KOMPAS.com - Fakta baru terungkap dalam kasus dugaan rudapaksa oleh dokter residen Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah Pratama (31).
Keluarga korban diketahui telah mencabut laporan polisi terhadap Priguna. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Priguna adalah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).
Ia diduga melakukan tindakan asusila terhadap FH (21), anak dari pasien pria yang sedang dirawat di RSHS Bandung, pada 18 Maret 2025.
Menurut penasehat hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya dan Gumilang Gatot, pencabutan laporan dilakukan sebelum adanya penangkapan pada 23 Maret 2025.
“Kejadian (perjanjian) ini sebelum adanya penangkapan. Itu sudah dilakukan keluarga klien kami,” ujar Gumilang, Kamis (10/4/2025).
Apakah Permintaan Maaf Pelaku Menghentikan Proses Hukum?
Ferdy menjelaskan bahwa kliennya telah meminta maaf atas perbuatannya, namun tetap menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian.
“Kami akan kooperatif membantu memberikan hak-haknya tersangka dan kami akan kawal proses ini sampai akhirnya mempunyai keputusan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pertemuan dengan pihak keluarga korban telah dilakukan sebelum kasus ini mencuat ke publik.
Meskipun keluarga korban tak hadir dalam pertemuan lanjutan, Ferdy menekankan bahwa komunikasi kekeluargaan sudah terjalin.
“Dalam pertemuan itu, sempat ada bukti pencabutan laporan. Namun, itu tidak akan mempengaruhi jalannya proses hukum,” tambah Ferdy.
Bagaimana Tanggapan Keluarga Korban?
Kakak ipar korban berinisial AG membenarkan bahwa ada itikad baik dari keluarga pelaku setelah kejadian.
Ia mengatakan, meski telah memaafkan secara pribadi, keluarga tetap berharap proses hukum dilanjutkan.
“Kami tetap mengutuk perbuatan pelaku. Namun, sesama manusia tentu mesti bisa memaafkan walau itu tak akan mengembalikan kondisi adik saya,” ungkap AG.
Ia menambahkan bahwa kondisi psikis korban masih dalam pengawasan ketat.
“Kami sudah berbicara secara kekeluargaan dan sebagai keluarga sudah memaafkan, tapi secara hukum kami ingin proses tetap berjalan,” ujarnya.
AG juga membenarkan bahwa ayah korban meninggal pada 28 Maret 2025, setelah menjalani operasi di RSHS.
“Sebelum operasi dilakukan, pada 18 Maret terjadi kejadian terhadap adik saya. Operasi berjalan lancar, tapi kondisi bapak memburuk hingga akhirnya meninggal dunia,” jelasnya.
Bagaimana Kronologi Dugaan Rudapaksa di RSHS?
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa kejadian terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, Priguna yang tengah bertugas meminta FH diambil darahnya dengan alasan untuk keperluan transfusi sang ayah.
FH kemudian dibawa dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS, tanpa ditemani siapa pun.
Di ruangan tersebut, pelaku meminta FH berganti pakaian, menyuntikkan cairan bening melalui infus setelah 15 kali percobaan menyuntikkan jarum ke kedua tangan korban.
“Korban mulai merasa pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” ungkap Hendra.
Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di organ vital korban. Polisi menyatakan bahwa cairan tersebut masih dalam tahap pemeriksaan laboratorium untuk uji DNA.
Polisi menangkap Priguna di apartemennya di Bandung pada 23 Maret 2025, dan menetapkannya sebagai tersangka dua hari kemudian.
Ia dijerat Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Barang bukti yang diamankan dari lokasi kejadian antara lain 2 set infus, 2 sarung tangan, 7 suntikan, 12 jarum suntik, 1 kondom, serta beberapa jenis obat-obatan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Keluarga Korban Cabut Laporan, Kasus Dokter PPDS Unpad Cabuli Anak Pasien RSHS Bandung Terhenti?.