Biro Hukum Setda Pemprov Jabar mengatakan kemungkinan pihaknya banding atas putusan PTUN Bandung yang mengabulkan gugatan perkumpulan Lyceum Kristen terhadap lahan SMAN 1 Bandung yang berada di Jalan Ir H Juanda (Dago), Kota Bandung.
Mengutip dari laman https://sipp.ptun-bandung.go.id/detil_perkara dalam putusan dengan nomor perkara 164/G/2024/PTUN.Bdg tertanggal 17 April 2025, menyatakan mengabulkan gugatan penggugat yaitu Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
Analis Hukum Ahli Madya, Biro Hukum Setda Pemprov Jabar Arief Nadjemudin mengatakan banding akan diajukan setelah pihaknya mempelajari naskah lengkap putusan tersebut. Menurutnya, selama proses di PTUN pihaknya dan juga kantor tanah atau BPN Kota Bandung telah menunjukan bukti penerbitan sertifikat secara sah.
"Upayanya sudah pasti kami akan banding, itu hak kita. Kami sudah mengajukan bukti-bukti yang jelas, dari pihak BPN juga sudah jelas sertifikat itu diterbitkan secara sah, tidak ada masalah," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (18/4).
Menurutnya, putusan PTUN itu tak adil. Namun, pihaknya akan mempelajari naskah lengkap putusan sebelum akhirnya mengajukan banding ke PTTUN.
"Kalau dilihat dari putusannya, menurut kami itu putusan yang tidak adil. Pasti ada sesuatu hal-hal yang kita pertimbangkan juga, ini kaitan dengan kepentingan umum, sekolah kemudian juga kalau kita lihat di ketentuan hukum dan fakta yang ada, kan harus seimbang, jadi nantinya kita pelajari dulu," katanya.
Lebih lanjut, pihaknya mengaku heran pengadilan mengabulkan gugatan PLK atas lahan SMAN 1 Bandung itu. Menurut pihaknya kedudukan hukum (legal standing) penggugat tidak kuat.
"Malah kalau dilihat dari legal standing penggugat ini sebelumnya, mengklaim sebagai terusan dari HCL, HCL itu kan sudah dibubarkan, tapi kok ada penerusnya, secara logika saja, kalau suatu perkumpulan dibubarkan masa ada yang meneruskan, apalagi perkumpulan ini sudah lama dibubarkan," katanya.
Arief menilai saat persidangan juga tidak dilakukan peninjauan kembali. Arief menyampaikan perkumpulan Lyceum Kristen pun pernah tercatat melakukan tindak pidana pemalsuan akta perkumpulannya.
"Dan yang paling penting kami juga menyampaikan juga di fakta persidangan bahwa si PLK ini ini pernah melakukan tindak pidana pemalsuan akta perkumpulannya dan pernah di pidana, ada salah satu pengurusnya," terang dia.'
Sebelumnya, Perkumpulan Lyceum Kristen menggugat kepemilikan SMAN 1 Kota Bandung (Smansa) atas lahan di Jalan Ir H Juanda atau Jalan Dago Nomor 93.
Gugatan diserahkan ke PTUN dan teregister melalui perkara nomor 164/G/2024/PTUN.BDG sejak 4 November 2024.
"Menyatakan batal Sertipikat Hak Pakai Nomor : 11/Kel. Lebak Siliwangi, terbit tanggal 19 Agustus 1999, Surat Ukur tanggal 12-4-1999 No.12/Lebak Siliwangi/1999, luas 8.450 M2, atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat," isi putusan yang diakses dari laman pengadilan pada Jumat ini.
Dalam putusannya, PTUN pun meminta tergugat yakni Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung dan tergugat intervensi Kepala Disdik Jabar untuk mencabut Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11/Kel. Lebak Siliwangi terbit tanggal 19 Agustus 1999, Surat Ukur tanggal 12-4-1999 No.12/Lebak Siliwangi/1999 dengan luas 8.450 meter persegi atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat;.
Selain itu, tergugat juga wajib memproses perpanjangan dan menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama penggugat, sebagaimana dimuat dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor: 1228/Kel. Lebak Siliwangi, Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor1229/Kel. Lebak Siliwangi, dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1232/Kel. Lebak Siliwangi.
Tergugat juga diputuskan membayar biaya perkara secara tanggung-renteng sejumlah Rp440.000.
CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari pihak penggugat atas putusan PTUN Bandung tersebut.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan pemprov telah menyiapkan tim hukum untuk mendampingi SMAN 1 Bandung yang tengah digugat oleh Perkumpulan Lyceum Kristen soal lahan sekolah.
"SMA 1 Bandung kami siapkan tim hukumnya untuk mendampingi," kata Dedi di Lanud Husein Sastranegara Bandung, Selasa (11/3) lalu seperti dikutip dari Antara.
Video menunjukkan siswa SD di Medan disuruh belajar di lantai karena menunggak SPP. Dinas Pendidikan akan memanggil wali kelas terkait insiden ini. [542] url asal
Sebuah video menampilkan seseorang siswa sekolah dasar (SD) swasta di Jalan STM, Kota Medan, disuruh belajar di lantai oleh wali kelas karena menunggak uang sekolah selama 3 bulan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Medan bakal melakukan klarifikasi kepada guru yang bersangkutan.
"Nanti kami dari Dinas Pendidikan menindaklanjuti setelah kami klarifikasi ke yang bersangkutan," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Medan Benny Sinomba Siregar, Jumat (10/1/2025).
Pihaknya bakal menyampaikan hasil klarifikasi tersebut nantinya. Benny belum menanggapi banyak soal peristiwa itu.
"Ya lagi kami proses juga, nanti detailnya kami sampaikan," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah video menampilkan seseorang siswa sekolah dasar (SD) swasta di Jalan STM, Kota Medan, disuruh belajar di lantai oleh wali kelas. Siswa kelas 4 SD itu disuruh belajar di lantai hanya karena menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Dalam video yang dilihat, Jumat (10/1), terlihat siswa SD duduk di lantai dalam ruangan kelas. Kemudian perekam video yang ternyata orang tua siswa itu mempertanyakan perihal tersebut kepada wali kelas yang saat itu sedang berada di ruangan belajar.
Orang tua siswa, Kamelia (38), mengatakan jika peristiwa dalam video terjadi pada Rabu (8/1). Anaknya sendiri ternyata telah duduk selama 3 hari di lantai.
"Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya," kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1/2025).
Kamelia pun menceritakan kronologi dia mengetahui anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar.
"Jadi gini ceritanya, saya memang belum melunasi uang SPP awalnya, tapi wali kelasnya itu kan membuat peraturan kalau sudah terima raport baru muridnya bisa mengikuti pelajaran," sebutnya.
Peraturan itu kemudian diketahui dibuat sendiri oleh wali kelas tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Anak Kamelia sendiri belum bisa mengambil rapor karena masih menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.
Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.
"Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat raport," ucapnya.
Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga, desak Disdik jatuhi sanksi ke sekolah yang menghukum siswa SD belajar di lantai karena tunggakan SPP. [824] url asal
Wakil Ketua DPRD Sumut Ihwan Ritonga angkat bicara mengenai video viral menampilkan seseorang siswa sekolah dasar (SD) swasta di Jalan STM, Kota Medan, disuruh belajar di lantai oleh wali kelas karena menunggak uang sekolah selama 3 bulan. Dia mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan untuk menjatuhkan sanksi kepada sekolah tersebut.
Mulanya Ihwan mengatakan dia baru saja mendatangi rumah murid tersebut dan bertemu orang tuanya. Menurutnya, hukuman yang diberikan kepada murid itu dapat merusak mental anak.
"Iya ini saya baru pulang, jadi memang sangat disayangkan sekolah memberikan hukuman seperti itu terhadap anak apalagi kelas 4 SD yang belum mengerti apa-apa, ini kan bisa merusak mental atau psikologisnya seorang anak, sementara anak itu kan tahunya belajar," kata Ihwan Ritonga kepada detikSumut, Jumat (10/1/2025).
Mendengar cerita dari Kamelia, orang tua dari siswa itu, Ihwan bakal membayar uang sekolah siswa tersebut hingga lulus SD. Selain siswa tersebut, Ihwan juga bakal membayar uang sekolah anak Kamelia yang satu lagi di sekolah tersebut.
"Kita prihatin, sedih, melihat anak digituin karena latar belakang ekonominya kurang mampu, jadi saya secara spontan tadi saya bayarin uang sekolahnya (2 anak Kamelia) sampai dengan tamat SD," ucapnya.
Ketua DPC Gerindra Medan ini berharap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan memberikan sanksi kepada sekolah. Hal itu agar menjadi evaluasi bagi seluruh sekolah untuk tidak mempermalukan siswa apalagi karena tidak mampu membayar uang sekolah.
"Harapan kita Dinas Pendidikan dalam hal ini Kota Medan memberikan teguran keras dan sanksi supaya menjadi bahan evaluasi kepada sekolah-sekolah dimana pun berada, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang dihukum karena tidak mampu membayar uang sekolah, apalagi hukumnya adalah mempermalukan di depan temannya," ujarnya.
Pihak sekolah dinilai harus lebih bijak mengelola bantuan operasional sekolah (BOS) yang beserannya Rp 900 ribu per orang selama setahun. Sehingga peristiwa seperti ini tidak lagi terjadi dan komunikasi yang baik juga perlu dilakukan oleh sekolah dengan orang tua murid.
"Harusnya sekolah bijak menggunakan dana BOS untuk siswa yang tidak mampu membayar uang sekolah, kalau kita cek data 1 murid itu mendapat Rp 900 ribu jika dia SD selama setahun, harusnya itu dapat dikelola sehingga tidak harus menghukum murid yang kurang mampu membayar uang sekolah seperti ini," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah video menampilkan seseorang siswa sekolah dasar (SD) swasta di Jalan STM, Kota Medan, disuruh belajar di lantai oleh wali kelas. Siswa kelas 4 SD itu disuruh belajar di lantai hanya karena menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Dalam video yang dilihat, Jumat (10/1), terlihat siswa SD duduk di lantai dalam ruangan kelas. Kemudian perekam video yang ternyata orang tua siswa itu mempertanyakan perihal tersebut kepada wali kelas yang saat itu sedang berada di ruangan belajar.
Orang tua siswa, Kamelia (38), mengatakan jika peristiwa dalam video terjadi pada Rabu (8/1). Anaknya sendiri ternyata telah duduk selama 3 hari di lantai.
"Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya," kata Kamelia.
Kamelia pun menceritakan kronologi dia mengetahui anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar.
"Jadi gini ceritanya, saya memang belum melunasi uang SPP awalnya, tapi wali kelasnya itu kan membuat peraturan kalau sudah terima raport baru muridnya bisa mengikuti pelajaran," sebutnya.
Peraturan itu kemudian diketahui dibuat sendiri oleh wali kelas tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Anak Kamelia sendiri belum bisa mengambil rapor karena masih menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.
Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.
"Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat raport," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Medan Benny Sinomba Siregar saat dikonfirmasi detikSumut terkait kasus tersebut belum merespons. Termasuk kepala sekolah SD juga belum merespons saat dihubungi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat dengan DPRD DKI Jakarta untuk menyiapkan rancangan payung hukum untuk mengoptimalkan retribusi dari seluruh kantin ... [296] url asal
Sekolah didata kantinnya. Ini bisa menjadi pemasukan retribusi
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat dengan DPRD DKI Jakarta untuk menyiapkan rancangan payung hukum untuk mengoptimalkan retribusi dari seluruh kantin sekolah.
“Memang perlu regulasi memayungi pemanfaatan aset kantin sekolah. Nanti akan kami koordinasikan ke BPAD (Badan Pengelolaan Aset Daerah) DKI Jakarta,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Purwosusilo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan saat ini terdapat sekitar 1.788 kantin tersebar di seluruh sekolah negeri. Adapun rinciannya yakni sebanyak 1.305 di sekolah dasar (SD), 293 di sekolah menengah pertama (SMP), 117 di sekolah menengah atas (SMA), dan 73 di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pernyataan ini disampaikan Purwosusilo sebagai tanggapan atas pendapat Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Sutikno.
Dia berpendapat kantin sekolah berpotensi menghasilkan pendapatan retribusi daerah.
Hal ini dia katakan setelah mengetahui adanya kantin di sebuah sekolah yang menerapkan tarif sewa lapak sebesar Rp5 juta per tahun.
“Kantin di SMA 32 di daerah Cipulir, ada sekitar 14 kantin. Tetapi setiap tahunnya membayar Rp5 juta, berarti sudah Rp70 juta di satu sekolah,” ujar Sutikno.
Oleh karena itu, dia meminta Dinas Pendidikan (Disdik) mendata seluruh kantin yang terdapat di dalam sekolah. Menurut dia, untuk menggali potensi pendapatan daerah dari retribusi membutuhkan kejelian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Sekolah didata kantinnya. Ini bisa menjadi pemasukan retribusi. Harus teliti, harus jeli ada potensi uang masuk,” ucap Sutikno.
Dia lalu berharap, Dinas Pendidikan mengkaji dan usulan sebagai bahan membuat payung hukum mengatur tentang penetapan tarif retribusi kantin sekolah.
“Sudah kami sampaikan ke inspektorat agar ada payung hukumnya. Biar sama-sama tidak melanggar aturan dan sesuai ketentuan, sehingga pendapatan retribusi bisa naik,” demikian tutur Sutikno.