Seorang narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Singaraja bernama Gede Widiarta alias Celeng (47) kembali ditangkap lantaran menjadi otak peredaran sabu-sabu di wilayah Buleleng, Bali. Ia mengedarkan sabu-sabu menggunakan perantara.
Kasus ini terungkap saat polisi menangkap seorang warga Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, berinisial KS (31). Kasatserse Narkoba Polres Buleleng AKP Putu Subita Bawa mengatakan pada Sabtu (22/2/2025) sekitar pukul 16.00 Wita, Tim Khusus Bhayangkara Goak Poleng menangkap paksa KS di rumahnya di Banjar Dinas Kubuanyar, Desa Pacung. Penangkapan tersebut disaksikan aparat desa setempat. Polisi mendapati barang bukti sabu dengan berat total 21,34 gram bruto atau 16,56 netto.
"Dari hasil interogasi terhadap KS, dia menjadi perantara jual beli narkotika jenis sabu atas suruhan Gede Widiarta alias Celeng yang saat ini masih menjalani hukuman di Lapas Kelas II B Singaraja," kata Subita.
Saat menjadi perantara, KS mendapat imbalan sejumlah uang dari Celeng. Selain bertugas mengantarkan pesanan narkoba, ia juga bertugas mengambil paket sabu dan membaginya menjadi beberapa paket.
Setelah menangkap KS, polisi kemudian melakukan pengembangan ke lapas. Gede Widiarta ditangkap di dalam kamarnya di lapas. Dari hasil penggeledahan terhadap Gede Widiarta, polisi mendapati barang bukti uang Rp 300 ribu diduga hasil penjualan narkoba dan satu ponsel.
Gede Widiarta mengakui telah memerintahkan KS pada 20 Februari 2025 untuk mengambil paket sabu di pinggir jalan raya Desa Pacung. Atas perbuatannya, KS dan GW dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Narapidana CUKE diduga jual narkoba dari Lapas Kerobokan. Penangkapan dilakukan setelah polisi mengamankan pembeli sabu. Kasus masih dalam pengembangan. [465] url asal
Seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan berinisial CUKE diduga menjadi otak peredaran sabu-sabu. Hal itu terungkap setelah Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Buleleng menangkap PM, warga Desa Patemon, yang mengaku membeli sabu dari CUKE.
Kasatserse Narkoba AKP Putu Subita Bawa mengatakan kasus ini bermula dari informasi masyarakat ada seorang warga di Desa Patemon, Kecamatan Seririt, memesan barang diduga sabu melalui marketplace. Sesuai informasi tersebut, polisi langsung menyelidiki.
"Kemudian pada hari Jumat (21/2/2025), kami mendatangi rumah orang yang memesan barang berupa plastik microtube tersebut yang setelah diamankan mengaku bernama KS dan dilakukan penggeledahan di rumah tersebut dan hanya mendapati satu bungkus plastik yang di dalamnya berisi microtube," kata Subita, Senin (3/3/2025).
Saat diperiksa, KS mengakui telah memesan barang tersebut lewat akun marketplace atas suruhan KA, temannya. Polisi pun menangkap KA di rumahnya. Hasil interogasi, KA mengakui disuruh oleh PM (41) dengan dijanjikan upah berupa sabu apabila barang sudah sampai.
"Kemudian tim opsnal mendatangi rumah PM yang berada di Desa Patemon dan berhasil mengamankan PM yang saat itu sempat ingin melarikan diri," katanya.
Penangkapan terhadap PM disaksikan oleh aparat desa setempat. Kemudian polisi, menggeledah rumah PM dan di sana ditemukan satu bungkus paket sabu dengan berat total 19,77 gram. PM mengungkapkan barang tersebut didapat dari CUKE yang saat ini mendekam di Lapas Kerobokan.
"PM bersama dengan barang bukti lainnya di bawa ke mako untuk diperiksa lebih lanjut," ungkap Subita.
Menurut Subita, Polres Buleleng masih berkoordinasi dengan Lapas Kerobokan untuk menelusuri pengakuan PM tersebut.
"Kami masih koordinasi dengan Lapas Kerobokan. Ini perlu persiapan administrasi bagaimana cara masuk ke wilayah instansi lain," jelasnya.
Atas perbuatannya, PM dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.