AMBON, KOMPAS.com - Kreasi ikat pinggang tanduk kerbau buatan warga binaan Lapas Kelas III Wonreli, Kecamatan Pulau Pulau Terselatan, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), menarik perhatian pengunjung bazar di Ambon hingga Jakarta pada Senin, 28 April 2025.
Ikat pinggang tersebut dipamerkan dan dijual dalam bazar murah yang diadakan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Ambon selama dua hari.
Produk ini, yang bergaya maskulin dan didominasi warna hitam, menjadi salah satu item yang paling diminati.
Max Latukolan, petugas Lapas Kelas III Wonreli, menyatakan bahwa produk dari lapas ini menjadi salah satu yang paling banyak peminat.
“Ini kreasi warga binaan kami. Kami lihat apa potensi unggul di Wonreli, yaitu tanduk kerbau."
"Biasanya, setelah disembelih, tanduk kerbau kerap dibuang begitu saja dan dianggap tak bernilai. Tapi kalau kita buat jadi sesuatu seperti ini, dia punya nilai lebih dan laris,” ujarnya.
Terdapat dua tipe ikat pinggang yang ditawarkan, yaitu yang terbuat sepenuhnya dari tanduk kerbau dan yang hanya menggunakan tanduk pada bagian gesper.
Pada pameran kali ini, yang ditampilkan adalah ikat pinggang dengan aksen bahan tanduk kerbau pada gesper.
Pembuatan ikat pinggang ini memerlukan waktu antara dua hingga tiga hari, tergantung pada kegiatan warga binaan.
Pembuatan gesper atau kepala ikat pinggang harus dilakukan dengan detail, sementara untuk bagian belt, mereka memadukan dengan bahan kayu khusus.
“Di MBD, kerbau banyak. Tapi kami hanya menggunakan tanduk kerbau yang sudah mati, biasanya dari kerbau yang disembelih untuk dimakan. Jadi, pembuatannya mengikuti ketersediaan tanduk,” tambahnya.
Kompas.com/Priska Birahy Kreasi ikat pinggang dari tanduk kerbau bikinan warga binaan Lapas Kelas III Wonreli Kecamatan Pulau Pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) pada pameran karya warga binaan di Kota Ambon pada 28-29 April 2025.Ikat pinggang ini dipasarkan dengan harga Rp 350.000 untuk model yang menggunakan aksen tanduk pada gesper, sedangkan yang terbuat sepenuhnya dari tanduk dihargai Rp 500.000.
Latukolan menjelaskan bahwa pemasaran ikat pinggang ini mengandalkan media sosial, seperti Facebook dan Instagram.
Para pembeli tidak hanya berasal dari Maluku, tetapi juga dari luar provinsi.
“Biasanya mereka beli dan jual sampai Rp 800.000, karena yang kami jual ini termasuk murah. Namun, peminatnya cukup banyak,” akunya.
Selain ikat pinggang, karya lain yang dibawa dari Wonreli termasuk gelang dan cincin yang juga terbuat dari tanduk kerbau.
Produk dari warga binaan Lapas Kelas III Wonreli ini juga turut berpartisipasi dalam Indonesian Prison Products and Arts Festival (IPPA Fest) 2025 di Jakarta.
Kepala Lapas Kelas IIA Ambon, Herliadi, mengakui kualitas karya dari warga binaan tersebut. Meski dalam jumlah terbatas dan dengan peralatan seadanya, mereka mampu menghasilkan karya berkualitas dengan detail finishing yang rapi.
“Pameran ini adalah karya dari warga binaan se-Maluku dari tanduk kerbau ini juga ada di pameran di Jakarta. Ini tingkat nasional mewakili karya di Maluku,” ujar di sela-sela kegiatan bazar.
Herliadi berharap karya-karya dari warga binaan dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkarya secara mandiri setelah bebas nanti.