KOMPAS.com -Maria Ulfah adalah tokoh emansipasi yang aktif memberi perhatian pada isu hak-hak perempuan sejak masa pergerakan nasional.
Ia juga tercatat sebagai perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar sarjana hukum.
Pada masa pendudukan Jepang, Maria Ulfah ditunjuk menjadi satu dari dua orang perempuan anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Setelah Indonesia merdeka, ia pernah menduduki beberapa jabatan, termasuk di antaranya menjadi sekretaris perdana menteri, hingga Menteri Sosial.
Berikut ini biografi singkat Maria Ulfah.
Riwayat Pendidikan Maria Ulfah
Maria Ulfah lahir pada 18 Agustus 1911, di Serang, Banten. Ia merupakan putri dari Bupati Kuningan, Raden Adipati Arya Mohammad Ahmad dan RA Hadidjah Djajadiningrat.
Lahir dari keluarga priayi, Maria Ulfah berkesempatan mendapatkan pendidikan yang baik.
Setelah sempat menghabiskan masa kecilnya di Kuningan, saat masuk sekolah dasar, ia dikirim oleh ayahnya ke Jakarta.
Ia menempuh pendidikan di Jakarta hingga lulus Sekolah Menengah Koning Willem III School.
Meski ayahnya menginginkannya menjadi dokter, Maria Ulfah bersikeras mengambil jurusan hukum.
Pilihan ini didasari oleh panggilan hatinya, yang tidak bisa tinggal diam kala melihat perempuan-perempuan di sekitarnya, termasuk bibinya, kerap mendapatkan perlakuan semena-mena, direndahkan, dan menderita karena itu.
Pada 1929, Maria Ulfah mulai menempuh pendidikan hukum di Universitas Leiden, Belanda.
Maria Ulfah mendapat gelar sarjana hukum pada 21 Juni 1933, dan menjadi sarjana hukum perempuan pertama di Indonesia.
Peran Maria Ulfah
Selama menempuh pendidikan di Belanda, Maria Ulfah mengenal sejumlah tokoh pergerakan nasional, misalnya seperti Haji Agus Salim, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.
Sjahrir adalah salah satu orang yang memberikan banyak pengaruh secara ideologis kepada Maria Ulfah.
Sjahrir pula yang mengajaknya ke pertemuan-pertemuan politik seperti Liga Anti Kolonialisme di Leiden.
Setelah menyelesaikan studinya, Maria Ulfah kembali ke Indonesia pada Desember 1933.
Sebulan kemudian, ia bekerja di kantor Residen Cirebon dengan tugas menyusun peraturan lalu lintas.
Masih di tahun yang sama, Maria Ulfah pindah ke Jakarta dan menjadi guru di Sekolah Menengah Muhammadiyah.
Di sekolah inilah ia bertemu dengan Santoso Wirodihardjo, yang akhirnya menjadi suaminya.