
Pakar Hukum UB Singgung Orde Baru Usai UU TNI Disahkan
DPR RI sahkan RUU TNI, namun prosesnya dinilai mencederai demokrasi. Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) meyinggung sistem militeristik pada era Orde Baru.
(Detik) 20/03/25 19:40 101581
Malang -DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang. Dari proses pembahasan sampai pengesahan dinilai telah mencederai demokrasi.
Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Aan Eko Widiarto mengatakan ada dua hal yang cukup penting dalam proses lahirnya RUU TNI menjadi produk undang-undang yang disahkan oleh DPR RI hari ini.
"Pertama, Aan menilai terkait proses dan kedua adalah soal subtansinya," kata Aan kepada detikJatim, Kamis (20/3/2025).
Menurut Aan, dalam proses pembahasan draft RUU TNI sudah menanggalkan meaningful participation atau minim mengakomodir partisipasi dari masyarakat. Bahkan ironisnya cenderung menolak partisipasi masyarakat.
"Soal prosesnya ini sebagaimana kita ketahui, pembahasan RUU yang menurut saya belum memenuhi yang namanya prinsip meaningful participation," tuturnya.
"Terkesan dilakukan secara tertutup, minim partisipasi masyarakat, bahkan cenderung menolak partisipasi masyarakat," sambungnya.
Aan menambahkan konteks tertutup selama proses pembahasan adalah rancangan undang-undang yang tidak disebarluaskan ke masyarakat.
Sehingga memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya terhadap rancangan yang sedang dibahas.
"Kemudian yang kedua dari sisi persidangannya juga begitu dilakukan secara tertutup. Bahkan di tengah seruan pemerintah untuk melakukan efisiensi malah dilakukan di tempat yang sangat sulit terjangkau oleh masyarakat, yaitu di hotel mewah begitu," terangnya.
Kondisi itu, lanjut Aan, menunjukkan bahwa proses pembahasan RUU TNI ini juga tidak memenuhi prinsip meaningful participation.
Belum lagi dari sisi substansi, kata Aan, sebagaimana diketahui dan dari draft yang disahkan oleh DPR RI. Dengan peluang adanya lembaga ataupun instansi dapat diisi oleh personel TNI aktif.
"Nah ini memang menunjukkan bahwasannya peran dari TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil itu semakin lebar. Akibatnya adalah apa yang terjadi pada waktu Orde Baru dulu dan kemudian diaspirasikan," tuturnya.
Aan mengungkapkan jika dwi fungsi TNI secara terang sudah ditolak masyarakat hingga lahirnya reformasi tahun 1998 lalu. Sebenarnya, kata Aan, dalam konteks negara sudah diatur kapan TNI harus tampil dan kapan TNI itu harus ada di belakangnya komando supremasi sipil.
"Akhirnya sekarang rancu, tidak ada pembagian mana yang ranahnya supremasi sipil dan mana yang negara dalam keadaan darurat sehingga di sana harusnya menjadi darurat militer," tandasnya.
"Seolah-olah kalau semuanya bisa atau namanya banyak militer dalam instansi sipil ini kan kondisinya menjadi darurat militer. Dan dalam sebuah konteks negara demokrasi sebenarnya jauh seharusnya dari darurat militer. Negara demokrasi itu adalah kedaulatan rakyat," pungkasnya.
(abq/iwd)
#uu-tni #tolak-uu-tni #pakar-hukum-ub #orde-baru #dwi-fungsi-abri #malang #rancangan-undang-undang #proses-lahirnya-ruu-tni #tentara #ruu-tni #ruu #personel #lahirnya-reformasi-tahun-1998 #proses-pembahasan-ruu-tni
https://www.detik.com/jatim/berita/d-7833581/pakar-hukum-ub-singgung-orde-baru-usai-uu-tni-disahkan