Anggota DPR Umbu Rudi Yanto Hunga prihatin atas maraknya TPPO di NTT. Ia ajak Menteri Hukum untuk melihat kondisi dan merancang solusi komprehensif. [583] url asal
Anggota Komisi XIII DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, menyatakan keprihatinannya terhadap maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia berencana mengajak Menteri Hukum dan HAM, Natalius Pigai, untuk melihat langsung kondisi masyarakat di NTT terkait persoalan ini.
"Saya juga sudah sampaikan beberapa kasus yang terjadi di Nusa Tenggara Timur, dan beliau akan saya ajak ke Nusa Tenggara Timur untuk melihat kondisi langsung di sini," katanya.
Menurut Rudi, kasus TPPO di NTT saat ini semakin masif, tetapi penanganannya belum optimal karena tidak dilakukan secara komprehensif.
"NTT saat ini rawan untuk kasus TPPO dan yang ditangani selama ini hanya di ujungnya saja. Jadi, tidak komprehensif dalam artian kalau kita hanya menunggu tindakan hukum baik dari kepolisian maupun kejaksaan, itu tidak menyelesaikan masalah," jelasnya.
Rudi mengungkapkan persoalan TPPO telah dibahas dalam pertemuan antara Komisi XIII DPR RI dengan Kementerian Imigrasi serta pemerhati pekerja migran Indonesia. Pembahasan ini bertujuan merancang program kerja sama dengan pemerintah daerah di NTT untuk mengatasi persoalan TPPO secara menyeluruh.
"Saya sudah rapat juga dengan Kementerian Imigrasi sebelumnya, dan juga dengan pemerhati pekerja migran Indonesia untuk merancang program bagaimana duduk bersama pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi di NTT dalam mengatasi persoalan TPPO," ujarnya.
Ia menambahkan, bekerja di luar negeri adalah hak setiap warga negara. Namun, yang dibutuhkan adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM) serta keterampilan sebelum mereka berangkat ke luar negeri.
"Untuk pekerjaan itu merupakan hak asasi manusia. Kita tidak bisa melarang seseorang atau warga NTT untuk bekerja di luar negeri, tetapi yang dibutuhkan adalah bagaimana meningkatkan sumber daya manusia bersama pemerintah daerah untuk menyiapkan pelatihan dasar seperti bahasa, keterampilan, dan lainnya," pungkasnya.
Rudi juga menyoroti perlunya pemerintah daerah mengetahui secara jelas perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTI) yang melakukan perekrutan tenaga kerja di masing-masing daerah.
"Kenapa demikian? Agar tidak ada lagi lembaga PJTI yang bekerja tidak transparan. Karena ini berkaitan dengan hak hidup seseorang, hak pendapatan, serta hak jaminan sosial dan kesehatan di negara lain," tegasnya.
Selain kasus TPPO, Rudi turut menyoroti belum adanya Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (HAM) di NTT. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu program yang tengah dibahas di tingkat kementerian.
"Berkaitan dengan Kementerian HAM di wilayah NTT yang belum ada, ini menjadi program Pak Menteri. Jadi, ini merupakan kementerian baru yang membutuhkan struktur, dan saat ini sedang berjalan," ujarnya.
Ia mengaku akan melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah guna memfasilitasi kehadiran Kanwil HAM di NTT.
"Kami sudah bertemu beliau dan Pak Gubernur NTT yang baru siap untuk bekerja sama memfasilitasi semua hal, termasuk Kanwil HAM itu sendiri di NTT," lanjut Rudi.
Beragam peristiwa hukum telah terjadi pada Minggu (8/12), dan berikut beberapa di antaranya yang dapat dibaca kembali oleh Anda, yakni dari jumlah gugatan ... [427] url asal
Jakarta (ANTARA) - Beragam peristiwa hukum telah terjadi pada Minggu (8/12), dan berikut beberapa di antaranya yang dapat dibaca kembali oleh Anda, yakni dari jumlah gugatan Pilkada 2024 hingga surat edaran daftar pencarian orang (DPO) terkait Harun Masiku.
1. MK telah terima 115 gugatan Pilkada 2024
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 115 gugatan Pilkada 2024 atau perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKADA) sejak 3 sampai dengan 6 Desember 2024.
Pengamatan ANTARA berdasarkan laman MK berikut pada Minggu (8/12) menunjukkan 86 pasangan calon bupati dan wakil bupati serta 29 pasangan calon wali kota dan wakil wali kota telah mendaftarkan perkara PHPKADA ke MK.
2. Polres Pemalang sebar edaran DPO Harun Masiku dari KPK
Kepolisan Resor Pemalang, Jawa Tengah, menyebarkan surat edaran daftar pencarian orang (DPO) perkara tindak pidana suap, Harun Masiku, yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Kepolisian Resor Pemalang AKBP Eko Sunaryo di Pemalang, Minggu (8/12), mengatakan penyebaran edaran pencarian DPO atas nama Harun Masiku tersebut sebagai bentuk dukungan pada kinerja KPK.
3. Polda NTT ungkap kasus dugaan TPPO di Kota Kupang
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah Kota Kupang dengan modus menjanjikan pekerjaan kepada calon pekerja migran di wilayah provinsi berbasis kepulauan itu.
“Tersangka berinisial AS ditangkap pada Sabtu kemarin (7/12) setelah keluarga korban melaporkan kasus dugaan TPPO itu ke Polda NTT pada Sabtu (7/12) malam pukul 20.00 WITA,” kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy di Kupang, Minggu (8/12) pagi.
4. Damkartan gabungan evakuasi tiga warga tewas dalam sumur di Lombok
Petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkartan) Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama aparat gabungan Tim SAR melakukan evakuasi terhadap tiga warga yang meninggal di dalam sumur di Desa Pegandang, Kecamatan Praya Tengah.
"Ketiga korban dievakuasi dalam keadaan meninggal dunia di dalam sumur," kata Kepala Damkartan Lombok Tengah Supardan di Lombok Tengah, Minggu (8/12).
5. ICJR: Penangkapan oleh Polri harus jadi objek uji pengadilan di RKUHAP
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus memberi peluang agar seluruh tindakan kepolisian, dalam konteks penyelidikan dan penyidikan, bisa menjadi objek uji dari pengadilan (judicial scrutiny).
Kebijakan tersebut diyakini oleh ICJR sebagai salah satu langkah konkret yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mereformasi Polri.
KontraS Sumut desak hakim PN Stabat yang vonis bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana diperiksa secara etik, usai MA kabulkan kasasi JPU di kasus TPPO. [763] url asal
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait vonis bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) di kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau kerangkeng manusia dan menghukum Terbit 4 tahun penjara. KontraS Sumut mendesak agar hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat yang memvonis bebas Terbit diperiksa secara etik.
"Vonis 4 tahun terhadap TRP oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung membuktikan adanya kebenaran bahwa TRP telah secara sah dan sengaja melakukan pelanggaran terhadap hukum dan hak asasi manusia. TRP telah terbukti melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata Staf Advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit, Kamis (28/11/2024).
Meskipun demikian, putusan hakim MA yang tidak mengakomodir restitusi terhadap korban menjadi sorotan KontraS Sumut. Hukum dinilai hanya untuk menghukum pelaku tanpa mengedepankan kepentingan para korban.
"Namun sangat disayangkan, dalam putusan MA tidak mengakomodir perihal restitusi terhadap korban. lagi-lagi hukum kita hanya fokus pada penghukuman terhadap para pelaku, tapi mengenyampingkan kepentingan para korban," ucapnya.
"Kerugian materil dan immateril yang dialami para korban harusnya menjadi prioritas utama dalam suatu putusan hukum," imbuhnya.
Dengan vonis MA tersebut, Ady menaruh curiga terhadap para hakim PN Stabat yang telah memvonis bebas Terbit beberapa waktu lalu. Para hakim dinilai tidak memiliki perspektif korban.
"Selain itu, putusan MA ini juga membuka kecurigaan terhadap hakim yang memvonis bebas TRP pada pengadilan tingkat pertama yakni di Pengadilan Negeri Stabat. Kami menduga bahwa hakim tingkat pertama tidak memiliki perspektif korban dan lagi-lagi tidak menjunjung tinggi prinsip HAM," ujarnya.
Sehingga Ady meminta agar hakim PN Stabat yang memvonis bebas Terbit harus diperiksa secara etik. Sebab putusan bebas hakim saat itu membuat rasa ketidakpercayaan terhadap institusi pengadilan.
"Tentu para hakim Pengadilan Negeri Stabat yang memutus bebas TRP harus diperiksa oleh mahkamah agung secara etik. Mengingat putusan tersebut telah menimbulkan kegundahan dan ketidakpercayaan publik pada institusi peradilan dan penegak hukum itu sendiri. Harusnya hakim memiliki keyakinan bahwa rasa sakit dan trauma yang dialami para korban TPPO kerangkeng Langkat milik TRP harus dilihat sebagai korban pelanggaran HAM atas relasi kekuasaan TRP," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait vonis bebas mantan Bupati Langkat Terit Rencana Perangin-angin di kasus kerangkeng atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Terbit pun akan dihukum empat tahun penjara di kasus tersebut.
"Mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum," demikian putusan MA seperti dilihat dari situs MA, Selasa (26/11).
MA menilai Terbit terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Hakim juga menghukum Terbit membayar denda Rp 200 juta.
"Pidana penjara 4 tahun, denda 200 juta subsider kurungan 2 bulan," demikian putusan MA.
Untuk diketahui, JPU sendiri menuntut Terbit dengan hukuman 14 tahun penjara. Selain itu, Terbit juga diminta membayar restitusi untuk para korban sebesar Rp 2,3 miliar.
Terbit sendiri dijerat dengan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 2 Ayat 2 Junto Pasal 11.
Namun majelis hakim PN Stabat memvonis bebas Terbit. Hakim menilai jika Terbit tidak terbukti secara melakukan dakwaan JPU.
"Mengadili satu, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin Angin alias Pak Terbit alias Cana tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana yang dikeluarkan dalam dakwaan satu pertama dan kedua, kedua pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam," kata Ketua Majelis Hakim Andriyansyah saat membacakan putusan, Senin (8/7).
Sehingga hakim meminta agar Terbit Rencana dibebaskan. Selain itu, hakim juga meminta agar hak serta harkat martabat Terbit dipulihkan.
"Dua bebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, ketiga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya," ucapnya.
Ketiga hakim PN Stabat yang memvonis Terbit Rencana adalah Andriyansyah bertugas sebagai Ketua Majelis Hakim. Sedangkan Dicki Irvandi dan Cakra Tona Parhusip bertindak sebagai anggota majelis hakim.
Komnas HAM ungkap 1.000 jenazah PMI dari NTT dipulangkan antara 2019-2024. Kasus TPPO di NTT masih minim penanganan dan pencegahan dari pemerintah. [340] url asal
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan sebanyak 1.000 jenazah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dipulangkan dalam kurun waktu 2019-2024.
"Tercatat selama lima tahun terakhir ini, hampir 1.000 jenazah PMI yang dipulangkan ke NTT, tetapi sebagian besar kasusnya sama sekali tidak terungkap," ujar Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di Kupang, NTT, Selasa (19/11/2024).
Dalam kasus TPPO, jelas Anis, para korban mengalami eksploitasi, kekerasan, hilangnya nyawa, dan tidak mendapatkan keadilan atau delay in justice, khususnya terkait proses penegakan hukum atas kejadian yang dialami. Walhasil, kasus TPPO di NTT mengalami suatu tantangan yang luar biasa.
Anis mengungkapkan hasil kajian Komnas HAM dalam kasus TPPO 2023 yang baru dilaunching tahun ini. Kajian menyoroti pemerintah dalam penanganan dan pencegahan TPPO di NTT dan Kalimantan Barat (Kalbar).
"Kalau untuk TPPO di NTT, itu ada pada situasi darurat yang mana pencegahan dari pemerintah masih sangat minim," beber Anis.
Kemudian, Anis berujar, setiap pihak berbicara menaruh atensi untuk memberantas TPPO, tetapi yang dilakukan belum kelihatan secara serius dalam penanganan lanjutan. "Ini memang belum serius dalam penanganan kasus TPPO," jelas Anis.