
Kasus SPK Fiktif 2023-2024, Kemenperin Segera Tempuh Langkah Hukum Halaman all
Kemenperin akan laporkan oknum ASN terkait SPK fiktif ke aparat hukum. Pelaporan dilakukan untuk kepastian hukum dan pengusutan kasus dugaan penipuan. Halaman all?page=all
(Kompas.com) 11/02/25 10:44 74047
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana melaporkan kasus penerbitan surat perintah kerja (SPK) fiktif yang sebelumnya melibatkan oknum eks ASN Kemenperin kepada aparat hukum.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan pelaporan rencananya dilakukan pada Selasa (11/2/2025) atau besok.
Adapun oknum yang dimaksud berinisial LHS, yang sebelumnya diberhentikan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin.
"Kemenperin akan melaporkan kasus dugaan SPK fiktif ke aparat penegak hukum besok," ujar Febri dalam keterangan resmi pada Senin (10/2/2025).
"Kemenperin juga meminta kepada aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan LHS, agar tidak berlarut-larut," jelasnya.
Febri bilang, pelaporan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait, utamanya bagi vendor-vendor yang dirugikan karena menerima SPK fiktif dari LHS.
Febri menjelaskan, oknum LHS telah membuat SPK fiktif yang diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018.
Pada Pasal 52 ayat (2) Perpres tersebut disebutkan, PPK dilarang menandatangani kontrak/perikatan kerja sama dengan pihak lain dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan belanja yang dibiayai APBN/APBD.
"Melihat kondisi di atas, disimpulkan bahwa tindakan oknum PPK atas nama LHS tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, SPK yang diterbitkan tidak berlandaskan hukum atau fiktif," tutur Febri.
Selain itu, ia mengungkapkan, penerbitan SPK fiktif yang dilakukan oleh oknum LHS seperti skema ponzi, yakni menerbitkan SPK fiktif baru untuk menutup atau membayar SPK fiktif yang diterbitkan sebelumnya.
Hal itu, kata Febri, terungkap dari penelusuran Kemenperin terhadap LHS setelah diberhentikan sebagai PPK pada tanggal 15 Februari 2024.
Febri menyebut, LHS masih melakukan pembuatan SPK fiktif. "Setelah dicopot, pada rentang 18 Februari – 15 Maret 2024, LHS masih menerbitkan 21 SPK fiktif dengan nilai total lebih dari Rp 4,325 miliar," ungkapnya. "Hal ini jelas mengindikasikan adanya dugaan perbuatan melawan hukum oleh yang bersangkutan," lanjut Febri.
Untuk diketahui, sejumlah vendor telah menggelar aksi unjuk rasa di Kemenperin pada 3 Februari 2025 menuntut belum dibayarkannya tagihan senilai ratusan miliar.
Dilansir pemberitaan Tribunnews.com, pada Senin, para vendor mengeklaim telah melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan SPK yang telah diterima dari Kemenperin.
Ada dugaan suap
Lebih lanjut, Febri menyampaikan, Kemenperin juga memegang bukti penyerahan dana dari beberapa vendor kepada LHS.