polisi dengan Laporan Polisi nomor LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.
Menurutnya, ada kejanggalan dari kematian kliennya. Berdasarkan foto-foto yang dilihat, kondisi korban mengeluarkan darah dari hidung dan mulut.
"Setelah melihat foto-foto korban, pihak keluarga korban curiga bahwa korban meninggal dunia karena dibunuh. Karena dilihat dari foto kondisi korban mengeluarkan darah di hidung dan mulut, luka memar di wajah dan seluruh badan, serta ada sayatan di leher bagian belakang," ujarnya.
Rogate mengaku saat ini pihaknya masih menunggu hasil autopsi yang sudah dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Sudah dilakukan autopsi di Rumah Sakit (RS) Polri. Tadi disampaikan hasilnya akan segera dirilis karena menjadi atensi," ujarnya.
Sebelumnya, Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat AKBP Arfan Zulkan Sipayung mengatakan pihaknya belum bisa memastikan Situr Wijaya yang berprofesi sebagai wartawan tewas dibunuh.
"Lebam di bagian badan. Di badan, tidak ada di muka. Maksudnya (belum) ada bukti penganiayaan, sementara ya. Untuk hasil autopsi kan kita tunggu hasil visum luarnya. Untuk bekas penganiayaan, bekas benda tumpul, belum ada," kata Arfan.
CNNIndonesia.com telah mencoba mengonfirmasi pernyataan kuasa hukum korban kepada Arfan dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Indradi, namun belum mendapat respons.
Rencananya jenazah Situr Wijaya akan diberangkatkan ke kampung halamannya di Kota Palu hari ini. Jenazah akan dibawa ke rumah duka di wilayah Kabupaten Sigi.
Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid membantu biaya kepulangan jenazah jurnalis asal Kota Palu itu.
Menurut keterangan Selfi, istri almarhum, Anwar telah mengirim bantuan dana sebesar Rp25 juta.
"Ia benar ada bantuan, uang tersebut ditransfer langsung ke rekening saya," kata Selfi.
Seorang wanita asal Cirebon, L, mengungkapkan pengalaman kekerasan oleh kekasihnya, oknum polisi. Kasus ini kini ditangani Polda Jabar dengan penahanan pelaku. [594] url asal
Sakit hati, itulah kondisi perasan yang dirasakan wanita asal Cirebon berinisial L. Tak hanya itu, fisik L juga terluka takala tubuhnya jadi sasaran kekerasan kekasihnya yang merupakan oknum anggota polisi.
Selama dua bulan, tepatnya pada Agustus hingga Oktober 2024, L harus menahan sakit gegara ulah jahat sang kekasih. Tak hanya itu, L juga mendapatkan tekanan dari keluarga sang kekasih untuk tidak membocorkan kekerasan yang menimpanya.
Jengah terhadap hal itu, L menceritakan atas apa yang dialaminya di media sosial (medos) jika L telah menjadi korban penganiayaan yang dilakukan kekasihnya yang merupakan oknum anggota polisi. Dalam unggahannya di medsos, korban mengunggah bukti foto luka di tubuhnya.
Kepada detikJabar, L mengaku, jika sang kekasih ketahuan berselingkuh. "Gak berhenti dia mukulin, hanya karena hal sepele seperti uang kurang atau dia ketahuan selingkuh chat sama cewek lain," kata L.
L mengisahkan, terpaksa membagikan pengalaman pilunya lantaran kesulitan melaporkan dugaan kekerasan tersebut. "Makanya di bulan November-Desember ini saya baru berani speak up karena sudah jauh dari kediaman pelaku," ujarnya.
Menurut L, oknum polisi itu pernah memukulnya di tempat umum, seperti di pinggir jalan hingga sebuah gudang saat oknum polisi itu bertugas di Polresta Cirebon.
"Pas dia masih (tugas) di Cirebon juga dia mukulin saya," ujarnya.
Kasus ini sudah dilaporkan korban ke Polresta Cirebon pada Minggu (23/12) lalu. Dalam laporan tersebut, korban menyebutkan beberapa tindakan kekerasan fisik yang dialaminya, termasuk pemukulan, penjambakan, serta tindak kekerasan lain yang mengakibatkan luka fisik. Pemeriksaan medis menyatakan adanya luka lebam pada beberapa bagian tubuh korban.
Dari laporan tersebut, Propam Polda Jabar melakukan pemeriksaan terhadap terduga pelaku. Bahkan, Bripda AA juga sudah menjalani pemeriksaan kesehatan dengan hasil yang menunjukkan bahwa ia dalam kondisi stabil secara fisik dan mental.
Polda Jabar bergerak cepat menangani kasus ini, oknum polisi berpangkat Bripda sudah diamankan dan ditahan di Propam Polda Jabar. Pihak Propam saat ini masih melakukan serangkaian penyidikan untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan tersebut.
"Saat ini Bripda AA telah dilakukan penahanan. Sedangkan tuntutan korban dan keluarganya berharap supaya diproses hukum sesuai dengan perbuatannya," ujar Kabid Propam Polda Jabar Kombes Adiwijaya dalam keterangan resminya, Kamis (26/12).
Polda Jabar memastikan transparan dalam penanganan kasus ini. Beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan antara lain klarifikasi terhadap korban dan saksi-saksi terkait, pengumpulan bukti tambahan guna mendukung proses hukum, pelaksanaan sidang etik dan disiplin untuk memutuskan sanksi yang sesuai.
Polda Jabar berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri. "Kami tidak pernah mentolerir tindakan kekerasan, terlebih yang melibatkan anggota Polri. Setiap pelanggaran akan diproses sesuai aturan hukum dan kode etik yang berlaku," jelasnya.
"Kami juga memastikan penanganan proses hukum terkait kasus ini akan dilakukan dengan profesional, transparan dan berkeadilan," tambahnya.
Seorang tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) tewas usai dua hari ditangkap pihak kepolisian. Polisi menegaskan bahwa korban tidak tewas di tahanan.
"Sebelumnya saya mengucapkan dukacita dan belasungkawa kami atas meninggalnya salah seorang yang kemarin kita amankan, BS. Yang ingin saya tegaskan bahwa beliau tidak meninggal di dalam tahanan atau di kantor polisi," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan saat konferensi pers, Kamis (26/12/2024) malam.
Gidion menyebut kejadian itu berawal saat korban dan sejumlah temannya tengah memutar musik dengan volume yang kencang sambil mabuk di salah satu kedai tuak di Desa Sei Semayang, Selasa (24/12) malam.
Lalu, saat itu seorang petugas kepolisian inisial Ipda ID yang kebetulan tengah berada di rumah mertuanya menegur korban. Rumah mertua ID ini berdekatan dengan warung tuak tersebut.
"Awalnya seperti yang disampaikan keluarga korban juga, bahwa yang bersangkutan (korban) mabuk. Memang pada waktu itu, anggota saya itu ada di depan rumah mertuanya, kebetulan di depannya ada kedai tuak," jelasnya.
"Dari keterangan yang disampaikan oleh keluarga korban, memang dalam kondisi mabuk, terus musiknya dalam kondisi kencang dan tetangganya mungkin sudah sepuh dan waktu itu malam Natal," sambung Gidion.
Kesal ditegur, korban dan dua rekannya mengancam akan membawa massa. Merasa terancam, lalu anggota polisi tersebut pun menghubungi teman-temannya yang juga anggota polisi.
Pada saat itu, kata Gidion, korban dan teman-temanya juga mengancam menggunakan parang. Pengancaman itu juga telah dilaporkan anggota polisi tersebut setelah petugas menangkap ketiganya.
"Iya, ada laporan polisinya juga, ada pengancaman karena yang bersangkutan (BS) merasa punya massa mungkin, mengundang teman-temannya. Kemudian beberapa temannya datang dengan menggunakan senjata tajam," ujarnya.
Pihak kepolisian pun berupaya mengamankan Budianto dan teman-temanya atas pengancaman itu. Pada saat proses penangkapan itu, sempat terjadi pergulatan antara korban dan petugas kepolisian.
Pada akhirnya, ada tiga orang yang ditangkap oleh petugas kepolisian sekira pukul 00.20 WIB. Ketiganya, yakni Budianto, G dan D.
"Proses awalnya adalah pada hari Rabu pukul 00.20 WIB, terjadi peristiwa di salah satu tempat di Sunggal. Kemudian dilakukan penangkapan terhadap tiga orang terduga pelaku, karena tertangkap tangan, maka kita lakukan pengamanan dan kalau di luar belum ada surat perintah karena memang saat itu dalam posisi tertangkap tangan atas dugaan pengancaman dengan kekerasan. Kemudian dibawa ke kantor pada hari Rabu kurang lebih 02.00 WIB dilakukan pemeriksaan," jelasnya.
Kemudian, pada Rabu (25/12) sekira pukul 15.05 WIB korban Budianto mengalami sakit dan dibawa ke RS Bhayangkara Medan. Pada saat itu, korban sempat mengalami muntah-muntah.
Lalu, pada Kamis (26/12) sekira pukul 10.34 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia. Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka di kepala dan rahang.
"Saya sudah melihat CCTV-nya, yang bersangkutan (BS) sebelumnya mengalami muntah-muntah di dalam ruang penitipan sementara. Lalu, kalau dari hasil visum memang ada beberapa kekerasan yang dialami yang bersangkutan, luka di kepala, di rahang kalau tidak salah, mungkin visum lengkapnya nanti disampaikan," kata Gidion.
Perwira menengah Polri itu mengatakan ada senjata tajam yang diamankan petugas kepolisian dari ketiga orang tersebut. Saat ini, penyidik masih mendalami kepemilikan serta tujuan korban dan temannya membawa Sajam itu.
"Kita menemukan sajam, memang pada saat ditangkap tidak berada pada badan BS, ada pada temannya. Menurut keterangan temannya dia dapat dari Pak BS. ini kan harus diklarifikasi untuk kemudian pada saat itu untuk apa senjata tajam itu, bentuknya golok, kita akan uji juga secara scientific DNA-nya," jelasnya.
Tahanan Polrestabes Medan, Budianto Sitepu, tewas dengan lebam di tubuh setelah ditangkap. Keluarga menduga ada penganiayaan. Polisi masih menyelidiki. [626] url asal
Tahanan Polrestabes Medan bernama Budianto Sitepu (42) tewas usai dua hari ditangkap petugas kepolisian. Keluarga menyebut ada lebam-lebam di tubuh korban.
Istri korban, Dumaria Simangunsong, menyebut kejadian itu berawal pada Selasa (24/12) malam. Saat itu, korban bersama teman-temannya sedang menghidupkan musik sambil meminum minuman keras di Jalan Medan-Binjai KM 13,5 tepatnya di Gang Horas Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.
"Setahu saya, karena saya tak ikut di tempat itu, awalnya mereka buat acara minum-minum pada 24 Desember malam, sekitar jam 11 malam lah kejadian itu," kata Dumaria saat diwawancarai di RS Bhayangkara Medan, Kamis (26/12/2024).
Aksi korban dan teman-temanya itu diduga mengganggu masyarakat sekitar. Alhasil terjadi keributan di lokasi tersebut. Setelah itu, korban dan teman-temanya dibawa ke Polrestabes Medan.
"Karena mereka musik-musikan sampai malam, terganggu lah masyarakat di situ. Sebenarnya gara-gara ributnya dipengaruhi minuman keras," sebutnya.
Dumaria menyebut tidak ada anggota polisi yang memberitahunya bahwa suaminya telah ditangkap. Dia mengaku mendapatkan informasi bahwa suaminya dibawa ke kantor polisi dari teman-teman suaminya pada Rabu (25/12) sekira pukul 01.00 WIB
Kemudian, pada pagi harinya Dumaria mendatangi Polrestabes Medan untuk mengecek kondisi suaminya sambil membawa makanan. Namun, dia menyebut tidak diberikan izin untuk membesuk suaminya. Sementara makanan yang dibawanya diserahkan oleh petugas kepolisian.
"Saya minta tolong mau melihat saja dari jauh, sebentar aja, nggak boleh. Besok saja katanya (petugas) kalau mau," jelasnya.
Dumaria pun kembali datang ke Polrestabes, Kamis (26/12). Namun, saat itu, Dumaria diberitahu bahwa suaminya telah dibawa ke RS Bhayangkara karena sakit.
"Pas saya datang tadi, saya dikasih tahu suami saya di rumah sakit," ujarnya.
Dia pun pergi menuju RS Bhayangkara Medan untuk melihat kondisi suaminya. Namun, setibanya di rumah sakit itu dia melihat suaminya digotong dalam keadaan tidak bernyawa.
Dumaria menyebut wajah suaminya sudah lebam-lebam. Selain itu, bagian badannya juga telah membiru.
"Hanya lewat saja saya nampak suami saya digotong. saya lihat wajahnya iya itu suami saya, sudah meninggal. Saya lihat wajahnya sudah lebam-lebam, badan biru-biru, dadanya juga," kata Dumaria.
Dia menduga suaminya dipukuli. Namun, dia mengaku tidak mengetahui pasti di mana suaminya dianiaya.
"Di rumah sakit (meninggalnya). Saya nggak tahu di mana suami saya dipukuli, tapi kondisi suami saya waktu dibawa ke Polres nggak begitu, sehat. Setelah meninggal saya lihat semuanya lebam-lebam, biru," jelasnya.
Dumaria merasa ada yang janggal dengan kematian suaminya. Untuk itu, dia meminta peristiwa tersebut diusut.
"Saya minta seadil-adilnya karena suami saya pas dibawa baik-baik saja, tapi kenapa pas meninggal suami saya dalam kondisi lebam-lebam biru-biru?," pungkasnya.
Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan menyebut telah mendapatkan informasi soal kejadian itu. Namun, Gidion mengaku belum bisa memberikan penjelasan secara detail terkait peristiwa itu. Dia mengatakan masih akan mengumpulkan data terkait kejadian tersebut.