
Penyelesaian Kasus Guru Diminta Utamakan Kode Etik Profesi Dibanding Hukum
Hal tersebut diungkapkan oleh Maharani Siti Shopia dari Departemen Hukum Pengurus Besar PGRI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi X DPR RI. Halaman all
(Kompas.com) 27/02/25 21:13 87062
JAKARTA, KOMPAS.com - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai penyelesaian kasus yang melibatkan guru lebih mengutamakan ketentuan penilaian kode etik profesi dibanding upaya hukum.
Hal tersebut diungkapkan oleh Maharani Siti Shopia dari Departemen Hukum Pengurus Besar PGRI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi X DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
"Artinya sebagai profesi, guru memiliki kode etik yang diharapkan lebih diunggulkan, lebih didahulukan dibanding dengan upaya panggilan atau sebagai terlapor atau upaya penindakan secara hukum," kata Maharani.
Maharani menyebutkan, pihaknya memasukkan ketentuan terkait Dewan Kehormatan Guru Indonesia ke dalam usulan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Guru. Dewan Kehormatan Guru Indonesia nantinya berperan dalam pembinaan, pengawasan, dan pengendalian guru saat bertugas.
"Ini kita juga masukkan sebagai bagian dari upaya awal atau upaya yang kita dahulukan sebelum dilakukan penindakan hukum melalui dewan kehormatan guru Indonesia," tambah Maharani.
PGRI, lanjut Maharani, Dewan Kehormatan Guru Indonesia berpotensi akan berkembang menjadi mahmakah atau komisi guru. Maharani mengatakan, PGRI tak bermaksud untuk membuat sebuah lembaga baru dalam dunia pendidikan Indonesia.
"Tetapi dewan kehormatan ini merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menilai ada tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru dalam setiap kejadian sebelum menetapkan guru sebagai tersangka atau terlapor," pungkas Maharani.
Dikutip dari laman PGRI Kota Semarang, Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, disiplin organisasi dan etika profesi guru.
Peraturan tentang Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan pedoman pokok dalam mengelola Dewan Kehormatan Guru Indonesia, dalam hal penyelenggaraan tugas dan wewenang bimbingan, pengawasan, dan penilaian Kode Etik Guru Indonesia.
Keorganisasian Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari Anggaran Dasar (AD) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Majelis Kehormatan Organisasi dan Kode Etik profesi, dalam rangka penegakan disiplin etik guru.
Diketahui, PGRI mengajukan permintaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Guru kepada Komisi X DPR RI.
RUU Perlindungan Guru dianggap perlu disusun untuk memberikan rasa tenang dan aman bagi guru saat menjalankan tugasnya.
Selain itu, RUU Perlindungan Guru juga bertujuan untuk menerapkan disiplin kepada siswa dan melarang guru menggunakan kekerasan dan tindakan fisik saat mendidik.
Tak hanya itu, RUU Perlindungan Guru juga perlu untuk menjamin keseimbangan hukum dalam kasus yang melibatkan guru saat bertugas mendidik siswa.
Urgensi RUU Perlindungan Guru

Maharani Siti Shopia dari Departemen Hukum Pengurus Besar PGRI menjelaskan ada beberapa urgensi mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) agar segera disusun.
"Yang pertama tentu kita berharap adanya rasa tenang dan nyaman bagi guru sebagai tenaga pendidik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Dengan adanya ancaman, beberapa kekerasan, dan laporan dari pihak orangtua murid dan lain sebagainya itu membuat guru tidak tenang, merasa ketakutan menjalankan tugas dan kewajibannya," kata Maharani dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi X DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Selain itu, Maharani menyebutkan RUU Perlindungan Guru juga diperlukan untuk mencegah kriminalisasi guru saat menjalankan tugas dan kewajibannya. Baginya, guru berfungsi untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa.
"Selain itu juga RUU ini juga dimaksudkan untuk menerapkan disiplin positif. Artinya pemberian disiplin itu harus diberikan kepada guru kepada konteks disiplin positif. Sehingga ada beberapa larangan yang kita cantumkan dalam RUU ini untuk tidak dilakukan model disiplin dengan melakukan kekerasan dan tindakan fisik yang tidak dimaksudkan untuk mendidik murid," tambah Maharani.
Maharani juga menegaskan urgensi RUU Perlindungan Guru bukan untuk memberikan impunitas terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru. Ia juga berharap perlindungan guru mencakup keseimbangan penerapan hukum dalam penanganan perkara yang melibatkan guru saat bertugas.
"Seringkali di lapangan ketentuan perlindungan guru ini dibenturkan dengan ketentuan peraturan undang-undang perlindungan anak yang memang sifatnya lex specialis yaitu secara khusus," tambah Maharani.
Kehadiran RUU Perlindungan Guru juga diharapkan bisa memberikan jaminan hukum secara khusus kepada profesi guru. Dengan demikian, profesi guru bisa menjadi profesi yang diminati anak muda bukan lagi profesi yang menyeramkan.
"Sudah kesejahteraan masih diperjuangkan, kemudian juga sekarang mengalami ancaman. Ini yang kita khawatir masa depan profesi guru menjadi profesi yang tak diminati oleh anak muda," ujar Maharani.
#guru #pgri #komisi-x-dpr #ruu-perlindungan-guru #kode-etik-guru