Pakar Hukum Unika Sebut KPK Bisa Jemput Mbak Ita Usai 4 Kali Mangkir

Pakar Hukum Unika Sebut KPK Bisa Jemput Mbak Ita Usai 4 Kali Mangkir

Pakar hukum Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Theo Adi Negoro, menilai KPK bisa melakukan penjemputan paksa Mbak Ita usai 4 kali mangkir pemeriksaan.

(Detik) 12/02/25 17:37 74701

Semarang -

Pakar hukum Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Theo Adi Negoro, menyoroti kasus hukum yang menjerat Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita. Menurutnya KPK bisa melakukan penjemputan mengingat Mbak Ita sudah ditetapkan tersangka dan empat kali mangkir pemeriksaan.

Theo menegaskan, Mbak Ita harus memenuhi panggilan KPK meski masih menjabat sebagai kepala daerah. Menurutnya, dalam sistem hukum Indonesia, tidak ada pengecualian bagi pejabat negara dalam menjalani proses hukum.

"Secara hukum, setiap warga negara, termasuk pejabat publik, memiliki kewajiban untuk menghormati proses hukum, termasuk memenuhi panggilan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Theo Negoro saat dihubungi detikJateng, Rabu (12/2/2025).

"Dalam hukum pidana, khususnya dalam hukum acara pidana, pemanggilan saksi maupun tersangka merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang harus dihormati," lanjutnya.

Menurutnya, alasan masih menjabat sebagai Wali Kota Semarang tidak dapat dijadikan dalih untuk mengabaikan panggilan KPK. Theo menegaskan bahwa prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menempatkan setiap orang dalam posisi yang sama di hadapan hukum, tanpa kecuali.

Mengenai sikap KPK yang belum menahan Mbak Ita dan suaminya meskipun dua tersangka lain sudah ditahan, dosen Ilmu Hukum Unika ini mengatakan, penahanan menjadi kewenangan subjektif penyidik.

"Ada beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan penyidik untuk melakukan penahanan, seperti kemungkinan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana," jelasnya.

Ia menduga penyidik KPK memiliki pertimbangan hukum tertentu sehingga belum melakukan penahanan terhadap Mbak Ita dan suaminya atau mungkin strategi penyidikan yang masih berjalan.

Namun, jika Mbak Ita dan suaminya terus mangkir, KPK dapat mengambil langkah tegas berupa penjemputan paksa. Theo merujuk pada Pasal 112 ayat (2) KUHAP yang memungkinkan penyidik melakukan pemanggilan paksa jika tersangka tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

"Jika pemanggilan telah dilakukan sebanyak empat kali dan yang bersangkutan tetap tidak hadir, maka KPK secara hukum dapat melakukan upaya berupa penjemputan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tuturnya.

Theo juga menilai, alasan kekosongan jabatan sebagai dalih tidak memenuhi panggilan KPK, tidak bisa dibenarkan. Sebab, sistem pemerintahan telah mengatur mekanisme penggantian sementara jika kepala daerah berhalangan.

"Dalam sistem pemerintahan, ada mekanisme penggantian sementara, misal melalui wakil wali kota atau sekretaris daerah. Dengan demikian, kekosongan jabatan bukanlah justifikasi yang tepat untuk membenarkan ketidakhadiran dalam proses hukum," tegasnya.

Menurut Theo, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu dan pejabat publik seharusnya menjadi contoh dalam mematuhi aturan hukum.




(apl/rih)

#hukrim-jateng #pakar-hukum-unika #mbak-ita #kpk #semarang #wali-kota-semarang #hevearita-gunaryanti-rahayu #detikjateng #korupsi #pejabat #indonesia #pemanggilan #sikap-kpk #hukum-pidana #kota-semarang #pidana #kuhap

https://www.detik.com/jateng/hukum-dan-kriminal/d-7775310/pakar-hukum-unika-sebut-kpk-bisa-jemput-mbak-ita-usai-4-kali-mangkir