KOMPAS.com - Pemerintah sedang berusaha menyusun rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur proses pemulangan narapidana ke negara asal atau transfer of prisoner.
Hal tersebut dikatakan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra dalam seminar daring yang digelar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya), Sabtu (8/3/2025).
Ia menyampaikan, pemulangan narapidana merupakan hal yang layak untuk dilakukan.
Sebabnya, proses tersebut menjadi bagian penting bagi Indonesia dalam menjalankan diplomasi internasional.
“Rancangan undang-undang terkait pemindahan narapidana masih dalam tahap persiapan,” ujar Yusril dikutip dari Antara, Sabtu (8/3/2025).
“Saat ini, dasar hukum pemindahan ini masih berdasarkan hubungan baik dengan negara lain dan asas kemanusiaan,” tambahnya.
Lalu, hal apa yang mendorong pemerintah berupaya membuat RUU tentang pemulangan narapidana?
Alasan pemerintah susun RUU soal pemulangan narapidana
Yusril menjelaskan beberapa alasan yang membuat pemerintah berusaha merancang RUU terkait pemulangan narapidana ke negara asal.
Pemulangan narapidana mempunyai beberapa dasar penting, yakni hubungan baik antar-negara, aspek kemanusiaan, dan penerapan prinsip bahwa hukuman mati sudah tidak lagi berlaku di negara pemberi hukuman.
Hal lain yang turut dipertimbangkan pemerintah adalah pemulangan narapidana dijalankan dengan syarat-syarat yang sudah disepakati kedua negara.
Yusril menjelaskan, jika pemerintah hendak memulangkan narapidana maka hal yang harus diatur adalah negara yang bersangkutan wajib mengakui hukuman yang dijatuhkan di Indonesia.
Hal lain yang harus diakui negara yang menerima pemulangan narapidana adalah mengakui sisa hukuman yang belum dijalani, kecuali hukuman mati.
Celah hukum pemulangan narapidana
Meski pemulangan narapidana berkaitan dengan aspek kemanusiaan dan hubungan baik antar-negara, Yusril tidak menampik jika aturan ini berpotensi menimbulkan celah hukum.
Celah yang ia maksud adalah negara yang bersangkutan bisa saja memberikan keringanan hukuman kepada narapidana setelah diserahterimakan dari Indonesia.
Karena alasan itulah, Yusril mengingatkan perlunya kerja sama antar-negara untuk memastikan proses hukum yang dijalani narapidana sesuai dengan kesepakatan.
“Salah satu contoh adalah kasus Mary Jane. Dalam transfer of prisoner ini, Filipina memberikan akses kepada Kedutaan Besar Indonesia di Filipina untuk memantau perkembangan kasusnya,” imbuh Yusril.
“Kami akan terus memperjuangkan kerja sama yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, dengan tetap mengutamakan hak asasi manusia dan keadilan,” tambahnya.
Pemulangan narapidana beri keuntungan bagi Indonesia
Dilansir dari Antara, Kamis (30/1/2025), pemulangan narapidana disebut memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia.
Keuntungan tersebut mencakup berkurangnya biaya negara, mengurangi beban lembaga pemasyarakatan, dan meningkatkan kerja sama internasional.
Untuk diketahui, selama narapidana masih ditahan dalam lembaga pemasyarakatan maka seluruh kebutuhan hidupnya akan ditanggung oleh negara.
Pada 2023, APBN yang digunakan untuk membiayai kebutuhan makan para narapidana mencapai Rp 2 triliun.
Anggaran tersebut belum termasuk dana untuk kebutuhan lain, seperti perawatan, pendidikan, pengajaran, hingga kegiatan rekreasi.
Selain itu, Indonesia juga sudah mendapat atensi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah memulangkan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso dan lima anggota Bali Nine.
Atensi tersebut mampu mengubah hasil predikat Indonesia di mata PBB dari negatif menjadi netral.
Perubahan predikat merupakan capaian positif karena Indonesia pernah berada di titik terendah dalam penilaian PBB.
Pada 2015, Indonesia pernah mendapat predikat unfair trial atau persidangan tidak adil di dunia.