JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan saksi dan korban kejahatan terancam kehilangan perlindungan setelah adanya efisiensi anggaran pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dipangkas 62 persen, dari Rp 229 miliar menjadi Rp 85 miliar.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas, mengatakan, efisiensi anggaran tersebut membuat lembaganya kesulitan menjalankan tugas utama dalam melindungi saksi dan korban.
"Pada prinsipnya sih kami mendukung upaya efisiensi dan penghematan ini. Cumanya memang Rp 85 miliar ini enggak mencukupi operasional kami. Maksudnya adalah berkaitan dengan layanan perlindungan terhadap saksi dan korban," ujar Susilaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/2/2025).
Salah satu dampak terbesar yang nantinya akan dirasakan saksi dan korban, yaitu penghentian beberapa jenis bantuan, seperti layanan medis, psikologis, hingga perlindungan fisik bagi korban.
"Untuk yang hari-hari medis, psikologis, perlindungan fisik, psikososial dan pendampingan itu akan sangat berdampak. Pasti akan dihentikan program perlindungannya, baik itu bantuan atau perlindungannya," kata dia.
Selain itu, adanya efisiensi anggaran juga membuat LPSK harus lebih selektif dalam mengambil serta menangani kasus.
Pada 2024, tercatat LPSK telah menerima 10.217 permohonan perlindungan, tetapi dengan anggaran yang sekarang sudah terbatas, yaitu Rp 85 miliar, maka banyak permohonan yang terancam tidak dapat diproses.
"Kami enggak bisa menyetop orang untuk mengajukan permohonan, yang susahnya di situ. Makanya kami membatasi saja bahwa misalnya kalau selama ini mungkin dihubungi 24 jam, sekarang jam kerja, misalnya jam 16.00 WIB selesai, lebih dari itu, kami enggak bisa terima," jelas dia.
Dengan dengan adanya keterbatasan anggaran, maka LPSK berupaya melakukan efisiensi dengan memangkas pengeluaran operasional, seperti listrik, internet, dan penggunaan kendaraan dinas.
"Kami melakukan penghematan listrik, kemudian penggunaan air, internet, itu akan dikurangi sekali. Jadi itu opsi yang akan kami lakukan," ucap dia.