Kuasa hukum Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi), YB Irpan mengaku bahwa kliennya tidak mengenal penggugat yakni Aufaa Luqmana Re A dalam gugatan Wanprestasi terkait mobil Esemka. Meskipun, diakuinya, Jokowi mengetahui Aufaa merupakan putra dari Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
"Oh dengan penggugat tidak, tidak mengenal. Jadi tepatnya penggugat itu putranya Pak Boyamin ya, Pak Boyamin," katanya ditemui di Sumber, Banjarsari, Solo, Jumat (11/4/2025).
Irpan mengatakan dari pengakuan kliennya, Jokowi tidak pernah menjalin perjanjian dengan penggugat. Menurutnya, selama ini, Jokowi hanya mempunyai ide untuk merealisasikan produksi dari hasil SMK.
"Oh tidak, tidak ada (perjanjian), Jadi selama ini Pak Jokowi yang punya ide, yang punya gagasan untuk merealisasi bagaimana agar mobil SMK diproduksi ya sebagai mobil nasional itu kan hal yang wajar dan itu mempunyai niat baik," bebernya.
"Niat baik masa tidak terealisasi sampai sekarang, tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi lebih kurang kan seperti itu," lanjutnya.
Mengenai kerugian yang diklaim ditanggung penggugat, Irpan meminta untuk membuktikan. Pasalnya, saat mobil Esemka diwacanakan, yang bersangkutan baru berusia 6 tahun.
"Kalau dia bicara kerugian tentu saja kalau saya memberikan pendapat kan terlalu prematur ya, jadi siapa yang mendalilkan ya dia wajib membuktikan kan begitu. Apakah benar terkait dengan adanya wacana yang selama ini digulirkan mengenai mobil nasional Esemka tersebut, tiba-tiba dia mengalami kerugian kan begitu," ujarnya.
"Sebab kalau saya melihat dari segi usianya ya ketika mobil Esemka untuk diwacanakan sebagai mobil nasional yang bersangkutan umurnya 6 tahun ya, umurnya 6 tahun itu. Karena 2006 dia lahir, 2012, Pak Jokowi memunculkan ide bagaimana agar mobnas SMK itu bisa diproduksi secara massal, dikurangkan seperti itu," sambungnya.
Ditanya apakah optimis memenangkan gugatan tersebut, Irpan meminta penggugat untuk membuktikan hal tersebut.
"Kalau saya melihat dalam perkara ini karena pihak penggugat kalau semisal tidak bisa membuktikan adanya suatu perjanjian, dia tidak punya legal standing, maka menurut hukum acara tentu saja putusan itu dinyatakan tidak dapat diterima," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Solo telah menunjuk majelis hakim untuk menangani perkara warga Ngoresan, Kota Solo, Aufaa Luqmana Re A yang menggugat Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden RI ke-13 Ma'aruf Amin, dan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK).
Dalam perkara nomor 96/Pdt.G/2025/PN Skt itu, Aufaa menuntut ganti rugi wanprestasi sebesar Rp 300 juta. Humas PN Solo Bambang Ariyanto mengatakan gugatan tersebut sudah masuk dan diterima pada Rabu (9/4/2025) pukul 10.00 WIB.
"Oleh PN Solo telah ditetapkan majelis hakim yaitu Putu Gede Hariadi, SH. MH., anggota Majelis Hakim yaitu Subagyo, S.H., M.Hum., dan Joko Waluyo, S.H., Sp.NOT., M.M.," kata Bambang saat ditemui awak media di PN Solo, Kamis (10/4).