MATARAM, KOMPAS.com - Sejumlah alumni santriwati yang diduga menjadi korban pencabulan oknum pimpinan yayasan salah satu Pondok Pesantren di Lombok Barat, NTB, meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tim sudah mengirimkan surat permohonan perlindungan dan permohonan restitusi ke LPSK," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Rabu (23/4/2025).
Joko mengatakan, korban santriwati sempat mendapat sejumlah ancaman dan tawaran untuk dinikahkan oleh seorang oknum yang diduga kerabat terduga pelaku.
"Ada oknum yang mencoba mengancam, ada yang menawarkan untuk dinikahkan dengan seseorang, udah nikah aja nanti kita yang biayai," kata Joko menirukan.
"Bahkan ada iming-iming untuk menikah dengan adik pelaku," kata Joko.
Joko menyebutkan, dari identifikasi oleh Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB, ada sekitar 22 alumni santriwati yang menjadi korban pencabulan yang diduga dilakukan oleh oknum ketua yayasan pondok pesantren.
Dari jumlah tersebut, 9 orang korban sudah berani buka suara dan melaporkan kekerasan seksual tersebut ke polisi.
Korban yang melapor merupakan alumni ponpes tahun 2016-2023.
Saat kejadian, para korban yang melapor masih di bawah umur dan duduk di bangku sekolah setingkat SMP - SMA.
Diberitakan sebelumnya, AF, pimpinan yayasan salah satu pondok pesantren di Lombok Barat, dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap santriwati, setelah para korbannya menonton film serial Malaysia berjudul Bidaah (Walid).
Kasus dugaan pencabulan dan kekerasan seksual terungkap berawal dari percakapan di grup alumni yang memperbincangkan film Bidaah (Walid) yang tengah viral.