Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan ... [550] url asal
Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru Amerika Serikat (AS) dan memastikan perlindungan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang berpotensi dideportasi karena masalah keimigrasian.
Baru-baru ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan perintah eksekutif mengenai aturan keimigrasian AS dengan sasaran para imigran tak berdokumen, yang akan langsung dideportasi jika kedapatan oleh pihak imigrasi.
"Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini," ujar Yusril saat menerima audiensi Duta Besar AS untuk Indonesia di Jakarta, Rabu (5/3), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menko Kumham Imipas menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati.
Menanggapi kekhawatiran pemerintah Indonesia, Dubes AS untuk Indonesia Kamala Lakhdhir mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
"Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa," ungkap Lakhdir dalam kesempatan yang sama.
Dijelaskan pula bahwa imigran dengan status ilegal didorong untuk pulang ke Indonesia secara sukarela dilakukan agar mereka tidak ditahan
Ia menyebutkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi lain, yakni mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar, tetapi tidak lagi memiliki status legal setelah keluar dari universitas atau mereka yang sejak awal masuk secara ilegal.
Meski begitu, ditekankan pula oleh Lakhdir bahwa AS menghormati privasi imigran yang dideportasi nantinya sehingga kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media.
Di sisi lain, Dubes AS juga mengungkapkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan imigrasi Indonesia dalam menangani warga negara AS yang melebihi masa berlaku visanya di Indonesia, terutama di Bali.
Selain kebijakan deportasi, pertemuan tersebut juga membahas isu dwikewarganegaraan. Dia mengungkapkan bahwa pemerintahnya tidak memiliki keberatan jika warga keturunan Indonesia di AS memilih untuk menjadi warga negara Negeri Paman Sam.
"Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu merupakan hak mereka dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut," ucapnya.
Kendati demikian, dia selalu mengingatkan para warga tersebut untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal.
Di samping itu, Lakhdhir juga menekankan pentingnya hubungan baik antara Indonesia dan AS di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
"Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat makin diperkuat demi kepentingan bersama," ujar Lakhdhir.
Menanggapi hal itu, Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia masih berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal. Namun, dia membuka ruang diskusi lebih lanjut terkait dengan kebijakan dwikewarganegaraan, mengingat jumlah diaspora Indonesia di luar negeri yang terus bertambah.
Saat ini Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun.
"Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki," tutur Yusril.
Adapun diskusi kali ini ini diharapkan dapat membuka jalan bagi kerja sama lebih lanjut antara Indonesia dan AS dalam isu-isu hukum serta imigrasi.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan ... [550] url asal
Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru Amerika Serikat (AS) dan memastikan perlindungan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang berpotensi dideportasi karena masalah keimigrasian.
Baru-baru ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan perintah eksekutif mengenai aturan keimigrasian AS dengan sasaran para imigran tak berdokumen, yang akan langsung dideportasi jika kedapatan oleh pihak imigrasi.
"Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini," ujar Yusril saat menerima audiensi Duta Besar AS untuk Indonesia di Jakarta, Rabu (5/3), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menko Kumham Imipas menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati.
Menanggapi kekhawatiran pemerintah Indonesia, Dubes AS untuk Indonesia Kamala Lakhdhir mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
"Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa," ungkap Lakhdir dalam kesempatan yang sama.
Dijelaskan pula bahwa imigran dengan status ilegal didorong untuk pulang ke Indonesia secara sukarela dilakukan agar mereka tidak ditahan
Ia menyebutkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi lain, yakni mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar, tetapi tidak lagi memiliki status legal setelah keluar dari universitas atau mereka yang sejak awal masuk secara ilegal.
Meski begitu, ditekankan pula oleh Lakhdir bahwa AS menghormati privasi imigran yang dideportasi nantinya sehingga kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media.
Di sisi lain, Dubes AS juga mengungkapkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan imigrasi Indonesia dalam menangani warga negara AS yang melebihi masa berlaku visanya di Indonesia, terutama di Bali.
Selain kebijakan deportasi, pertemuan tersebut juga membahas isu dwikewarganegaraan. Dia mengungkapkan bahwa pemerintahnya tidak memiliki keberatan jika warga keturunan Indonesia di AS memilih untuk menjadi warga negara Negeri Paman Sam.
"Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu merupakan hak mereka dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut," ucapnya.
Kendati demikian, dia selalu mengingatkan para warga tersebut untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal.
Di samping itu, Lakhdhir juga menekankan pentingnya hubungan baik antara Indonesia dan AS di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
"Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat makin diperkuat demi kepentingan bersama," ujar Lakhdhir.
Menanggapi hal itu, Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia masih berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal. Namun, dia membuka ruang diskusi lebih lanjut terkait dengan kebijakan dwikewarganegaraan, mengingat jumlah diaspora Indonesia di luar negeri yang terus bertambah.
Saat ini Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun.
"Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki," tutur Yusril.
Adapun diskusi kali ini ini diharapkan dapat membuka jalan bagi kerja sama lebih lanjut antara Indonesia dan AS dalam isu-isu hukum serta imigrasi.
Yusril Ihza Mahendra bertemu Dubes AS untuk membahas kebijakan imigrasi dan dwikewarganegaraan, melindungi hak WNI di luar negeri. Halaman all [568] url asal
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, melakukan audiensi dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kamala S Lakhdhir, di ruang rapat Menko Kumham, Rabu (5/3/2025).
Pertemuan ini membahas sejumlah isu strategis, termasuk kebijakan imigrasi terbaru Presiden AS Donald Trump yang berkaitan dengan deportasi warga negara Indonesia (WNI) ilegal, serta isu dwikewarganegaraan antara kedua negara.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru dari AS dan berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang berpotensi dideportasi.
"Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini. Pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati," ujar Yusril, dalam keterangan tertulis, pada Kamis (6/3/2025).
Sementara itu, Dubes AS Lakhdhir menjelaskan bahwa kebijakan deportasi tersebut hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
"Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Yang akan dipulangkan hanyalah mereka yang berstatus ilegal. Kami tidak ingin mereka ditahan, tetapi lebih mendorong mereka untuk pulang ke Indonesia secara sukarela," kata Lakhdhir.
Lakhdhir juga menambahkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi adalah mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar namun kehilangan status legal setelah drop out dari universitas, atau mereka yang masuk secara ilegal.
Dia menegaskan bahwa AS menghormati privasi para imigran yang dideportasi.
"Kami menghargai privasi mereka yang dipulangkan, dan kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media," ujar dia.
Selain membahas kebijakan deportasi, pertemuan ini juga menyentuh isu dwikewarganegaraan.
Lakhdhir menyatakan bahwa pemerintah AS tidak keberatan jika warga keturunan Indonesia di AS memilih untuk menjadi warga negara Amerika.
"Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu adalah hak mereka, dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut. Tapi, kami selalu mengingatkan mereka untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal," tutur dia.
Menanggapi hal ini, Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal, namun membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut terkait kebijakan ini, mengingat jumlah diaspora Indonesia di luar negeri yang terus bertambah.
"Saat ini, Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun. Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki," ujar Yusril.
Dubes Lakhdhir juga menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Amerika Serikat di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
"Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat semakin diperkuat demi kepentingan bersama," tutup dia.
Yusril Ihza Mahendra bertemu Dubes AS untuk membahas kebijakan imigrasi dan dwikewarganegaraan, melindungi hak WNI di luar negeri. Halaman all [568] url asal
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, melakukan audiensi dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kamala S Lakhdhir, di ruang rapat Menko Kumham, Rabu (5/3/2025).
Pertemuan ini membahas sejumlah isu strategis, termasuk kebijakan imigrasi terbaru Presiden AS Donald Trump yang berkaitan dengan deportasi warga negara Indonesia (WNI) ilegal, serta isu dwikewarganegaraan antara kedua negara.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru dari AS dan berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang berpotensi dideportasi.
"Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini. Pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati," ujar Yusril, dalam keterangan tertulis, pada Kamis (6/3/2025).
Sementara itu, Dubes AS Lakhdhir menjelaskan bahwa kebijakan deportasi tersebut hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
"Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Yang akan dipulangkan hanyalah mereka yang berstatus ilegal. Kami tidak ingin mereka ditahan, tetapi lebih mendorong mereka untuk pulang ke Indonesia secara sukarela," kata Lakhdhir.
Lakhdhir juga menambahkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi adalah mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar namun kehilangan status legal setelah drop out dari universitas, atau mereka yang masuk secara ilegal.
Dia menegaskan bahwa AS menghormati privasi para imigran yang dideportasi.
"Kami menghargai privasi mereka yang dipulangkan, dan kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media," ujar dia.
Selain membahas kebijakan deportasi, pertemuan ini juga menyentuh isu dwikewarganegaraan.
Lakhdhir menyatakan bahwa pemerintah AS tidak keberatan jika warga keturunan Indonesia di AS memilih untuk menjadi warga negara Amerika.
"Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu adalah hak mereka, dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut. Tapi, kami selalu mengingatkan mereka untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal," tutur dia.
Menanggapi hal ini, Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal, namun membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut terkait kebijakan ini, mengingat jumlah diaspora Indonesia di luar negeri yang terus bertambah.
"Saat ini, Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun. Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki," ujar Yusril.
Dubes Lakhdhir juga menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Amerika Serikat di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
"Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat semakin diperkuat demi kepentingan bersama," tutup dia.
Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) masuk daftar pemerintahan Presiden Donald Trump untuk segera dideportasi. [835] url asal
Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) masuk daftar pemerintahan Presiden Donald Trump untuk segera dideportasi. Di antara mereka adalah WNI yang mengalami masalah dokumen imigrasi, status legal yang kadaluarsa, juga terkena kasus kriminal.
Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.
Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.
Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan, di antara 4.276 orang ini, ada yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah, dan berstatus belum dihukum.
Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.
Getty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.
Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.
Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).
BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.
Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.
"Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor," kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta
Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?
Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.
Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.
Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.
Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.
Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.
"Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan," kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.
Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.
Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.
Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.
Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.
"Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga," kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.
Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?
Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.
"Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia," kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).
Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut "visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya."
Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?
Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.
Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.
Getty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.
Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.
Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.
Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.
"Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi," kata Hikmahanto.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) membentuk tim guna mengantisipasi kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal deportasi massal imigran bermasalah dari AS. Tim ini bakal mengkaji kemungkinan pemulangan WNI dari AS.
Tim ini nantinya bakal membantu Kementerian Luar Negeri RI dan bekerja sama dengan Kementerian Imigrasi. Tujuannya menjamin perlindungan terhadap WNI yang bisa saja terkena dampak kebijakan tersebut.
“Keputusan politik Presiden AS Donald Trump ini harus kita antisipasi lebih awal karena bukan tidak mungkin akan ada WNI kita yang terkena," kata Menteri HAM Natalius Pigai dalam keterangannya pada Jumat (24/1/2025).
Pigai menyebut sudah mendapatkan informasi ada WNI mulai resah saat kampanye Pilpres AS. Terutama bagi WNI yang surat-surat keimigrasiannya bermasalah.
"Jadi kami sudah bentuk tim namanya Tim Perlindungan Warga Negara melalui Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan yang nanti bisa ikut membantu Kemenlu dan berkoordinasi dengan Kementerian Imigrasi juga," ujar Pigai.