MEDAN, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga, mengunjungi rumah MA, siswa Kelas IV SD Swasta Abdi Sukma Medan, yang dihukum gurunya belajar di lantai karena menunggak membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
Kata dia, kasus ini sangat memprihatinkan karena bisa merusak psikologi MA.
"Niat dia bagus mau belajar, ketika hukuman seperti ini, karena ekonomi orang tua (menunggak SPP) ini tidak bisa dibenarkan," ujar Ihwan di rumah MA yang berada di Jalan Brigjen Katamso, Kota Medan, Jumat (10/1/2025).
Kata dia, Dinas Pendidikan Kota Medan harus segera mengambil tindakan tegas agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.
"Ini saya juga akan segera hubungi dinas pendidikan untuk segera diusut dan ditegur sekolahnya," katanya.
Kata dia, peristiwa ini harus menjadi evaluasi semua pihak agar ke depan tidak terulang lagi.
"Ini harus menjadi sebagai introspeksi sekolah negeri atau swasta, kalau tidak membayar sekolah setidaknya jangan anaknya yang kena, karena itu bisa merusak psikologis anaknya, kemudian anak itu bisa merasa diasingkan," tandasnya.
Ihwan juga mengatakan, dia yang merupakan kader Gerindra diminta Prabowo untuk membantu pembiayaan sekolah MA hingga tamat SD.
"Kami mendapat instruksi dari Pak Presiden Prabowo Subianto, ketika ada masalah di masyarakat supaya hadir di tengah masyarakat. Kita juga diberi tahu admin Gerindra untuk turun," ujar Ihwan.
"Maka di sini saya hadir untuk menyelesaikan masalah ini sampai anak ini tamat, jadi 2 tahun setengah kita lunasin sekaligus uang sekolahnya," tambah Ihwan.
Ihwan mengatakan pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya kepada ibu MA, yakni Kamelia, apakah tetap ingin bersekolah di situ atau pun tidak demi mengembalikan psikologi MA.
Bila keluarga MA menghendaki pindah, pihaknya akan membantunya.
"Kami serahkan kepada ibu (Kamelia) apakah tetap di sekolah tersebut atau pindah sekolah," ujarnya.
Sementara itu, Kamelia mengatakan anaknya memang menunggak uang SPP selama 3 bulan, totalnya Rp 180 ribu.
Kata dia, salah satu faktor anaknya menunggak SPP adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair.
Kemudian, Kamelia berencana menebus uang sekolah anaknya pada Rabu (8/1/2025).
Dia ingin menjual handphone-nya terlebih dahulu untuk tambahan membayar uang sekolah.
Namun, sebelum dia pergi ke sekolah, dia sempat mendengar cerita anaknya yang malu datang ke sekolah karena sudah dua hari dihukum belajar di lantai oleh gurunya dari jam masuk sekolah pukul 08.00 hingga 13.00.
"Malu loh Mak ke sekolah, kenapa malu? (Saya) Disuruh duduk di semen, gara-gara belum ambil rapot lah sejak Senin sampai Selasa," ujar Kamelia menirukan ucapan anaknya.
Kala itu, Kamelia tidak langsung percaya, sehingga pada Rabu (8/1/2025) dia langsung datang ke sekolah.
"Begitu sampai gerbang sekolah, kawan-kawan anak saya mengejar saya, sambil bilang ambillah rapotnya Bu, kasihan kali (korban) duduk di semen kayak pengemis. Di situ saya sempat nangis gitu kan, ya Allah kok kayak gini kali," ujar Kamelia.
Lalu, saat tiba di ruang kelas, Kamelia melihat anaknya duduk di lantai sementara teman-teman yang lain duduk di kursi.
"Saya bilang ke anak saya, kejam kali guru mu nak," baru datang wali kelasnya dan langsung bilang peraturannya," ujar Kamelia menirukan ucapan wali murid anaknya.