Bandung -
Hamas mengumumkan penundaan pembebasan sandera Israel yang sebelumnya dijadwalkan. Penundaan ini terjadi karena Israel disebut tidak mematuhi persyaratan yang telah disepakati.
"Pembebasan para tahanan (sandera Israel), yang dijadwalkan pada Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, menunggu kepatuhan pendudukan dan pemenuhan surut kewajiban beberapa minggu terakhir," kata juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dalam pernyataan yang dikutip AFP, Selasa (11/2/2025), seperti dilansir dari detikNews.
Ia menegaskan bahwa Hamas tetap berkomitmen terhadap ketentuan perjanjian selama Israel juga memenuhi kewajibannya.
Perjanjian Gencatan Senjata dan Pertukaran Tahanan
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel, fase pertama dimulai pada 19 Januari 2025. Dalam fase ini, sebanyak 33 sandera Israel dijadwalkan akan dibebaskan dengan imbalan sekitar 1.900 tahanan, yang sebagian besar merupakan warga Palestina, yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Hingga Sabtu lalu, pertukaran tahanan yang kelima telah selesai. Dalam pertukaran tersebut, tiga sandera Israel dan 183 tahanan Palestina dibebaskan. Dengan pembebasan ini, total 73 dari 251 sandera yang ditangkap dalam serangan awal masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut laporan militer Israel telah meninggal.
Hamas Tuduh Israel Langgar Kesepakatan
Hamas menyoroti sejumlah pelanggaran yang dilakukan Israel dalam tiga minggu terakhir, yang menjadi alasan utama penundaan pembebasan sandera.
"Hal ini termasuk menunda kembalinya para pengungsi ke Gaza utara, menargetkan mereka dengan tembakan di berbagai wilayah Jalur Gaza, dan tidak mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan dalam segala bentuk yang disepakati," tambah Abu Ubaida.
Ia juga menegaskan bahwa Hamas telah memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Dengan adanya ketegangan ini, prospek kelanjutan pertukaran tahanan dan gencatan senjata masih belum pasti. Situasi di Gaza pun terus menjadi perhatian dunia internasional, mengingat dampaknya terhadap upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(dek/sud)