Menebak Arah Polri, Masih Penegak Hukum Profesional atau Alat Politik?

Menebak Arah Polri, Masih Penegak Hukum Profesional atau Alat Politik?

Pemerintah dan parlemen diharap konsisten menjalankan peran mereka dalam memastikan Polri kembali ke jalur profesionalisme. Halaman all

(Kompas.com) 02/12/24 05:30 15070

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertanyaan mengenai netralitas dan politisasiPolri dalam ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 terus menjadi sorotan.

Pertanyaan yang mengemuka adalah apakah Polri masih menjadi lembaga hukum yang netral, atau telah berubah menjadi alat politik kekuasaan?

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto sempat menyinggung soal dugaan pengerahan kekuatan kepolisian dalam operasi politik terselubung, di Pilkada 2024.

Bahkan dia melontarkan istilah Partai Coklat atau Parcok soal dugaan operasi politik itu, diduga merujuk kepada warna seragam polisi.

Sejak dicabutnya Dwi Fungsi ABRI dan pemisahan TNI-Polri, reformasi diharapkan mendorong Polri menjadi institusi profesional yang jauh dari arena politik. Namun, realitasnya tampak berbeda.


Ironi muncul ketika peran Polri dianggap semakin besar dalam politik kekuasaan. Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menyebutkan adanya hubungan erat antara Polri dan politisi.

Hubungan ini memicu Polri ditarik-tarik ke dalam politik praktis, akibat lemahnya kontrol negara dan pengawasan legislatif.

"Upaya menarik-narik polisi dalam politik praktis kekuasaan, adalah dampak dari lemahnya negara membuat sistem kontrol dan lemahnya pengawasan legislatif pada kepolisian sehingga bisa ditarik-tarik dalam politik kekuasaan rejim yang berkuasa,” papar Bambang saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/12/2024).

Dengan jumlah personel lebih dari 450.000 ditambah anggota keluarga, Polri memiliki struktur yang menjangkau seluruh pelosok negeri.

Kondisi ini, kata Bambang, menghadirkan potensi signifikan dalam memengaruhi suara politik di berbagai daerah.

Bahkan menurut Bambang, sejak pemilu langsung pertama pada 2004, keterlibatan Polri dalam politik semakin tampak.

Puncaknya terjadi pada 2019 dengan pembentukan Satgas Merah Putih, yang menurut Bambang, sangat efektif dalam mengarahkan dinamika politik.

“Mesin kepolisian tidak hanya dimanfaatkan pada Pemilu 2024, tetapi sudah menjadi pola sejak awal pemilihan langsung,” ujar Bambang.

Pemanfaatan Polri sebagai alat politik tidak hanya menggerus kepercayaan publik, tetapi juga menciptakan ketimpangan dalam persaingan politik.

Dengan kewenangan penegakan hukum, Polri menjadi instrumen efektif untuk menekan lawan politik.

Keberadaan personel aktif dalam jabatan di luar Polri sering kali bertentangan dengan prinsip netralitas yang diatur dalam TAP VII/MPR/2000.

Lantas apakah penempatan Polri di bawah kementerian bisa menjadi solusi menekan potensi politisasi? Sebagian pihak menganggap penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri atau kementerian lain dapat membatasi politisasi.

Akan tetapi, kemungkinan resistensi dari internal Polri bakal menjadi persoalan tersendiri. Selain itu, solusi ini memerlukan kajian mendalam agar tidak menimbulkan masalah baru.

Penguatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dapat menjadi alternatif. Bambang menyarankan perlunya undang-undang khusus untuk Kompolnas, sehingga lembaga ini memiliki kewenangan lebih besar dalam mengawasi Polri.

Selain itu, penegakan aturan yang sudah ada, seperti larangan anggota aktif Polri menduduki jabatan di luar struktur, menjadi langkah mendesak yang sering diabaikan.

Menurut Bambang, konsistensi reformasi menjadi kunci jika menginginkan perubahan pada Polri.

Sebab menempatkan Polri sebagai lembaga hukum yang netral, bebas dari intervensi politik, adalah amanat reformasi 1998.

Pemerintah dan parlemen diharap konsisten menjalankan peran mereka dalam memastikan Polri kembali ke jalur profesionalisme. Jika tidak, maka Polri akan terus berada dalam pusaran politik praktis.

#polri #polisi #politisasi #pilkada-2024 #netralitas-polri

https://nasional.kompas.com/read/2024/12/02/05300071/menebak-arah-polri-masih-penegak-hukum-profesional-atau-alat-politik-